LingkunganPeristiwa

Masyarakat Papua Demo di MA, Desak Izin Buka Lahan Sawit 36 Ribu Hektar Dibatalkan

×

Masyarakat Papua Demo di MA, Desak Izin Buka Lahan Sawit 36 Ribu Hektar Dibatalkan

Sebarkan artikel ini
Masyarakat adat Papua tengah melayangkan aksi penyampaian pendapat di depan gedung Mahkamah Agung, Jakarta, (Foto: Dok. resmi Greenpeace)

TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Polemik masyarakat adat Papua dengan pengelola perusahaan perkebunan sawit PT Indo Asiana Lestari (IAL) soal rencana pembukaan lahan seluas 36.094 hektar yang berlokasi di Boven Digul dinilai mampu merusak ekosistem lingkungan. Hal itu disampaikan puluhan aktivis dan masyarakat Papua di depan Gedung Mahkamah Agung (MA), Senin (27/5) lalu.

Didepan Gedung MA, sejumlah masyarakat dari suku Awyu dan suku Moi hadir mengenakan pakaian adat daerah mereka dibarengi dengan tarian khas daerah Papua.

Salah satu pemuda dari suku Awyu, Hendrikus Woro meminta MA untuk memulihkan hak-hak suku Awyu yang telah dirampas dan membatalkan izin pembukaan lahan sawit PT IAL.

“Kami datang menempuh jarak yang jauh, rumit, dan mahal dari Tanah Papua ke Ibu Kota Jakarta, untuk meminta Mahkamah Agung memulihkan hak-hak kami yang dirampas dengan membatalkan izin perusahaan sawit yang kini tengah kami lawan ini,” kata Hendrikus dikutip dari laman resmi Greenpeace, Senin (3/6/2024).

Hendrikus juga telah melayangkan gugatan terhadap Pemerintah Provinsi Papua atas izin kelayakan lingkungan hidup pembukaan lahan sawit di dalam hutan adat warisan leluhurnya dengan luas lebih dari separuh kota DKI Jakarta. Namun, gugatan itu kandas di pengadilan tingkat pertama dan kedua.

Senada dengan hal diatas, perempuan adat suku Awyu Rikardaa Maa mengaku tersiksa dengan kerusakan hutan yang disebabkan oleh aktifitas pengolahan sawit PT IAL. Ia meminta eksploitasi itu dihentikan untuk menjaga warisan alam terakhir kepada anak cucunya kelak.

“Kami sudah cukup lama tersiksa dengan adanya rencana sawit di wilayah adat kami. Kami ingin membesarkan anak-anak kami melalui hasil alam. Sawit akan merusak hutan kami, kami menolaknya,” kata Rikarda Maa.

Diketahui, hutan tersebut merupakan habitat bagi flora dan fauna endemik tanah Papua, serta penyimpan cadangan karbon dalam jumlah besar. Keberadaan perusahaan sawit dibilai akan merusak hutan yang menjadi sumber penghidupan, pangan, air, obat-obatan, budaya, dan pengetahuan masyarakat adat Awyu dan Moi.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *