Berita

Mahfud: Minta KPU Tunda Pemilu, Hakim PN Jakpus Buat Sensasi Berlebihan!

×

Mahfud: Minta KPU Tunda Pemilu, Hakim PN Jakpus Buat Sensasi Berlebihan!

Sebarkan artikel ini
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD. (foto: tangkapan layar).

TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Koodinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menilai Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat (Jakpus) membuat sensasi yang berlebihan dengan meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) menunda pemilihan umum (Pemilu) 2024. Adapun gugatan yang dilayangkan Partai Prima terhadap KPU dipenuhi oleh hakim PN Jakpus.

“Masak KPU divonis kalah atas gugatan sebuah partai dalam perkara perdata oleh PN. Bahwa vonis itu salah, logikanya sederhana, mudah dipatahkan tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yang bisa mengganggu konsentrasi. Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar,” kata Mahfud MD, TeropongNews kutip dari akun Instagram @mohmahfudmd di Jakarta, Jumat (3/3/2023).

Mahfud pun menantang KPU untuk mengajukan banding di Pengadilan Tinggi (PT) DKI Jakarta untuk melawan habis-habisan putusan hakim PN Jakpus secara hukum. Mantan hakim Mahkamah Konstitusi (MK) itu menilai, kalau secara logika hukum ia optimis KPU bisa menang dalam upaya hukum di tingkat selanjutnya.

“Mengapa? Karena PN tidak punya wewenang untuk membuat vonis tersebut. Alasan hukumnya, sengketa terkait proses, administrasi, dan hasil pemilu itu diatur tersendiri dalam hukum,” kata dia.

Kemudian, kompetensi atas sengketa pemilu bukan di Pengadilan Negeri. Sengketa sebelum pencoblosan jika terkait proses admintrasi, menurut Mahfud, yang memutus harus Bawaslu. Namun, jika soal keputusan kepesertaan paling jauh hanya bisa digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

“Nah, Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara. Adapun jika terjadi sengketa setelah pemungutan suara atau sengketa hasil pemilu maka menjadi kompetensi Mahkamah Konstitusi (MK). Itu pakemnya,” ujar Mahfud menerangkan.

“Tak ada kompetensinya Pengadilan Umum. Perbuatan Melawan Hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu,” ucapnya menambahkan.

Alasan hukum kedua, menurut Mahfud, hukuman penundaan pemilu atau semua prosesnya tidak bisa dijatuhkan dan ditetapkan oleh PN sebagai kasus perdata. Sebab, menurut undang-undang (UU), penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah tertentu yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia.

“Misalnya, di daerah yang sedang ditimpa bencana alam yang menyebabkan pemungutan suara tak bisa dilakukan. Itu pun bukan berdasar vonis pengadilan, tetapi menjadi wewenang KPU untuk menentukannya sampai waktu tertentu,” ujar pria kelahiran Sampang, Madura itu.

Selanjutnya, kata Mahfud, vonis hakim PN Jakpus tersebut tidak bisa dimintakan eksekusi. Jadi, harus dilawan secara hukum. Di sisi bersamaan, rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekuasi.

“Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU,” tutur dia.

Mahfud melihat, terkait adanya penundaan pemilu hanya karena dipicu gugatan perdata parpol bukan hanya bertententang dengan UU, tetapi juga bertentangan dengan konstitusi yang telah menetapkan pemilu dilaksanakan lima tahun sekali.

“Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul,” kata Mahfud Md.

Sebelumnya, hakim PN Jakpus mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap KPU untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 dan melaksanakan tahapan Pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.

“Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari,” kata majelis hakim PN Jakpus yang diketuai Oyong, dikutip dari putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, diakses dari Jakarta, Jumat (3/3/2023).

Menaggapi itu, Ketua KPU Pusat Hasyim Asy’ari menyatakan pihaknya akan tetap akan menjalankan tahapan-tahapan pelaksanaan penyelenggaraan pemilihan umum, meski diperintahan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus) untuk menunda Pemilu 2024.

Sebab, tahapan dan jadwal Pemilu 2024 dituangkan dalam bentuk produk hukum, berupa peraturan KPU tentang tahapan dan jadwal Pemilu 2024. Menurut dia, Keputusan PN Jakpus ini tidak menyasar pada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 3 Tahun 2022 tentang Tahapan dan Jadwal Penyelenggaraan Pemilihan Umum Tahun 2024.

“Sehingga dasar hukum tentang tahapan dan jadwal masih sah dan memiliki kekuatan hukum mengikat, sebagai dasar KPU untuk tetap melaksanakan atau melanjutkan penyelenggaraan Pemilu 2024,” kata Hasyim dalam keterangan tertulis diterima TeropongNews di Jakarta, Jumat (3/3/2023).

358_PENGUMUMAN-HASIL-PENELITIAN-ADMINISTRASI_PPD