Berita

Sekolah di Bandung Masih Butuh Fasilitas Inklusi

×

Sekolah di Bandung Masih Butuh Fasilitas Inklusi

Sebarkan artikel ini
Para siswa baru tersebut siap mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) yang akan berjalan selama dua pekan dari 17-28 Juli 2023, di SDN 071 Sukagalih, Senin (17/7/2023). Foto-Ist/TN

TEROPONGNEWS.COM, BANDUNG – Sebanyak 112 siswa baru sudah berkumpul sebelum pukul 07.00 WIB di SDN 071 Sukagalih. Para siswa baru tersebut siap mengikuti masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) yang akan berjalan selama dua pekan dari 17-28 Juli 2023.

Ketua PPID SDN 071 Sukagalih, Novie Susanti Nuraeni menjelaskan, kelas 1 terdiri dari 4 rombongan belajar (rombel). Masing-masing rombel terdiri dari 28 siswa.

“Untuk jalur penerimaannya dari jalur afirmasi dan zonasi. Afirmasi ada Rawan Melanjutkan Pendidikan (RMP), perpindahan orang tua, dan peserta didik berkebutuhan khusus (PDBK),” ujar Novie kepada wartawan, di Bandung, Senin (17/7/2023).

Ia memaparkan, untuk jalur perpindahan orang tua, kuotanya ada 6 dan sudah terisi penuh. Kemudian jalur RMP ada 17, tapi ditambah dari jalur PDBK yang kuotanya kosong, sehingga totalnya 20 siswa. Kemudian jalur zonasi diisi oleh ada 86 siswa.

“Di sini ada 3 orang ABK yang mendaftar dengan jalur non-PDBK. Tapi, sayangnya para wali murid tidak menginformasikan kepada pihak sekolah. Sehingga Dinas Pendidikan (Disdik) perlu melakukan asesmen kepada para siswa baru tersebut,” ucapnya.

5213
Mana Calon Gubernur Papua Barat Daya Pilihan Anda yang Layak?

 www.teropongnews.com sebagai media independen meminta Anda untuk klik siapa calon yang digadang-gadang oleh Anda untuk dipilih dan layak jadi calon Gubernur Papua Barat Daya Periode 2024-2029,  kemudian klik Vote pada bagian paling bawah ini.

Menanggapi hal tersebut, Kepala SDN 071 Sukagalih, Ulan Sumilan mengatakan, kondisi tersebut menjadi dilema bagi pihak sekolah. Sebab dari hasil asesmen Disdik, salah satu siswa baru kategori ABK direkomendasikan untuk disekolahkan di tempat lain.

“Berdasarkan hasil asesmen, anak tersebut untuk merobek kertas saja belum bisa. Emosi anak tersebut juga kurang stabil. Tapi karena ekonomi keluarganya juga kekurangan, rumahnya dekat dari sekolah, sehingga orang tuanya ingin sekolahkan anaknya di sini lewat jalur zonasi,” ungkapnya.

Oleh karena itu, pada MPLS di pekan kedua akan ada kembali asesmen dari Disdik Kota Bandung. Ini yang akan menentukan jumlah siswa ABK di sekolahnya.

“Saat ini, yang baru terdeteksi ada tiga orang, dan yang telah diasmen satu orang. Anak tersebut terindikasi mengidap autisme,” tuturnya.

MPLS akan berjalan selama dua pekan. Pekan pertama diisi dengan kegiatan pengenalan lingkungan sekolah. Pekan dua digunakan untuk asesmen siswa.

Gunanya, untuk melihat kemampuan sosialnya terlebih dahulu. Melihat sejauh mana anak bisa bersosialisasi dan mengikuti pelajaran di sekolah.

“Baru setelah itu asesmen kemampuan kognitifnya. Ini menjadi pegangan untuk guru, seperti apa cara pembelajaran yang akan diberlakukan,” paparnya.

Menurutnya, perlu ada koordinasi yang lebih intensif antara pihak sekolah dengan dinas terkait. Apalagi dengan Kurikulum Merdeka saat ini, para guru dituntut untuk bisa mengelompokkan anak sesuai dengan kemampuan belajarnya.

“Anak kinestetik tentu berbeda cara belajarnya dengan anak audio. Berbeda lagi dengan anak visual. Para guru harus bisa menguasai keseluruhannya dan menyesuaikan dengan cara belajar siswa,” akuinya.

Selain itu, bagi Ulan, sistem PPDB kali ini ada sisi plus minusnya. Kelebihannya, sangat membantu pihak sekolah dalam mempercepat proses PPDB. Ada pula fasilitas assessment center dari Disdik, untuk membantu pihak sekolah melihat kemampuan sosial dan kognitif anak.

“Meski belum maksimal, tapi sudah cukup membantu kami. Petugasnya pun bisa langsung datang ke sekolah untuk asesmen langsung,” sebutnya.

Sedangkan kekurangannya, komunikasi langsung antara pihak sekolah dengan calon pesertanya didik sangat terbatas. Sehingga para guru tidak bisa mendeteksi lebih awal kondisi calon peserta didik, yang ternyata masuk dalam kategori ABK.

“Bukan kami tidak ingin mendidik anak-anak tersebut, tapi kami menyadari betul kekurangan dari fasilitas inklusi di sekolah kami. Jika ada kuota untuk siswa ABK, kami harap fasilitas pendidikan untuk mereka pun bisa ditunjang dengan baik,” katanya.

“Untuk sekarang, yang bisa kami lakukan hanya menerima anak tersebut. Semoga ini merupakan ladang ibadah untuk guru-guru di sini,” lanjut Ulan.