Sorong, TN- Uji Kompetensi Wartawan yang dilakukan secara virtual atau online yang dilakukan oleh salah satu institusi atau lembaga yang diketahui bernama LPKP mendapat tanggapan serius dari Dewan Pers (DP).
Hal itu disampaikan Ketua Dewan Pers Mohammad Nuh melalui Surat Edaran (SE) Dewan Pers, nomor 02/SE-DP/V/2020, tentang Uji Kompetensi Wartawan Online adalah Kegiatan Ilegal.
Terkait adanya laporan tersebut, melalui surat edaran Dewan Pers, M Nuh, menyatakan berdasarkan hasil penelisikan Dewan Pers dan pemberitaan media, keguiatan UKW online tersebut dilaksanakan oleh sebuah institusi. “Namanya LPKP,” ditulis dalam Surat Edaran itu.
Lembaga tersebut dengan Kop surat beralamat Sekretariat di Jl.Moyudan-Golean nomor 45, RW 5 kecamatan Moyudan kabupaten Sleman DI Yogyakarta dan dengan alamat email : optim86@gmail.com, telah mengumumkan hasil UKW onlinenya.
Berdasarkan Surat Edaran tersebut, Dewan Pers tegaskan sesuai kesepakatan DP dengan konstituennya yang telah ditetapkan dalam peraturan Dewan Pers nomor 01/Peraturan-DP/X/2018 tentang standar kompetensi wartawan bahwa UKW dilakukan secara langsung tatap muka dengan penguji dan wartawan sebagai peserta uji.
Menanggapi persoalan tersebut, Pimpinan Redaksi (Pimred) teropongnews.com, Imam Mucholik, sekaligus pemegang sertifikat UKW tingkat Utama, berpendapat bahwa Uji Kompetensi Wartawan harus merujuk kepada peraturan Uji Kompetensi Wartawan yang ditetapkan Dewan Pers sesuai UU nomor 40 tahun 1999, tentang Pers.
Menurutnya, pelaksanan UKW sdh jelas payung hukumnya, dan harus sesuai dengan peraturan Standar Kompetensi Wartawan dan Uji Kompetensi Wartawan.
“Dewan Pers diberikan kewenangannya untuk mengatur terkait hal tersebut, oleh Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999. Jadi jika ada beredar sertifikat UKW di luar pedoman yang dikeluarkan Dewan Pers itu dianggap ilegal atau palsu. Rekan-rekan wartawan juga harus lebih teliti akan hal tersebut,” ujar Imam Mucholik.
Ia pun minta agar Dewan Pers melalukan tindakan tegas terkait masalah Sertifikat UKW palsu ini, jangan menjadi preseden buruk bagi citra Pers kedepan.