TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) menyatakan pemberian Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) kepada Ormas Keagamaan merupakan kado buruk Presiden Joko Widodo pada peringatan Hari Lingkungan Hidup sedunia.
Hal itu disampaikan Walhi secara tertulis saat Pekan Rakyat Lingkungan Hidup 2024 di Padarincang, Serang, Banten, Rabu (5/6/2024).
Menurut Walhi, izin pertambangan bukanlah mekanisme untuk melakukan pembatasan, pengendalian dan perlindungan terhadap dampak lingkungan dari akibat yang bisa dimunculkan dari aktivitas pertambangan, namun hanya menjadi alat transaksi kekuasaan dan obral sumber daya alam terutama pada sektor tambang batubara.
Dalam catatan Walhi sepanjang periode pemerintahan Presiden Joko Widodo telah ada 827 kasus kekerasan, intimidasi dan kriminalisasi yang dialami oleh rakyat dalam kasus-kasus terkait perjuangan lingkungan hidup, Sebagian besar dari kasus ini adalah pada wilayah-wilayah pertambangan.
“Pemberian izin tambang bagi ormas keagamaan justru akan membuat ormas-ormas ini nantinya berakhir bertikai dengan warga anggotanya sendiri. Adalah sesuatu yang ironis bagi ormas keagamaan yang dibentuk untuk tujuan mulia penyebaran ajaran kebaikan jika harus berakhir menyebabkan konflik baik dengan masyarakat secara umum, lebih-lebih dengan warga anggotanya sendiri karena pemberian izin tambang ini,” papar Walhi.
Pemberian prioritas IUPK kepada Ormas Keagamaan juga berisiko besar akan berakhir menjadi bancakan para pemain tambang yang secara keahlian teknis dan tata niaga-nya telah memiliki pengalaman pada bisnis tambang. Kebutuhan kemampuan mobilisasi sumber daya untuk mendukung operasi teknis dalam bisnis tambang serta penguasaan terhadap tata niaga batubara bukanlah kemampuan yang sekarang dimiliki oleh ormas-ormas keagamaan, karena memang ormas keagamaan tidak dibentuk untuk tujuan bisnis tambang.
Kekosongan kemampuan ini bisa menjadi celah bagi pemain lama bisnis tambang untuk mengambil alih operasi pertambangan dari IUPK yang diberikan prioritasnya kepada ormas keagamaan. Pada akhirnya ini hanya akan berakhir menjadi operasi bisnis tambang pada umumnya yang beresiko tinggi memicu kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia, namun kali ini para pemain tambang yang mendapatkan keuntungan, dan ormas-ormas keagamaan yang mendapatkan getah dari lunturnya nama baik mereka akibat dampak yang ditimbulkan bisnis pertambangan.
Hal ini akan menjadi pukulan besar dari upaya berbagai tokoh dan kelompok-kelompok keagamaan yang secara tekun menjadi pendamping bagi advokasi lingkungan hidup di berbagai daerah di Indonesia.
“Jika ormas-ormas keagamaan menerima tawaran pemerintah untuk mengelola bisnis pertambangan, ini akan bertolak belakang dengan semangat pelestarian lingkungan hidup yang diperjuangkan tokoh-tokoh agama di berbagai daerah, seperti yang ada di Padarincang ini,” tegas Walhi.
Upaya pemberian izin tambang kepada ormas keagamaan hanya akan menjadi pembenaran terhadap segala perusakan yang telah terjadi di Indonesia. Dengan implikasi yang besar terhadap lingkungan hidup dan kehidupan warga di Indonesia, Walhi mengajak ormas-ormas keagamaan untuk menolak pemberian izin pertambangan yang ditawarkan oleh pemerintah, dan justru berhimpun kembali dengan berbagai perjuangan pelestarian lingkungan yang juga digalang oleh tokoh-tokoh keagamaan di berbagai wilayah untuk memulihkan kembali Indonesia dari daya rusaknya lingkungan akibat dari rusaknya demokrasi dan sistem politik Indonesia. Diantara semakin parahnya tatanan ekologis dan kepemimpinan politik yang semakin membawa kerusakan dalam kehidupan warga, kepemimpinan spiritual dari ormas-ormas keagamaan harusnya menjadi salah satu jawaban untuk mempertahankan dan memulihkan ruang hidup dan sumber-sumber penghidupan warga. (**)