TEROPONGNEWS.COM, SORONG – Kementerian Keuangan Republik Indonesia melalui Perwakilan Kementerian Keuangan Papua Barat pada 29 Maret 2024 di Manokwari telah mengeluarkan rilis terbaru Kitong Pu APBN dari Januari – Februari 2024. Keterangan pers itu dikeluarkan oleh Kepala Sekretariat Perwakilan Kementerian Keuangan Papua Barat, Luxman Efendy.
Dalam siaran pers itu, disampaikan resiko global masih tinggi dibayangi oleh tensi geopolitik di berbagai belahan dunia yang terus membayangi, serta tantangan digitalisasi ekonomi, perubahan iklim, dan transisi demografi menuju ageing population.
Risiko tersebut ditambah dengan prospek pelemahan ekonomi tiongkok yang didorong oleh pelemahan konsumsi dan ditengah tekanan inflasi global yang mereda namun negara-negara maju masih menahan kebijakan moneter dengan suku bunga tinggi sehingga memberikan tekanan terhadap pasar keuangan global.
Ditengah kondisi tersebut seiring aktivitas ekonomi domestik yang terjaga, kinerja APBN surplus namun perlu mengantisipasi perlambatan Pendapatan Negara.
Ditengah kondisi domestik yang relatif kuat, volatilitas pasar keuangan global dan perlambatan pertumbuhan perekonomian dunia perlu diwaspadai.
Kinerja APBN tetap solid dalam menjalankan peran sebagai shock absorber untuk melindungi daya beli, menjaga stabilitas ekonomi, dan mendukung berbagai agenda pembangunan.
Perkembangan ekonomi nasional di Kuartal I 2024 diproyeksikan tetap kuat didorong oleh peningkatan konsumsi, peningkatan aktivitas sektor manufaktur, dan kinerja eksternal.
Indonesia mampu melanjutkan tren positif yang telah dicapai sepanjang tahun 2022 dengan pertumbuhan ekonomi tahun 2023 sebesar 5,05 persen (yoy).
Sampai dengan 29 Februari 2024, APBN mencatatkan realisasi Pendapatan Negara Rp400,36 triliun atau 14,29 persen dari target sementara realisasi Belanja Negara Rp374,32 triliun atau 11,26 persen dari target.
Sejalan dengan kondisi perekonomian nasional yang masih tumbuh kuat, pada tataran Regional Papua Barat (Provinsi Papua Barat dan Provinsi Papua Barat Daya) menunjukkan hal yang serupa yang ditunjukkan oleh beberapa indikator berikut: PDRB tahun 2024 tumbuh sebesar 5,89 persen (yoy).
Inflasi Provinsi Papua Barat pada bulan Februari 2024 mencapai 3,61 persen (yoy) dan Provinsi Papua Barat Daya mencapai 1,81 persen (yoy).
Pada Februari 2024 tingkat inflasi Provinsi Papua Barat sebesar 0,13 persen (mtm) atau 3,61 persen (yoy) dan Provinsi Papua Barat Daya sebesar – 0,11 persen (mtm) atau 1,81 persen (yoy).
Penyumbang Utama Inflasi bulanan di Papua Barat adalah kelompok transportasi (0,08%). Komoditas penyumbang utama inflasi antara lain beras, tarif angkutan udara, ikan cakalang, bayam dan bawang putih.
Sedangkan penyumbang utama deflasi bulanan di Papua Barat Daya adalah kelompok penyediaan makanan dan minuman/restoran (0,03%).
Realisasi Pendapatan APBN Regional Papua Barat sampai dengan bulan Februari 2024, mencapai 9,12 persen dari target atau sebesar Rp323,53 miliar.
Realisasi pendapatan terbesar berasal dari Pajak Dalam Negeri sebesar Rp241,69 miliar dengan kontribusi terbesar yaitu PPh Non Migas mencapai Rp143,02 miliar disusul oleh penerimaan PPN dan PPnBM yang mencapai Rp94,62 miliar.
Dari lima sektor dengan kontribusi terbesar, terdapat sektor yang mengalami pertumbuhan neto negatif, yaitu: sektor administrasi pemerintahan dan jaminan sosial wajib mengalami kontraksi sebesar 46.43% (yoy) dan mempunyai kontribusi sebesar 31.51%.
Kontraksi tersebut disebabkan karena telah berakhirnya proyek yang didanai oleh APBN dan APBD yang tidak terulang lagi di Tahun 2024 seperti Proyek yang dikerjakan oleh Dinas PUPR Kabupaten Teluk Bintuni. Sektor Konstruksi mengalami kontraksi sebesar 79.33%(yoy) dan mempunyai kontribusi sebesar 4.41%.
Kontraksi di Sektor Konstruksi ini disebabkan oleh telah berakhirnya proyek konstruksi yang tidak terulang lagi di Tahun 2024. Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda motor tumbuh 18.52%(yoy) dan mempunyai kontribusi sebesar 13.67%.
Pertumbuhan ini disebabkan oleh peningkatan aktivitas perdagangan. Sektor Pertambangan dan Penggalian tumbuh 5.56% (yoy) dan mempunyai kontribusi sebesar 11.97%.
Pertumbuhan tersebut dikarenakan adanya peningkatan aktivitas kegiatan pertambangan. Sektor Industri Pengolahan tumbuh 18.08% (yoy) dan mempunyai kontribusi sebesar 11.30%.
Pertumbuhan ini disebabkan dari peningkatan aktivitas industri pengolahan yang menjadi penopang kegiatan ekonomi di Provinsi Papua Barat yaitu antara lain industri migas, kayu lapis, kelapa sawit, dan semen.
Sementara itu penerimaan pada sektor PNBP telah mencapai 29,32 persen dari target mencapai Rp80,69 miliar. Kinerja PNBP ditopang dengan adanya kenaikan yang sangat signifikan pada Pendapatan BLU yang telah terealisasi 17,89 miliar sedangkan pada periode yang sama tahun sebelumnya hanya sebesar Rp5,28 miliar.
PNBP di regional Papua Barat didominasi oleh Pendapatan Jasa Kepelabuhan dan Pendapatan dari BPJS Kesehatan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Lanjutan (FKTL).