TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Asosiasi Pengajar Hukum Adat (APHA) mengemukakan ada tiga cara untuk membela hak masyarakat adat, yakni lewat Mahkamah Konstitusi, cara politis, dan jalur masyarakat.
Hal itu disampaikan Kepala Hubungan Masyarakat APHA, Theo Muhammad Yusuf di Jakarta, Senin (27/5/2024).
Dijelaskan, di jalur secara politis, yakni harus mendekati infrastruktur eksekutif dan kedua adalah lewat masyarakat. “Upaya membela masyarakat adat lewat jalur masyarakat bisa melalui media atau lembaga-lembaga tertentu. Yang menjadi ‘sasaran’ dalam penyerangan tersebut adalah pihak konglomerat yang bergerak di sektor tambang dan kelapa sawit,” ujar Theo.
Menurut Theo, dua sektor itu, yaitu tambang dan kelapa sawit, menjadi sasaran utama karena sering menjadi pihak yang merebut lahan masyarakat adat di seluruh wilayah Indonesia.
Terkait jalur kedua, yakni melakukan pendekatan pada elite politik yang sudah maupun yang akan berkuasa, Theo menyatakan hal itu harus dilakukan agar upaya penuntasan masalah masyarakat adat mendapat dukungan politik dari pemerintah.
Dalam hal ini, Theo mencontohkan upaya pendekatan pada jajaran Partai Gerindra atau orang dekat Presiden terpilih Prabowo Subianto yang nantinya akan memimpin.
“Para petinggi partai atau sekjen yang nantinya mungkin akan jadi menteri,” kata Theo.
Terakhir, yakni jalur konstitusi yang sedang bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan tiga upaya tersebut, Theo yakin arah kebijakan pemerintah nantinya akan berubah dan berpihak pada kepentingan masyarakat adat.
Kementerian Masyarakat Hukum Adat
Pada kesempatan sama, Direktur Eksekutif APHA Hirmansyah juga mengatakan pentingnya political will atau kemauan politik pemerintah dalam menuntaskan masalah masyarakat adat.
Kemauan politik itu akan menjadi pendorong bagi pemerintah untuk melahirkan undang-undang ataupun alat negara seperti kementerian yang khusus untuk menangani masalah masyarakat adat di seluruh Indonesia.
Saat ini, APHA sedang mengajukan permohonan uji materi atau judicial review ke MK terkait Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Dalam pokok uji materi, APHA meminta ada penambahan frasa “masyarakat hukum adat” pada pasal 5 ayat (2).
Hirmansyah berharap uji materi ini dapat melahirkan keputusan MK yang setuju pembentukan Kementerian Masyarakat Hukum Adat.
Sedangkan kuasa hukum APHA, Viktor Santoso Tandiasa menilai Kementerian Masyarakat Hukum Adat harus diisi oleh aktivis-aktivis yang selama ini membela hak masyarakat adat di wilayah.
“Di kementerian itu harus diisi aktivis-aktivis masyarakat adat semua tuh. Sehingga benar-benar akan memikirkan bagaimana menguatkan legalitas masyarakat hukum adat,” kata Viktor.
Menurut Viktor, para aktivis merupakan sosok tepat ditempatkan di kementerian tersebut lantaran mengetahui dengan detail kondisi permasalahan di lapangan.
Para aktivis yang bergerak membela masyarakat adat juga dinilai memiliki solusi yang tepat sasaran untuk masyarakat.
Dengan demikian, Kementerian ini dipastikan dapat menjadi wadah pelindung masyarakat adat dalam mencari keadilan.
Selain itu, Viktor juga tidak ingin kementerian ini hanya menjadi “kue” yang dibagikan-bagikan oleh penguasa kepada elite politik partai yang tidak paham masalah masyarakat adat.
“Jangan sampai nanti seorang politisi yang tidak mengerti apa-apa soal masyarakat hukum adat itu yang kemudian mengambil alih, itu yang penting,” ucap dia. (*/TN)