Kriminalitas

Kasus Pembunuhan Vina, Pakar Soroti Ketidakprofesionalan Polres Cirebon dan Polda Jabar

×

Kasus Pembunuhan Vina, Pakar Soroti Ketidakprofesionalan Polres Cirebon dan Polda Jabar

Sebarkan artikel ini
Direktur Eksekutif Human Studies Institute Dr. Rasminto. foto: tangkapan layar/YouTube Teropongnews.

TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Direktur Eksekutif Human Studies Institute Dr. Rasminto menyoroti kasus pembunuhan Vina dan teman lelakinya, Muhammad Rizky atau Eky di Cirebon, dalam tiga aspek.

Pertama berhubungan dengan visual analisis, di mana permasalahan kasus Vina ini mulai viral manjadi sorotan publik setelah film “Vina: Sebelum 7 Hari” tayang di layar lebar. Rasminto menuturkan, di dalam film tersebut memang terdapat tokoh-tokoh yang kontroversial.

“Jadi kasus ini naik sudah delapan tahun baru bisa berlanjut karena adanya film. No viral, no justice. Stigma itu juga terbangun di aparat penegak hukum sehingga ini juga harus dieliminir oleh para penegak hukum,” kata Rasminto saat dihubungi Teropongnews di Jakarta, Rabu (29/5/2024).

Pakar Geografi Manusia dari Universitas Islam 45 (UNISMA) lantas mengungkap aspek kedua, yakni polisi menghapus dua nama pelaku yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) yaitu Dani dan Andi. Dalam hal ini hanya satu buron yang ditangkap adalah Pegi alias Perong.

Disebut-sebut sebelumnya ada 11 pelaku yang diduga terlibat dalam peristiwa pembunuhan Vina dan Eky. Pegi juga diumumkan sebagai otak atau dalang dalam kasus ini. Sementara Dani dan Andi “dilepas”. Ini jelas bertentangan dengan keputusan hakim.

“Kan ada 11 total kalau dari putusan pengadilan yang sudah inkrah, tiga dinyatakan DPO. Setelah film itu 8 hari ditayangkan langsung tertangkap Pegi. Tetapi di hari yang sama konferensi pers tentang Perong ini langsung dinyatakan dua DPO itu diralat,” tutur Rasminto.

Menurut dia, tindakan ini bisa disebut sebagai penghegemonian aparat penegak hukum dan hal tersebut tentu saja tidak dapat dibenarkan.

“Jadi menafikan putusan pengadilan, putusan hakim yang sudah inkrah. Ini jelas menjadi preseden buruk sehingga istilah criminal justice system maupun criminal saintifik system itu enggak berjalan,” tuturnya.

Rasminto menekankan bahwa ini menjadi problem yang harus dipecahkan oleh aparat kepolisian, dalam konteks ini adalah Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) dapat melakukan audit investigasi kasus tersebut dengan melibatkan otoritas lain seperti Komnas HAM hingga pakar-pakar perwakilan dari Perguruan Tinggi.

Seharusnya, lanjut Rasminto, polisi dapat mengeksaminasi dua DPO, bukan justru menghapus Andi dan Dani dari daftar buron. Ia menduga ada kesalahan prosedur di tingkat Polres Cirebon maupun Polda Jawa Barat (Jabar) terkait penetapan tersangka para pelaku sebelumnya di tahun 2016 silam.

“Sehingga kok tiba-tiba dihapus dari DPO. Selain penghegemonian, ini tentang profesionalisme aparat di Polres Cirebon maupun di Polda Jabar. Jadi ada celah penegakan hukum yang tidak profesional yang dilakukan oleh aparat,” ucapnya.

Ketiga, kata Rasminto, dalam konfernsi pers di Polda Jabar pada Minggu (26/5/2024), dirinya melihat perspektif psikologi dari pelaku Pegi alias Perong yang membantah telah menjadi dalang pemerkosaan dan pembunuhan Vina dan kekasihnya di Cirebon.

Rasminto melihat, berdasar dari gestur wajah dan gerak bibirnya, Pegi sudah berkata apa adanya di depan awak media.

“Dia menyatakan rela mati karena dia tidak melakukan pembunuhan dan ironisnya penetapan Pegi ini sangat melihat dari seperti alur film itu sendiri bahwa Pegi dan keluarganya terlibat dalam menyimpan, mengamankan pelaku. Jadi alur ceritanya hampir mirip. Apakah prosedur di kepolisian itu berdasarkan alur film atau berdasarkan criminal justice system yang dimiliki?” ucapnya terheran-heran.

Di sisi bersamaan, Rasminto melihat Pegi tidak mencirikan dirinya sebagai anak geng motor. Sebagaimana diketahui, umumnya anak geng motor sengaja memakai simbol seperti tato di badan dan lainnya untuk mencirikan dia sebagai anggota geng tersebut.

“Secara fisik dia tidak ada tato-tato, publik melihat di situ ada keganjilan. Kalau kita lihat komunitas geng motor, mereka sangat berani melakukan gambar-gambar di tubuh atau tato di tubuhnya, ini kan tidak. Jadi banyak keganjilan yang terjadi dalam kasus Vina ini, memang jadi wajar publik bertanya-tanya,” ucapnya.

Kasus pembunuhan Vina Cirebon memasuki babak baru, setelah satu dari tiga tersangka berhasil ditangkap Polda Jawa Barat bersama Direktorat Tindak Pidana Umum (Dittipidum) Bareskrim Polri.

Pembunuhan dan pemerkosaan terhadap Vina terjadi Agustus 2016 silam. Remaja Cirebon itu dibunuh bersama kekasihnya, Muhammad Rizky. Ada 11 pelaku yang diduga terlibat dalam peristiwa tragis tersebut. Kasus ini kembali mencuat setelah film berjudul “Vina: Sebelum 7 Hari”.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *