HukumKriminalitas

Advokat Raden Nuh Ungkap Ada Dugaan Kolusi dalam Penanganan Perkara Narkoba Kliennya

×

Advokat Raden Nuh Ungkap Ada Dugaan Kolusi dalam Penanganan Perkara Narkoba Kliennya

Sebarkan artikel ini
Sidang Singgih Prananto Siam, terdakwa kasus dugaan kepemilikan narkotika jenis sabu-sabu di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2024),

TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Raden Nuh, kuasa hukum Singgih Prananto Siam, terdakwa kasus dugaan kepemilikan narkotika jenis sabu-sabu, di hadapan majelis hakim pimpinan Teguh Santoso di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2024), mempertanyakan legalitas penangkapan, penahanan hingga penggeledahan kliennya.

Pertanyaan itu muncul saat Jaksa Penuntut Umum pada Kejaksaan Negeri Jakarta Pusat (Kejari Jakpus) mendengarkan keterangan saksi fakta yakni, Fitrianto selaku penyidik pembantu pada Polsek Sawah Besar.

“Apakah saat penangkapan saksi membawa dan menunjukan surat penangkapan?” tanya Raden Nuh.

Saksi Fitrianto kemudian menjawab, “Kami membawa dan menunjukan surat penangkapan kepada terdakwa.”

Kemudian Raden Nuh menunjukkan surat penangkapan yang berisi status Singgih Prananto adalah tersangka.

Padahal menurut keterangan Fitrianto di persidangan, ia bersama dua rekannya melakukan penangkapan pada Jumat 26 Januari 2024, berdasarkan informasi masyarakat.

Bahwa di sebuah warung Jalan Pangeran Jayakarta Jakpus diduga kerap terjadi transaksi narkoba.

“Pertanyaannya mengapa terdakwa Singgih tiba-tiba sudah sebagai ditetapkan sebagai tersangka. Padahal saksi menyebutkan ada informasi dari masyarakat. Kapan surat penangkapan itu dibuat?” ucap Raden Nuh dengan nada penuh tanda tanya.

Selain kejanggalan surat penangkapan yang disinyair dibuat sebelum penangkapan oleh oknum kepolisian Polsek Sawah Besar.

Pada proses penggeledahan rumah terdakwa Singgih, saksi Fitrianto pun mengaku tidak mengetahui apakah pimpinan Polsek Sawah Besar membekali surat penggeledahan yang diterbitkan pihak Pengadilan Negeri Jakpus.

“Mulai dari surat penetapan tersangka, surat perintah penahanan, surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) tidak ada semuanya. Negara kita ini negara hukum atau negara barbar,” tegas dia.

Raden Nuh menilai kasus yang melilit Singgih Prananto merupakan peristiwa pidana yang sarat dengan kolusi antara oknum penyidik Polsek Sawah Besar, oknum penuntut umum, oknum hakim praperadilan dan oknum majelis hakim PN Jakpus.

“Diduga di sini sudah ada kolusi antara oknum penyidik Polsek Sawah Besar, oknum penuntut umum, oknum hakim praperadilan dan oknum majelis hakim PN Jakpus,” tegas Raden Nuh.

Diberitakan sebelumnya, sikap arogansi kekuasaan yang dipertontonkan penuntut umum Aditya Hilmawan dari Kejaksaan Negeri (Kejar) Jakarta Pusat, kepada terdakwa Singgih Prananto Siam, kian membuktikan bahwa penegakan hukum di Indonesia tajam ke bawah namun tumpul ke atas benar adanya.

Hal tersebut terungkap saat kuasa hukum Singgih Prananto, Raden Nuh membacakan eksepsinya di ruang persidangan pidana umum di Pengadilan Negeri Jakpus, Rabu (6/3/2024).

Dalam eksepsinya Raden Nuh mengatakan bahwa JPU Aditya melarang dirinya untuk mendampingi Singgih Prananto saat pemeriksaan pada 26 hingga 28 Februari 2024.

“Selama menjalani pemeriksaan oleh penuntut umum, pada 26 hingga 28 Februari 2024. Terdakwa tidak diizinkan oleh penyidik untuk menghubungi keluarga maupun penasehat hukum sebelum perkara dilimpahkan ke pengadilan,” ucap Raden Nuh.

Bahkan, sambungnya, saat Raden Nuh bersama keluarga Singgih Prananto, mendatangi Kantor Kejari Jakpus, tetap saja penuntut umum melarang melakukan pendampingan hukum selama menjalani pemeriksan oleh penuntut umum.

“Seusai persidangan praperadilan pada 26 Februari 2024 bersama keluarga terdakwa mendatangi Rutan Polres Jakarta Pusat untuk menemui terdakwa, ternyata sudah dipindahkan ke Kejari Jakpus,” beber Raden Nuh.

Sesampainya di Kantor Kejari Jakpus, kemudian dia melaporkan diri ke sentra pelayanan terpadu satu pintu (PTSP) Kejari Jakpus.

“Setelah melapor diri, kami disuruh untuk menunggu. Setelah menunggu selama 2 jam,  seorang staf Kejari Jakpus mengatakan kepada kami bahwa JPU Aditya tidak bisa ditemui karena mendadak sakit,” tulis Raden Nuh dalam eksepsinya.

Advokat Raden Nuh menyebut perbuatan oknum penyidik kepolisian dan penuntut umum terhadap kliennya, tidak sesuai ketentuan Pasal 57 Kuhap berbunyi, “tersangka atau terdakwa yang dikenakan penahanan berhak menghubungi penasehat hukumnya sesuai ketentuan perundangan-undangan”.

Hingga berita ini ditayangkan matafakta.com masih berupaya meminta tanggapan kepada Jaksa Aditya mengenai permasalahan tersebut. (Sofyan Hadi)

358_PENGUMUMAN-HASIL-PENELITIAN-ADMINISTRASI_PPD