Advertorial

BUDAYA DIGITAL DALAM PENERAPAN REKONSILIASI DAN DAMPAK TERHADAP KINERJA PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

×

BUDAYA DIGITAL DALAM PENERAPAN REKONSILIASI DAN DAMPAK TERHADAP KINERJA PENYUSUNAN LAPORAN KEUANGAN

Sebarkan artikel ini

DIGITAL CULTURE IN
IMPLEMENTATION OF RECONCILIATION AND IMPACT ON THE PERFORMANCE OF THE PREPARATION OF FINANCIAL STATEMENTS

Penulis:
Muhamad Indra Yudha Kusuma
Kepala Seksi Verifikasi dan Akuntansi
Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Merauke

Muhamad.indra@kemenkeu.go.id
2022

Abstract
Digital culture is a prerequisite in carrying out digital transformation because the application of digital culture is more about changing mindsets so that they can adapt to digital developments. The Ministry of Finance is one of the institutions that has been aggressively implementing digital transformation over the past few years, through various applications and information systems.

One of the many digitizations applied is in the process of preparing Financial Statements, more specifically in terms of the use of electronic reconciliation through the e-rekon-LK application and the MONSAKTI application. This study aims to determine the impact of digital culture on the performance of financial statement preparation, especially in the application of e-rekon-LK and MONSAKTI which is one form of digital transformation.

5380
Mana Calon Gubernur Papua Barat Daya Pilihan Anda yang Layak?

 www.teropongnews.com sebagai media independen meminta Anda untuk klik siapa calon yang digadang-gadang oleh Anda untuk dipilih dan layak jadi calon Gubernur Papua Barat Daya Periode 2024-2029,  kemudian klik Vote pada bagian paling bawah ini.

The methodology in this paper uses literature studies from several journals related to digital culture, digital transformation, and the implementation of e-recon at the Ministry of Finance. The result is that the implementation of digital culture can speed up and simplify the process of reconciliation and preparation of financial reports. However, a great effort is needed to adapt digital culture as a new mindset in the current era.
Key word: Digital Culture, Digital Transformation, e-rekon, MONSAKTI.

Abstrak
Budaya digital merupakan prasyarat dalam melakukan transformasi digital karena penerapan budaya digital lebih kepada mengubah pola pikir agar dapat beradaptasi dengan perkembangan digital. Kementerian Keuangan merupakan salah satu institusi yang gencar menerapkan transformasi digital selama beberapa tahun terakhir, melalui berbagai penerapan aplikasi dan sistem informasinya.

Salah satu dari sekian banyak digitalisasi yang diterapkan yaitu dalam proses penyusunan Laporan Keuangan, lebih khusus lagi yaitu dalam hal penggunaan elektronik rekonsiliasi melalui aplikasi e-rekon-LK dan aplikasi MONSAKTI. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari budaya digital terhadap kinerja penyusunan laporan keuangan, terutama dalam penerapan e-rekon-LK dan MONSAKTI yang merupakan salah satu bentuk transformasi digitalnya.

Metodologi dalam penulisan ini menggunakan studi literatur dari beberapa jurnal terkait dengan budaya digital, transformasi digital, dan implementasi e-rekon di Kementerian Keuangan. Hasilnya didapat bahwa implementasi budaya digital dapat mempercepat dan mempermudah proses rekonsiliasi dan penyusunan laporan keuangan. Namun demikian, diperlukan upaya yang besar untuk adaptasi budaya digital sebagai pola pikir baru di era saat ini.

Kata kunci: Budaya Digital, Transformasi Digital, e-rekon.

Muhamad Indra Yudha Kusuma

PENDAHULUAN
Budaya digital adalah budaya perusahaan yang mendukung transformasi digital dan menjadi penghubung katalis antara dunia nyata dan dunia maya. Namun, untuk mencapai tujuan bersama juga diperlukan individu yang mampu menangkap peluang dan risiko yang ada (Wicaksana, dkk, 2021).

Ketika suatu organisasi dan individu didalamnya tidak memerhatikan digitalisasi, maka hanya akan menimbulkan suatu masalah untuk perusahaan ataupun organisasi mereka. Salah satu tantangan organisasi di era digitalisasi ini adalah budaya perusahaan yang terlalu lama digunakan dan sama sekali tidak ada perubahan didalamnya.

Lebih lanjut, di era VUCA saat ini perubahan digital terus terjadi. Digital culture adalah sebuah konsep yang menggambarkan gagasan bahwa teknologi dan internet secara signifikan membentuk cara kita berinteraksi, berperilaku, berpikir, dan berkomunikasi sebagai manusia dalam lingkungan masyarakat. Pentingnya meningkatkan digital culture tentu saja mempermudah dan mempercepat pekerjaan, memperluas jangkauan, menciptakan inovasi dan kreativitas, fleksibilitas, memperluas jaringan, dan memperluas bisnis. (Cakrawala, 2021).

Budaya digital adalah faktor utama dalam transformasi digital, dengan budaya digital yang kuat dapat mendorong proses transformasi bagi perusahaan yang menghadapi kendala dari lingkungan digital, terutama infrastruktur yang masih belum ideal (Wicaksana, dkk, 2021).

Pada Kementerian Keuangan, salah satu wujud transformasi dituangkan dalam cetak biru Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan (TK-Kemenkeu) yang tertuang dalam Peraturan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 36/PMK. 01/2014, Kemenkeu mempertajam visinya yaitu: “…menjadi penggerak utama pertumbuhan ekonomi Indonesia yang inklusif di abad ke-21.” Visi tersebut diwujudkan melalui tema transformasi yang telah ditetapkan oleh Kemenkeu, antara lain, memperkuat akuntabilitas berbasis outcome, merampingkan proses bisnis, mempercepat digitalisasi dalam skala besar, membuat struktur organisasi lebih ‘fit-for-purpose’ dan efektif (Kemenkeu, 2014).

Sejalan dengan visi Kemenkeu, digitalisasi dalam pengelolaan keuangan negara secara berkesinambungan diimplementasikan dengan mempertimbangkan kemajuan teknologi yang ada. Kemenkeu juga telah mengembangkan Integrated Financial Management Information System (IFMIS) dengan core nya yaitu Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara (SPAN) dan Sistem Aplikasi Keuangan Tingkat Instansi (SAKTI) yang merupakan integrasi dari berbagai aplikasi yang telah digunakan oleh satuan kerja.

Dalam tahapan menuju impelentasi penuh dari SPAN dan SAKTI, sebelumnya Kemenkeu juga telah menerapkan digitalisasi pada berbagai proses bisnis nya, diantara yang telah digunakan adalah aplikasi elektronik rekonsiliasi Laporan Keuangan (e-rekon-LK) yang dilanjutkan dengan aplikasi MONSAKTI.

Paper ini akan membahas bagaimana peran dan dampak dari budaya digital terhadap kinerja penyusunan Laporan Keuangan terutama dengan transformasi digital yang ditunjukkan melalui penerapan e-rekon-LK dan MONSAKTI dalam proses penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah, selain itu juga akan ditinjau dari sisi kendala terhadap implementasi digitalisasi pada transformasi proses bisnis terkait rekonsiliasi laporan keuangan.

KAJIAN LITERATUR

Digitasi, Digitalisasi, dan Transformasi Digital
Digitasi adalah proses pergantian metode kerja. Dimana sebuah organisasi mulai mengubah tata kelola manajemen dengan bantuan teknologi untuk mempermudah pekerjaan. Misalnya penggunaan alat pabrik, penggunaan software keuangan dan pengolah dokumen.
Digitalisasi lebih menekankan budaya keseluruhan. Perusahaan yang sudah melakukan otomasi bukan berarti sudah terdigitalisasi.

Misalnya saja, pabrik gula yang sudah menggunakan mesin pabrik belum tentu terdigitalisasi karena keseluruhan aspek bisnisnya masih dilakukan secara konvensional. Misalnya saja belum menggunakan software atau aplikasi HR dalam kelola karyawan. Digitalisasi pada dasarnya berarti penggunaan canggih dari TI, dalam rangka untuk mengaktifkan dan mengambil keuntungan dari teknologi digital dan data. Sekarang digitalisasi dikaitkan dengan pandangan holistik pada bisnis & perubahan sosial, organisasi horisontal, dan pengembangan bisnis, serta TI.

Transformasi digital adalah hasil dari digitalisasi dan otomasi. Transformasi digital adalah hasil dari perubahan perilaku organisasi. Perusahaan dan organisasi mampu memecahkan masalah menggunakan teknologi. Digitasi (konversi), digitalisasi (proses) dan transformasi digital (efek) mempercepat dan menerangi apa yang sudah ada dan sedang berlangsung secara horisontal dan proses-proses perubahan global dalam masyarakat (Khan, 2016, Collin et al. 2015).

Dampak Transformasi Digital
Istilah bekerja jarak jauh (teleworking atau remote working) merupakan istilah yang populer di masa pandemi. Bekerja jarak jauh dapat diartikan sebagai bekerja di luar kantor / tempat kerja. Pegawai dapat menyelesaikan tugas-tugasnya dari jarak jauh (rumah, cafe, dll.). Dalam bekerja jarak jauh, komunikasi yang dilakukan oleh pegawai dapat melalui saluran telekomunikasi biasa atau saluran telekomunikasi berbasis komputer. Bekerja jarak jauh, merupakan hal lama yang sudah diteliti dampak positif dan negatif nya. Begitu juga jenis-jenis pekerjaan yang dapat dikerjakan secara jarak jauh menjadi lebih efektif atau tidak.

Pegawai dari organisasi dapat disubstitusi atau digantikan karena penerapan transformasi digital. Contoh sederhana adalah buruh pabrik. Bila pabrik dimana buruh tersebut bekerja mulai menerapkan otomasi terhadap kegiatan produksi dari awal sampai akhir, maka buruh tersebut rawan untuk dikeluarkan atau putus kerja. Hadirnya teknologi kecerdasan buatan dan periode masa Big Data, membuat beberapa bidang pekerjaan dimasa mendatang akan hilang.

Budaya Digital
Digital culture didefinisikan sebagai penghubung atau katalis antara dunia nyata dengan dunia virtual (Rab, 2007). Dalam studinya Rab menggunakan digital platform sebagai media untuk menguji digital culture pada perusahaan dalam menciptakan layanan digital dan melakukan digitatisasi.
Digital culture adalah komplek set dari nilai atau kepercayaan, asumsi dan symbol yang menjadi cara perusahaan dalam melakukan bisnis digital melalui kolaborasi, penciptaan kreativitas dan inovasi melalui strategi digital (Martínez-Caro, Cegarra-Navarro, & Alfonso-Ruiz, 2020).

Digital culture sebagai nilai yang terintegrasi dalam berbagai fungsi perusahaan dan attribute individu yang mampu menangkap peluang dan risiko bisnis (Wokurka, Banschbach, Houlder, Jolly, 2016).
Digital culture didefinisikan sebagai nilai atau belief dari pendekatan yang holistik dengan memanfaatkan digital teknologi untuk menginterasikan perliaku dan mindset dari pelaku organisasi dalam upaya menangkap peluang dari pelanggan, menciptakan inovasi, kreativitas dan kolaborasi serta mitigasi risiko.

Integrated Financial Management Information System (IFMIS)
Dener et al (2017) mendefinisikan Financial Management Information System (FMIS) sebagai serangkaian otomasi solusi terintegrasi yang memampukan pemerintah untuk merencanakan, mengeksekusi, dan memonitor anggaran, dengan membantu dalam prioritasi, eksekusi dan pelaporan pengeluaran, serta mengawal dan melaporkan pendapatan. IFMIS meliputi sejumlah modul pendukung proses fungsional terkait manajemen keuangan pemerintah (Hashim, 2014). IFMIS di Indonesia mengelola seluruh transaksi APBN, yang pada tahun 2019 meliputi target pendapatan sebesar Rp2.165 triliun, target belanja sebesar Rp2.461 triliun, dan target pembiayaan sebesar Rp296 triliun (Kemenkeu, 2019).

IFMIS di banyak negara telah menjadi single truth of data source, sebagai basis untuk transaksi dan pelaporan real time baik finansial maupun non finansial, sehingga menjadi faktor penentu utama dalam peningkatan kualitas kebijakan dan transparansi (Dener & Min, 2013).
Beberapa pengembangan komponen FMIS di Kemenkeu, diantaranya seperti SPAN, OM-SPAN, SAKTI, MON-SAKTI, MPN, SIKP, centralised payroll, E-Rekon&LK, sementara untuk penulisan artikel ini berfokus pada salah satu komponen terkait pelaporan yaitu E-rekon LK yang telah dilanjutkan dengan MONSAKTI.

Laporan Keuangan
Laporan Keuangan LK ialah pertanggungjawaban pemerintah pada pelaksanaan APBN berupa Laporan Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Operasional (LO), Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), Neraca dan Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK). Tujuan dari Laporan Keuangan ialah menyediakan informasi dengan menyangkut posisi keuangan, kinerja, serta perubahan posisi keuangan suatu perusahaan yang berguna untuk sejumlah besar pemakai dalam pengambilan keputusan.

Rekonsiliasi
Rekonsiliasi adalah proses membandingkan data keuangan antara pencatatan pada Bendahara Umum Negara dengan pencatatan yang ada di kementerian/lembaga sehingga pencatatan kedua belah pihak dapat diyakini kebenarannya. Rekonsiliasi merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam penyusunan laporan keuangan untuk menghasilkan laporan keuangan yang akuntabel dan kredibel karena perbedaan data transaksi keuangan dapat dikurang.

Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat harus didahului dengan rekonsiliasi data transaksi keuangan antara Bendahara Umum Negara, dalam hal ini KPPN, dengan Satuan Kerja. Rekonsiliasi memiliki peran dalam meminimalkan terjadinya perbedaan pencatatan transaksi keuangan yang berdampak pada tingkat kevalidan dan keakuratan data yang dalam penyajian laporan keuangan.

E-Rekon-LK dan MONSAKTI
E-rekon-LK ialah aplikasi berbasis web dan dikembangkan untuk memudahkan rekonsiliasi transaksi keuangan juga penyusunan laporan keuangan oleh Kementerian Negara/Lembaga(Berita, 2017). Adapun tujuan dari E-rekon-LK yaitu agar rekonsiliasi menjadi sangat mudah dan bisa dilakukan satker dimana saja tanpa harus ke Kantor lagi, single database (data tunggal) dimana isi data semua satker di kementerian lembaga dapat membantu K/L(Kementerian/Lembaga) untuk penyusunan Laporan Keuangan.

MONSAKTI merupakan aplikasi yang digunakan untuk monitoring interkoneksi, rekonsiliasi, dan penyusunan Laporan Keuangan. Aplikasi MONSAKTI secara resmi mulai dipergunakan sejak terbitnya Surat Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor S-29/PB/PB.6/2022 tanggal 12 Juli 2022 hal Pedoman Penyusunan dan Penyampaian Laporan Keuangan Semester I Tahun 2022 serta Pelaksanaan Rekonsiliasi.

MONSAKTI dikembangkan selain untuk memenuhi kebutuhan para pengguna SAKTI, juga dalam rangka menjaga performance SAKTI dengan memisahkan fungsi data transaksional dan data pelaporan. Pada MONSAKTI terdapat beberapa fitur yang tersedia, di antaranya To Do List, Monitoring, Rekonsiliasi, Laporan (LK & LBMN), Daftar/Rincian, Validitas Data, Download Data Detail, dan Tematik. Dengan demikian, sejak bulan Juli proses rekonsiliasi telah sepenuhnya dijalankan dengan aplikasi MONSAKTI.

Proses Rekonsiliasi
Permasalahan terkait rekonsiliasi adalah proses rekonsiliasi yang kurang efektif dan efisien karena hasil rekonsiliasi baru dihasilkan setelah proses rekonsiliasi dilakukan melalui upload ADK sehingga apabila terdapat perbedaan data atau saldo tidak wajar harus dilakukan proses rekonsiliasi berkali- kali.
Proses Rekonsiliasi saat ini dilakukan setelah Satker melakukan upload data ke Aplikasi e-rekon LK di mana sistem akan melakukan proses rekonsiliasi dengan menyandingkan data Satker (SAI) dengan data SAU milik Bendahara Umum Negara untuk mendapatkan hasil rekonsiliasi.

Proses Rekonsiliasi yang dilakukan melalui Upload ADK memang tidak dapat dihindari dan sudah menjadi praktek terbaik dengan kondisi saat ini karena data SAI berada pada masing- masing satker, sedangkan data SAU berada pada Kementerian Keuangan sehingga Aplikasi e-rekon LK menjembatani penyandingan data SAI melalui upload ADK dengan data SAU yang diambil secara langsung dari database Kementerian Keuangan ke Aplikasi e-rekon LK.

Aplikasi E-rekon LK dipakai untuk mengonsolidasi data semua satuan kerja juga untuk rekonsiliasi antara satuan kerja dengan KPPN. Dengan ada E-rekon ini maka rekonsiliasi menjadi sangat mudah dan bisa dilakukan satker dimana saja tanpa harus ke Kantor lagi, single database (data tunggal) dimana isi data semua satker di kementerian lembaga dapat membantu K/L(Kementerian/Lembaga) untuk penyusunan Laporan Keuangan.

Adanya e-rekon LK K/L menjadi sangat mudah dan cepat dalam menyusun Laporan Keuangan. Penyusunan Laporan Keuangan dimulai dari proses posting seluruh transaksi hingga periode tersebut pada aplikasi SAIBA dengan benar dan tepat, pegawai Seksi Vera pada KPPN akan melakukan hasil rekonsiliasi, jika hasil rekonsiliasi terdapat perbedaan antara pembukuan transaksi oleh sistem KPPN terhadap pembukuan oleh Satker maka rekonsiliasi tersebut akan di tolak.

Kelanjutan dari penggunaan e-rekon LK yaitu penggunaan MONSAKTI sejak bulan Juli 2022, Proses Rekonsiliasi dalam MONSAKTI dilakukan tanpa upload data yaitu menggunakan Aplikasi MONSAKTI yang sudah terintegrasi dengan SAKTI (memuat data SAI) di mana saat Proses Rekonsiliasi akan dilakukan sudah terdapat pengecekan-pengecekan terhadap jadwal rekonsiliasi dan status tutup periode dan juga bahkan disediakan informasi hasil rekonsiliasi yang sudah dihasilkan dari penyandingan data SAI dan data SAU (hasil rekon sama atau beda) dan informasi to do list dari laporan keuangan berdasarkan data SAKTI yang sudah dibuatkan validasi data tidak wajar yang perlu diselesaikan (sudah diselesaikan atau belum) sehingga perbaikan data dapat dilakukan sebelum proses rekonsiliasi atau apabila tetap melanjutkan proses rekonsiliasi dengan data beda dan/atau to do list belum diselesaikan maka harus memberikan penjelasan perbedaan data.

Tantangan dan kendala
Pengembangan sistem dan digitalisasi pada seluruh proses bisnis di Kemenkeu melalui SPAN dan SAKTI tentunya berdampak pada organisasi dan SDM, dengan demikian pengembangan aplikasi dimaksudkan juga untuk diikuti dengan transformasi berbagai proses bisnis, regulasi dan organisasi, serta manajemen perubahan dan komunikasi yang masif.

Dari sisi SDM, diperlukan sosialisasi dan pelatihan kepada operator-operator satker di seluruh Indonesia untuk beradaptasi dengan aplikasi baru yang digunakan, sebagai contoh beberapa kendala dari penelitian sebelumnya, yaitu:
• Kapasitas SDM pada satker yang berbeda-beda, sehingga diperlukan sosialisasi dan pelatihan secara masif.
• Adanya pergantian operator, namun tidak disertai dengan berbagi pengetahuan (sharing knowledge) kepada operator yang baru hal tersebut berpengaruh terhadap pemahaman aplikasi.
• Belum adanya jaringan internet di daerah-daerah tertentu misalnya didaerah kepulauan hal tersebut mengakibatkan operator Satuan Kerja harus datang langsung ke KPPN atau mencari tempat yang ada jangkauan internetnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil kajian berbagai literatur diatas, dapat disampaikan bahwa implementasi budaya digital dan transformasi digital pada Kemenkeu telah terlihat dalam penggunaan IFMIS dalam hal ini melalui aplikasi SPAN dan SAKTI dan salah satu tahapan penerapan tersebut yaitu penggunaan aplikasi E-rekon LK yang dilanjutkan dengan aplikasi MONSAKTI dalam proses rekonsiliasi penyusunan laporan keuangan.
Dampak dari budaya digital terhadap kinerja penyusunan laporan keuangan, terutama dalam penerapan e-rekon-LK dan MONSAKTI yang merupakan salah satu bentuk transformasi digitalnya, yaitu dapat mempercepat dan mempermudah proses rekonsiliasi dan penyusunan laporan keuangan.
Namun demikian, masih terdapat beberapa hambatan dan kendala terutama terkait dengan kapasitas sumber daya manusia dan infrastruktur jaringan di seluruh K/L di wilayah Indonesia, sehingga diperlukan upaya yang besar dan masif untuk dapat memenuhi adaptasi budaya digital sebagai pola kerja yang baru.

PENUTUP
Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui dampak dari budaya digital terhadap kinerja penyusunan laporan keuangan, terutama dalam penerapan e-rekon-LK dan MONSAKTI yang merupakan salah satu bentuk transformasi digitalnya. Dari penjabaran diatas dapat disimpulkan bagaimana peran budaya digital mempengaruhi pola kerja baru di lingkungan Kementerian Keuangan dengan penerapan berbagai aplikasi dalam proses bisnisnya.
Keterbatasan dari penulisan ini, penulis hanya menggunakan hasil kajian dari penelitian sebelumnya, untuk hasil yang lebih menggambarkan penerapan budaya digital pada Kementerian Keuangan diperlukan metodologi penelitian lebih lanjut.
Namun demikian, dari penulisan ini diharapkan dapat memberikan informasi bahwa budaya digital sudah menjadi budaya kerja baru di lingkungan Kementerian Keuangan, dan kedepan juga akan menjadi budaya kerja baru di seluruh Kementerian/Lembaga sehingga perlu disiapkan terutama dari sisi sumber daya manusia serta sarana dan prasarana yang menunjang cara kerja digital.


Daftar Pustaka

Sudarto, S. (2019). Pengembangan integrated financial management information system (IFMIS) di Indonesia. Indonesian Treasury Review: Jurnal Perbendaharaan, Keuangan Negara Dan Kebijakan Publik, 4(2), 87-103. https://doi.org/https://doi.org/10.33105/itrev.v4i2.127

Wicaksana, Seta A. (2022). Digital Culture for Digital Transformation.

KHULUQ, Anjahul et al. Rekonsiliasi Data Keuangan Pemerintah Pasca Penerapan Single Database Sakti Menggunakan Finite State Automata. J-SAKTI (Jurnal Sains Komputer dan Informatika), [S.l.], v. 6, n. 1, p. 232-241, mar. 2022. ISSN 2549-7200. http://tunasbangsa.ac.id/ejurnal/index.php/jsakti/article/view/440.
Date accessed: 24 july 2022. doi:http://dx.doi.org/10.30645/j-sakti.v6i1.440.

Taufik dan Warsono, Hardi. (2020). Birokrasi Baru Untuk New Normal: Tinjauan Model Perubahan Birokrasi Dalam Pelayanan Publik Di Era Covid-19. Google scholar

Sinta Delviani, & Rusdi. (2021). PROSES PENYUSUNAN LAPORAN BENDAHARA DAN LAPORAN KEUANGAN MELALUI APLIKASI SPRINT DAN E-REKON PADA KPPN MEULABOH. Juremi: Jurnal Riset Ekonomi, 1(3), 247–254. Retrieved from https://bajangjournal.com/index.php/Juremi/article/view/449

Fithriyyah, MU. (2021) Isu-Isu Kontemporer Administrasi Publik Di Era New Normal. Google Scholar.

Oflagi, Jean Gabril. (dkk), (2018) Analisis Aplikasi E-Rekon-Lk Terhadap Rekonsiliasi Laporan Keuangan Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara Provinsi Utara. available at:
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/gc/article/view/19929