BeritaHukum

Revisi UU Penyiaran Mengancam Kebebasan Pers dan Kudeta Kewenangan DP

×

Revisi UU Penyiaran Mengancam Kebebasan Pers dan Kudeta Kewenangan DP

Sebarkan artikel ini

TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia menolak revisi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2022 Tentang Penyiaran, draf RUU Penyiaran dinilai ancaman bagi kebebasan pers sekaligus mengmbil alih kewenangan Dewan Pers (DP).

“AJI menolak. Pasal-pasalnya banyak bermasalah. Jadi kalau dipaksakan akan menimbulkan masalah,” kata Pengurus Nasional AJI Indonesia Bayu Wardhana dalam konferensi pers di Sekretariat AJI Indonesia di Jakarta, Rabu (24/42024).

Ada beberapa catatan penting yang berhasil dirangkum Teropongnews.com dari pernyatan Pengurus Nasional AJI Indonesia Bayu Wardhana. Catatan ini dinilai sangat bebahaya bagi kebebasan pers dan kewenangan Dewan Pers jika draf RUU Penyiaran tetap dlanjutkan hinggan menjadi UU.

Berikut catatan penting alasan penolakan AJI terhadap revisi UU Penyiaran oleh DPR :

  1. Pasal 56 ayat 2 poin c, yakni larangan penayangan eksklusif jurnalistik investigasi. Hal ini membatasi agar karya jurnalistik investigasi tidak boleh ditayangkan di penyiaran, sebuah upaya pembungkaman pers sangat nyata.
  2. Pasal 25 ayat q yakni menyelesaikan sengketa jurnalistik khusus di bidang penyiaran. Pasal tersebut berpeluang tumpang tindih kewenangan dalam penyelesaian sengketa jurnalistik antara Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dan Dewan Pers.
  3. pasal 127 ayat 2, penyelesaian sengketa terkait dengan kegiatan jurnalistik penyiaran dilakukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Hai ini menimbulkan kerancuan, karena kasus sengketa jurnalistik di penyiaran selalu ditangani oleh Dewan Pers.
  4. Draf UU Penyiaran mempunyai tujuan mengambil alih wewenang Dewan Pers dan akan membuat rumit sengketa jurnalistik
  5. Konsideran draf RUU Penyiaran, sama sekali tidak mencantumkan UU Pers. Seharusnya, jika hendak mengatur karya jurnalistik di penyiaran, sebaiknya merujuk pada UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
  6. Jika UU itu harus direvisi, sebaiknya dilakukan oleh anggota DPR periode selanjutnya. Alasannya, dengan waktu yang tinggal beberapa bulan lagi, serta masih dibutuhkan pembahasan yang lebih mendalam.

AJI Indonesia meminta pasal-pasal yang mengancam kebebasan pers, harus dihapus dari draf RUU itu. Menurut dia, jika hendak mengatur karya jurnalistik di penyiaran, sebaiknya merujuk pada UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

Diketahui, Komisi I telah mengirimkan draf RUU Penyiaran kepada Badan Legislasi (Baleg) DPR, untuk dilakukan harmonisasi dan sinkronisasi. Selanjutnya, jika disetujui, RUU itu akan dibawa ke rapat paripurna DPR untuk ditetapkan menjadi RUU usul inisiatif DPR RI.