TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Sebanyak tiga bos tambang mangkir dari panggilan pemeriksaan tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (29/1/2024). Mereka antara lain Direktur Utama (Dirut) PT Trimegah Bangun Persada (Harita Group) Roy Arman Arfandy.
“Roy Arman Arfandy, saksi tidak hadir dan konfirmasi jadwal ulang,” kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Rabu (31/1/2024).
Sementara, dua saksi lainnya yakni Dirut PT Adidaya Tangguh Eddy Sanusi dan Direktur PT Smart Marsindo Shanty Alda Nathalia. Keduanya justru sama sekali tidak mengonfirmasi ketidakhadirannya pada Senin kemarin. KPK mengingatkan agar kooperatif.
“Kedua saksi tidak hadir dan tanpa memberikan konfirmasi pada tim penyidik. Kami ingatkan untuk kooperatif hadir pada pemanggilan berikutnya,” jelas Ali.
Sebelumnya, KPK menjadwalkan pemeriksaan terhadap lima saksi yang merupakan bos tambang terkait perkara dugaan suap pengadaan dan perijinan proyek di Pemprov Maluku Utara dengan tersangka Abdul Gani Kasuba (AGK) dkk pada Senin, (29/1).
Namun, hanya dua saksi yang hadir yakni Direktur Utama PT Nusa Halmahera Mineral Romo Nitiyudo Wachjo dan Direktur Halmahera Sukses Mineral Ade Wirawan Lohisto. Keduanya dikonfirmasi soal dugaan aliran uang untuk pengurusan izin pertambangan di wilayah Maluku Utara.
“Kedua saksi hadir dan didalami pengetahuannya antara lain terkait dengan pengurusan izin pertambangan yang ada di wilayah Maluku Utara dan dugaan adanya aliran uang untuk tersangka AGK dalam pengurusan dimaksud,” ungkapnya.
Sebelumnya, KPK telah menjerat Direktur Ekseternal PT Trimegah Bangun Persada, Stevi Thomas dan Gubernur nonaktif Maluku Utara, Abdul Gani Kasuba sebagai tersangka.
KPK juga menetapkan Kadis Perumahan dan Pemukiman Maluku Utara Adnan Hasanudin, Kadis PUPR Daud Ismail, dan Kepala BPPBJ Ridwan Arsan. Kemudian, Ramadhan Ibrahim yang merupakan ajudan Abdul Gani Kasuba, serta Kristian Wuisan.
Penetapan tersangka dilakukan KPK melalui gelar perkara setelah memeriksa secara intensif 18 orang yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Jakarta dan Maluku Utara pada Senin, 18 Desember 2024.
Abdul Gani diduga menerima suap terkait sejumlah proyek di Maluku Utara. Salah satunya proyek jembatan dan jalan dengan total anggaran mencapai Rp 500 miliar.
Dalam menjalankan aksinya, Abdul Gani Kasuba memerintahkan Adnan Hasanudin, Daud Ismail, dan Ridwan Arsan untuk menyampaikan berbagai proyek di Maluku Utara, termasuk proyek jalan dan jembatan ruas Matuting-Rangaranga, pembangunan jalan dan jembatan ruas Saketa-Dehepodo.
Dari proyek-proyek tersebut, Abdul kemudian menentukan besaran yang menjadi setoran dari para kontraktor. Di antara kontraktor yang dimenangkan dan menyatakan kesanggupan memberikan uang yaitu Kristian Wuisan.
Selain itu, Stevi Thomas juga telah memberikan uang kepada Abdul Gani Kasuba melalui Ramadhan Ibrahim untuk pengurusan perizinan pembangunan jalan yang melewati perusahannya yang merupakan anak usaha dari Harita Group.
Kristian dan Stevi menyetorkan uang suap secara tunai maupun rekening penampung dengan menggunakan nama rekening bank atas nama pihak lain maupun pihak swasta.
Sejauh ini, KPK menyita uang Rp 2,2 miliar yang disimpan di rekening penampung. Uang-uang tersebut kemudian digunakan di antaranya untuk kepentingan pribadi AGK berupa pembayaran menginap hotel dan pembayaran dokter gigi.
Selain suap proyek, Abdul Gani juga diduga menerima suap dari para ASN di Pemprov Maluku Utara untuk mendapatkan rekomendasi dan persetujuan menduduki jabatan di Pemprov Maluku Utara.