BeritaPolitik

Sedari Tahun Lalu Fahri Hamza Memprediksi KPP yang Mengusung Anies akan Bubar

×

Sedari Tahun Lalu Fahri Hamza Memprediksi KPP yang Mengusung Anies akan Bubar

Sebarkan artikel ini
Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah. (Foto : Instagram/fahrihamza)

TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Sedari tahun lalu Wakil Ketua Umum (Waketum) Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia Fahri Hamzah memprediksi Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP) yang mengusung Anies Baswedan sebagai bakal calon presiden (bacapres) akan bubar.

Fahri Hamzah mengungkapkan, koalisi perubahan telah mengalami perpecahan. Ini ditandai setelah salah satu partai pengusungnya, yakni Partai Demokrat memutuskam untuk menarik barisan dalam mencalonkan eks Gubernur DKI periode 2017-2022 tersebut sebagai bacapres.

“Orang tidak percaya dengan omongan saya, hanya karena ada seseorang yang mencalonkan diri begitu dini, lalu dengan pencalonan itu dipakai untuk memaksa orang untuk mendukung dia, baik parpol maupun basis-basis masa,” ungkap Fahri dalam keterangannya dikutip TeropongNews, Selasa (5/9/2023).

Perlu diketahui, bahwa KKP yang digawangi oleh Partai NasDem, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) resmi mengusung Anies sebagai Capres pada Pemilu 2024 mendatang.

Namun, kini semua telah berubah lantaran NasDem dan Anies telah memilih Ketua Umum PKB, Muhaimin Iskandar atau Cak Imin sebagai bakal calon wakil presiden (bacawapres). Manuver NasDem yang dipimpin ketua umumnya Surya Paloh dan capres Anies itu, membuat Partai Demokrat besutan Susilo Bambang Yudhoyoho (SBY) meradang dengan keluar dari koalisi dan menarik dukungannya terhadap Anies.

Kekecewaan Partai Demokrat ini tentunya sangat beralasan, karena sebelumnya Anies melaui surat yang ditulisnya sendiri telah meminta Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai Ketum Partai Demokrat untuk bersedia mendampinginya sebagai bacawapres di Pilpres 2024 nanti. Oleh sebab itu, lanjut Fahri mengatakan, bahwa omong kosong kalau koalisi dan pencalonan presiden sebelum dimulai pendaftaran akan berjalan lancar, khususnya diinternal koalisi.

Karena semua itu, adalah manuver yang motifnya bukan untuk pemenangan, tetapi untuk menaikkan posisi tawar, dan mengambil keuntungan jangka pendek sebelum pendaftaran resmi dilakukan.

“Termasuk rekrutmen partai-partai dalam koalisi untuk mencukupi ‘tiket’ dan sebagianya. Itu semua omong kosong, termasuk kombinasi capres-cawapres yang diiming-imingi kepada ketua umum partai politik, itu semua omong kosong. Karena sekali lagi, pada akhirnya semua itu ditentukan tidak berbasis pada angka jumlah ‘tiket’,” kata Fahri.

Sebab menurut Fahri yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat periode 2014–2019 ini menuturkan, kekacauan dari penerapan presidential threshold atau PT 20 persen yang dipaksakan ini, maka pertemuan partai dan koalisi-koalisi itu murni hanya untuk kepentingan sesaat, termasuk adalah kepentingan memenuhi ‘tiket’.

Dimana, kalau ada kawan baru yang memenuhi kepentingan ‘tiket’, sementara kawan lama terlalu banyak kepentingan dan keinginan, mereka bisa ditendang.

“Atau kalau ada kemungkinan ‘tiket’ itu dikaitkan dengan komposisi jumlah kandidat dalam kombinasi, maka ada pihak yang bsa dikorbankan atau pada akhirnya kalau para pemberi biaya alias bohir-bohir tidak sepakat dengan kombinasi itu, maka kombinasi itu bisa dibubarkan. Jadi prediksi saya setahun lalu itu murni karena saya membaca keseluruhan sistemnya. Itu sebabnya saya kecewa karena ada pemanfatan identitas di dalamnya, seperti pemanfaatan identitas agama yang seolah-olah orang itu akan seterusnya berjuang sebagai kandidat Islam, karena tidak ada lagi seperti itu,” sebut Fahri.

Pemimpin itu, masih kata Fahri, seharusnya beradu gagasan, bukan klaim-klaim primordial yang dia halang sejak awal, yang memberikan keuntungan kepada kandidat itu dan juga pada partai pendukungnya yang bermetamorfosa untuk mendapatkan ceruk dari basis-basis yang selama ini tidak akrab dengan dia.

“Anda tahu sendiri yang saya maksud. Tetapi intinya adalah kita sebagai rakyat pemilih jangan mau lagi dibohongi, ditipu-tipu oleh rekayasa para elite, untuk mengambil keuntungan bagi mereka pribadi. Tidak ada hubungannya dengan kepentingan dan perjuangan kita, itu hanya penggunaan simbol-simbol identitas saja. Saya kira harus dicermati dan kita baca secara cerdas untuk menyongsong Pemilu 2024 yang akan datang,” pungkasnya.