TEROPONGNEWS.COM, MALANG – Satu tahun sudah tragedi berdarah di Stadion Kanjuruhan terjadi. Namun berbagai perjuangan seakan belum mendapatkan hasil yang setimpal.
“Jangankan berbicara tentang kepastian hukum bagi korban, keadilan hukuman bagi pelaku saja belum dilaksanakan,” ujar Kepala Bidang Kebijakan Publik, Agitasi dan Propaganda DPC GMNI Malang, Yohanes Bhoka Pega
Dalam momen tersebut, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Cabang Malang memang menggelar aksi di depan Balai Kota Malang, Minggu (01/10/2023).
Aksi yang bertajuk “Nestapa Hari Kesaktian Pancasila: Negara Abai, Keadilan dan Kepastian Hukum Terbengkalai” tersebut berfokus pada 3 isu sentral yaitu; Satu Tahun Tragedi Kanjuruhan, Persoalan HAM dan Agraria di Indonesia.
“Kita hari ini aksi simbolik, ada 3 grand issue yang kita bawa. Memang sengaja kita laksanakan pada hari minggu. Tujuan kita tidaklah audiensi dengan pejabat setempat, melainkan yang utama menunjukkan posisi keberpihakan GMNI Malang bahwa kita menyatakan Mosi Tidak Percaya kepada pemerintah karena telah abai dalam menangani persoalan Kanjuruhan, HAM dan Agraria,” lanjut pria yang akrab dipangil Yano tersebut.
Ia melanjutkan bahwa pemerintah seakan hanya mempertontonkan budaya verbalisme dan gimmick belaka dalam persoalan tersebut.
“Pemerintah hanya menyatakan permohonan maaf terkait pelanggaran HAM berat di masa lalu dan belum ada tindak lanjut konkret untuk menyelesaikannya. Dalam urusan konflik agrarian juga lebih berpihak pada investor ketimbang warga negara (sipil). Apalagi tentang Peristiwa Kanjuruhan, upaya usut tuntas seakan hanya jadi jargon semata,” tambah Mahasiswa Universitas Tribhuwanatunggadewi (Unitri) tersebut.
Ada sedikitnya 6 tuntutan turunan yang dibawa oleh GMNI Malang dalam aksi kali ini, yaitu:
- Menuntut Pemerintah Republik Indonesia untuk melakukan investigasi ulang Tragedi Kanjuruhan, memberikan keadilan bagi semua korban, mengadili semua pelaku dan tidak menghilangkan barang bukti termasuk upaya renovasi Stadion Kanjuruhan
- Menuntut Pemerintah Republik Indonesia untuk menindaklanjuti kasus-kasus pelanggaran HAM berat sesuai dengan mandat UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM
- Menuntut Pemerintah Republik Indonesia agar memberikan perlindungan dan keadilan kepada masyarakat adat di Rempang
- Menuntut Pemerintah Republik Indonesia agar berpihak kepada rakyat dalam setiap persoalan agraria di seluruh Indonesia dalam rangka mewujudkan reforma agraria sejati
- Menuntut Pemerintah Republik Indonesia untuk menghentikan segala bentuk tindakan represif dan kriminalitas kepada warga negara, masyarakat adat, aktivis HAM dan agraria utamanya oleh Aparat Penegak Hukum
- Menuntut Pemerintah Republik Indonesia melakukan evaluasi besar-besaran dan reformasi birokrasi dalam tubuh Aparat Penegak Hukum
Lebih lanjut, dalam orasinya Ketua DPC GMNI Malang, Donny Maulana juga menyampaikan jika angka konflik agraria kriminalitas serta tindakan represi terhadap warga sipil dan pejuang HAM masih tinggi di Indonesia.
“Data dari bulan Januari sampai Agustus 2023 terjadi 692 kasus konflik agrarian di Indonesia, dan selama 2022 terjadi 497 kasus kriminalisasi pejuang hak atas tanah atau konflik agraria,” ujar Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Sejarah Universitas Negeri Malang (UM) tersebut.
Ia mengungkap bahwa mayoritas pelaku justru dari perangkat negara itu sendiri.
“Bahkan dalam kasus konflik agrarian, menurut data Komnas HAM, empat teradu tertinggi ditempati oleh Perusahaan (30,6 %), Pemerintah Daerah (17,7 %), pemerintah Pusat (17,6 %) dan kepolisian (7,4 %),” lanjutnya.
Karena fakta tersebut, Donny melanjutkan bahwa GMNI Malang juga menyerukan agar Pemerintah Indonesia melakukan evaluasi besar-besaran serta reformasi birokrasi kepada aparat penegak hukum negara.
“Terakhir saya sampaikan bahwa GMNI Malang akan tetap pada jalan perjuangannya untuk senantiasa berpihak kepada kaum marhaen. Kita hari ini aksi sebagai wujud mengisi momentum 1 tahun Tragedi Kanjuruhan dan Hari Kesaktian Pancasila sekaligus kita ingin mengajak semua elemen dan komponen masyarakat agar tidak hanya mengisi momentum-momentum seperti ini dengan budaya verbalisme saja,” tandasnya.
Sebagai tambahan informasi, GMNI Malang mulai melaksanakan aksinya dengan longmarch dari Stasiun Kota Malang menuju Bundaran Balaikota Malang. Aksi digelar mulai pukul 14.00 dan berakhir pada 17.00 WIB.