TEROPONGNEWS.COM,SORONG – Dalam upaya mengurangi kemiskinan, pengangguran dan ketimpangan pengelolaan/pemanfaatan Kawasan hutan, pemerintah telah mengeluarkan
kebijakan perhutanan sosial yaitu pemberian akses masyarakat sekitar hutan dalam pemanfaatan kawasan hutan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2023.
Sehubungan dengan hal tersebut, Pemerintah Provinsi Papua Barat Daya melalui Dinas Lingkungan Hidup, Kehutanan dan Pertanahan melakukan launching kegiatan pengelolaan perhutanan sosial untuk kesejahteraan masyarakat, sekaligus Rapat Koordinasi (Rakor) SK Kelompok Kerja (Pokja) Perhutanan Sosial Provinsi Papua Barat Daya, Jumat (27/9/2024), di Panorama Hotel Sorong.
Kepala Dinas Lingkungan Hidup, kehutanan dan Pertanahan Papua Barat Daya, Julian Kelly Kambu mengatakan, sebagai salah satu peserta Pendidikan Kepemimpinan Nasional Tk I Lembaga Administrasi Negara (LAN) Angkatan LX pihaknya akan melaksanakan proyek perubahan sebagai Inovasi kebijakan daerah.
“Kami mengakhiri semua tahapan selama dua bulan dengan melakukan launching kegiatan perhutanan sosial untuk kesejahteraan masyarakat, sekaligus membuka rapat kerja pokja perhutanan sosial untuk pemerintah provinsi Papua Barat Daya,”jelasnya.
Lebih lanjut dikatakan Kelly, kegiatan ini merupakan keterpanggilan agar bagaimana hutan di tanah Papua yang kaya tidak menyebabkan manusia di dalamnya tidak berdaya karena kekayaan hutan yang ada.
Apalagi, Kata Kelly, di dalam hutan itu sendiri banyak tersimpan potensi-potensi hasil hutan bukan kayu yang seharusnya bisa mengangkat harkat dan martabat Orang Asli Papua (OAP).
“Adapun potensi-potensi hutan yang bisa dimanfaatkan seperti bisa mendapatkan minyak gaharu, daun teh gaharu, minyak kayu putih, minyak lawang, madu, sagu, dan lain-lain,”ucap Kelly,
Oleh karena itu, dalam waktu dekat pihaknya akan mengumpulkan semua masyarakat tani dan kelompok hutan agar suatu hari nanti mereka bisa mendirikan galeri untuk memasarkan produknya, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan hutan tetap lestari.
“Karena kita di satu sisi dituntut untuk menjaga hutan, tapi di sisi yang lain masyarakat butuh makan, pendidikan, kesehehatan. Sekarang akses ini dibuka ruang untuk masyarakat untuk mengelola di dalam kawasan hutan. Karena sebelumnya akses itu lebih banyak dikelola oleh pemodal,”ungkapnya.
Kelly menambahkan, ia juga akan memperjuangkan agar bagaimana masyarakat OAP mendapatkan pendanaan baik dari Otonomi Khusus (Otsus) maupun Dana Alokasi Khusus( DAK), agar mereka bisa diberdayakan sehingga tidak merusak hutan.
“Ke depan, kami akan perjuangkan DAK itu untuk biaya perhutanan sosial. Dana Otsus juga harus digunakan untuk membiayai perhutanan sosial, terlepas dari dukungan dari mitra pembangunan, sehingga tujuan kita satu, bagaimana menjaga hutan ini tidak dirusak,”tambahnya.