Opini

Muannas Alaidid: Agnes Belum Tersangka, Kasus Mario Polisi Belum Maksimal

×

Muannas Alaidid: Agnes Belum Tersangka, Kasus Mario Polisi Belum Maksimal

Sebarkan artikel ini
Muannas Alaidid. (foto: dok. Teropongnews).

TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif Komite Pemberantasan Mafia Hukum (KPMH) Muannas Alaidid berpendapat kepolisian RI (Polri) belum maksimal dalam menangani persoalan kasus penganiayaan David Ozora (17) yang dilakukan Mario Dandy Satriyo (20), anak pejabat pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Muannas Alaidid pun membagikan rilis terkait kekecewaannya terhadap proses hukum tersebut. Polisi belum menjerat Agnes (15) sebagai tersangka. Pacar Mario Dandy itu baru diperiksa selama tiga kali di Polres Metro Jakarta Selatan terkait kasus penganiayaan David, putra pengurus Gerakan Pemuda (GP) Ansor.

Berikut rilis dari Muannas Alaidid terkait penanganan polisi terhadap kasus penganiayaan berat dan dugaan pembunuhan berencana terhadap David Ozora, diterima TeropongNews di Jakarta (1/3/2023):

KPMH memandang penanganan kasus penganiayaan berat dan dugaan percobaan pembunuhan berencana terhadap Cristalino David Ozora alias David Latumahina yang dilakukan pihak kepolisian tidak maksimal.

Hingga hari ke-8, Selasa, 28 Februari 2023, di mana korban masih tidak sadarkan diri akibat perbuatan penganiayaan berat yang dilakukan oleh Mario Dandy Satriyo, polisi baru menetapkan dan menahan dua tersangka (Mario Dandy Satriyo dan Shane Lukas Rotua). Sementara ada satu orang yang diduga kuat terlibat dalam tindak kejahatan itu hingga saat ini masih belum ditetapkan tersangka dan ditahan, yaitu AG alias Agnes yang disebut-sebut sebagai “teman wanita” Mario Dandy Satriyo.

5028
Mana Calon Gubernur Papua Barat Daya Pilihan Anda yang Layak?

 www.teropongnews.com sebagai media independen meminta Anda untuk klik siapa calon yang digadang-gadang oleh Anda untuk dipilih dan layak jadi calon Gubernur Papua Barat Daya Periode 2024-2029,  kemudian klik Vote pada bagian paling bawah ini.

Ada dalih bahwa karena AG masih berumur 15 tahun. Padahal, dalam UU No. 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, proses hukum, hingga penahanan bisa dilakukan pada anak dengan syarat: “Anak berumur 14 (empat belas) tahun atau lebih; dan diduga melakukan tindak pidana dengan ancaman pidana penjara 7 (tujuh) tahun atau lebih” (Pasal 32 Ayat (2): huruf a & b).

Tapi masalahnya Polres Jakarta Selatan tidak maksimal menjerat 2 tersangka Mario Dandy dan Shane Lukas dengan ancaman hukuman yang rendah, antara 3,5 tahun sampai 5 tahun saja, sehingga ada celah AG terkesan “diselamatkan” karena ancaman hukumannya tidak sampai 7 tahun.

Polres Jakarta Selatan Polres menjerat Mario Dandy dan Shane Lukas hanya dengan Pasal 351 Ayat (2) KUHP ancaman pidana 5 tahun dan Pasal 76c Juncto Pasal 80 UU No. 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak yang ancamannya hanya 3,6 tahun.

Karena Mario Dandy dan Shane Lukas hanya dijerat dengan pasal-pasal yang ancamannya tidak sampai 7 (tujuh) tahun, maka AG bisa “lepas”.

Semestinya Mario Dandy dan Shane Lukas bisa dijerat dengan Pasal 354 dan Pasal 355 KUHP tentang penganiayaan berat atau penganiayaan berat yang direncanakan yang ancaman pidananya masing-masing 8 tahun dan 12 tahun penjara.

Mario Dandy Satriyo sebagai tersangka utama juga bisa dijerat percobaan pembunuhan berencana, Pasal 340 Juncto 53 KUHP dengan ancaman pidana 15 tahun. Hal ini juga menjadi suara keadilan dari publik.

Kalau saja Polres Jakarta Selatan maksimal menjerat Mario Dandy dan Shane Lukas maka tidak ada dalih lagi untuk tidak menetapkan tersangka dan menahan AG.

Kita bisa bertanya-tanya, mengapa Polres Jaksel tidak maksimal menjerat Mario Dandy dan Shane Lukas? Apakah ada “skenario” untuk “menyelamatkan” AG?

Dalam kasus David Latumahina tidak hanya terjadi tindak pidana penganiayaan berat hingga dugaan percobaan pembunuhan berencana tapi juga dugaan tindak pidana yang melanggar UU ITE.

Dalam Pasal 29 UU No. 19 Tahun 2016 Tentang ITE mengatur perbuatan teror online yang dilarang.

Mario Dandy yang dibantu Shane Lukas dan AG dengan sengaja secara tanpa hak telah merekam aksi penganiayaan sadis yang patut diduga rekaman itu diabadikan guna bertujuan untuk menakuti-nakuti yang ditujukan kepada korban secara pribadi atau orang lain agar diketahui aksinya, yang kemudian belakangan tersebar dan viral. Menurut informasi dari sumber kami Mario Dandy juga sempat mengirimkan video itu ke kakak kelas di mana David Latumahina bersekolah.

Semestinya Polres Jakarta Selatan kalau mau serius bisa mengembangkan tindakan Mario Dandy, Shane Lukas dan AG bisa dijerat dengan Pasal 29 Juncto Pasal 45 Ayat (3) yang ancaman pidananya 12 tahun penjara.

Karena Polres Jakarta Selatan tidak maksimal dalam kasus ini, maka kita menyaksikan:

  1. Ancaman hukuman pada tersangka baik Dandy dan Shane tergolong rendah, antara 3,5 tahun hingga 5 tahun penjara, dan biasanya di Pengadilan, tuntutan dan vonis tidak akan maksimal, padahal dampak dari kejahatan mereka sangat serius, korban David hingga hari ke-8 masih belum sadar, kita juga tidak tahu apakah David akan sembuh seperti semula atau ada dampak-dampak yang tidak diinginkan seperti kekurangan atau cacat, padahal kalau melihat video penganiayaan sangat sadis, pelaku menyerang titik-titik mematikan di tubuh David, menendang dan menginjak kepala belakang dan leher, serta tidak ada usaha untuk menghentikan perbuatannya kecuali setelah ada teriakan dari saksi orang tua teman David yang kemudian menolong David dan membawa ke rumah sakit.
  2. AG yang diduga kuat terlibat dalam tindak kejahatan itu bisa lepas dari jeratan hukum karena tidak maksimalnya ancaman hukuman pada Dandy dan Shane, di bawah 7 tahun penjara.
  3. Tersebarnya teror online akibat dari rekaman penganiayaan sadis terhadap David Latumahina yang dilakukan oleh Dandy, Shane dan AG.

Karena itu KPMH meminta pihak kepolisian dalam hal ini Polres Jakarta Selatan untuk maksimal dalam menangani kasus penganiayaan berat dan dugaan percobaan pembunuhan terhadap David Latumahina dengan menjerat para pelaku dengan pasal-pasal berlapis: Pasal 354 dan Pasal 355 KUHP tentang penganiayaan berat atau penganiayaan berat yang direncanakan, Pasal 340 Juncto 53 KUHP dan Pasal 29 UU No. 19 Tahun 2016 Tentang ITE tentang perbuatan teror online.