Berita

Greenpeace Soroti Kejanggalan TPK di Sorong Malah Jadi Lokasi Pengolahan Merbau

×

Greenpeace Soroti Kejanggalan TPK di Sorong Malah Jadi Lokasi Pengolahan Merbau

Sebarkan artikel ini
Tempat penampungan kayu (TPK) merbau di Sorong. Foto: Tim TeropongNews.

TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Senior Forest Campaigner Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra telah menyaksikan sejumlah data dalam bentuk video yang dimiliki tim TeropongNews terkait beroperasinya tempat penampungan kayu (TPK) merbau di Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, yang tidak memasang plang.

Dalam video tersebut, Syahrul menemukan kejanggal saat melihat momen detik-detik ada beberapa orang yang diduga sedang mengolah kayu merbau di dalam TPK. Hal itu kian dikuatkan dengan dugaan adanya chainsaw atau alat pemotong kayu di salah satu sampel video yang dimiliki TeropongNews.

“Kalau kita lihat dari video itu kan memang videonya memperlihatkan ada tumpukan kayu berupa balok. Nah ini agak janggal ketika mendengar kata TPK, tetapi yang ditemukan di situ adalah balok,” kata Syahrul saat diwawancarai TeropongNews di Depok, Jawa Barat, diberitakan pada Selasa (7/3/2023).

Menurut Syahrul, selevel area TPK semestinya hanya berfungsi menjadi lokasi perantara atau tepatnya sebagai tempat penampungan kayu yang dikirim dari lokasi penebangan. Alur berikutnya, kayu merbau itu akan dikirim lagi ke tempat industri pengolahan.

“Jadi, penebangan dilakukan secara satu-satu sampai dia (merbau) kemudian bisa penuh dalam satu muatan truk atau kontainer yang mereka bawa, itu ditumpuk dulu di satu lokasi (TPK), kemudian baru diangkut ke tempat industri pengolahannya,” ucapnya.

5200
Mana Calon Gubernur Papua Barat Daya Pilihan Anda yang Layak?

 www.teropongnews.com sebagai media independen meminta Anda untuk klik siapa calon yang digadang-gadang oleh Anda untuk dipilih dan layak jadi calon Gubernur Papua Barat Daya Periode 2024-2029,  kemudian klik Vote pada bagian paling bawah ini.

Dia menegaskan, semestinya di dalam TPK tidak boleh ada kegiatan pengolahan kayu, terlebih hingga diduga diolah sampai berbentuk balok laik jual seperti yang disaksikannya dalam rekaman video tersebut.

“Kalau dilihat dari video, tempat TPK tapi kayunya sudah diolah. Ini adalah suatu indikasi kejanggalan menurut saya. Semestinya di TPK tidak dilakukan pengolahan seperti itu. Apalagi kita lihat di video itu ada mesin pemotong,” ujar Syahrul lagi.

Syahrul pun mencurigai, jangan-jangan TPK merbau di Sorong itu malah dipakai untuk memotong kayu hingga berbentuk balok. Seharusnya, kata dia, pengolahan kayu merbau hanya bisa dilakukan oleh industri primer.

“Kalau TPK berperan sebagai industri primer, (maka) mereka harus mengajukan (izin) primer karena itu izinnya berbeda,” tukasnya.

Dia menegaskan, antara TPK dengan industri primer, tentu saja memiliki kewajiban yang berbeda. Khusus untuk TPK, harus mencatatkan kayu yang masuk dan keluar dalam dokumen Rencana dan Realisasi Pemenuhan Bahan Baku Industri (RPPBI) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sementara di industri primer wajib mengisi Rencana Pemenuhan Bahan Baku dan Realisasi terkait dari mana kayu itu diambil.

“Dan ke mana mereka atau berapa besar mereka terima realisasinya yang mereka rencanakan dengan realisasikan itu harus ada dalam dokumen. Sementara di TPK tidak ada keharusan seperti itu,” tutur Syahrul.

Semisal TPK bisa mendistribusikan kayu merbau sampai ke Surabaya, Jawa Timur, maka disinyalir jangan-jangan TPK di Sorong, terindikasi bukanlah pelaku tunggal. Sebab, ilegal logging merupakan kejahatan yang terorganisir atau organized crime. Modus operandinya, diduga turut melibatkan oknum dari pemerintahan sampai keamanan.

Maka itu, Syahrul meminta aparat penegak hukum terkait harus berani menelusuri siapa-siapa saja pihak yang terlibat. Sebab, sekelas TPK saja diduga bisa mendistribusikan kayu sampai dijual ke luar dari wilayah Papua Barat Daya.

“Penegak hukum harus menelusuri siapa-siapa saja yang terlibat di sini baik itu oknum di pemerintahan di penegak hukum siapa dan kemudian siapa yang menjadi cukong mendistribusikan kayu ini,” ujar dia.

Sebelumnya, diberitakan tedapat aktivitas pengolahan kayu industri ilegal disebut-sebut menjamur di wilayah Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya. Pebisnis bernisial LO disebut-sebut membeli kayu jenis Merbau hasil olahan masyarakat (pacakan) kemudian diolah berbentuk sarkelan, dan selanjutnya dikirim ke luar Papua, tepatnya ke Surabaya, Jatim melalui Pelabuhan Laut Sorong. Modus operandinya, LO disebut memakai jasa atau dokumen PT SKS.