TEROPONGNEWS.COM, AMBON – Kepala Badan Pengelola Pajak dan Retribusi Daerah (BPPRD) Kota Ambon, R. de Fretes, membantah tudingan, bahwa pihaknya melakukan pemerasan terhadap pengusaha lokal, dalam penilaian Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), sebagaimana pemberitaan salah satu media lokal di daerah ini.
de Fretes yang didampingi Kepala Bidang (Kabid) PBB, Jafar Marasabessy mengungkapkan, penilaian objek pajak tidak dilakukan asal-asalan, namun mengacu pada peraturan perundangan-undangan yang berlaku, yakni Peraturan Menteri Keuangan (Permenkeu) Nomor 208/PMK.07 Tahun 2018 tentang Pedoman Penilaian Pajak Bumi dan Bangunan, sedangkan ketentuan operasionalnya mengacu pada peraturan Daerah (Perda) Kota Ambon Nomor 4 Tahun 2013.
“Dalam pemberitaan menekankan ada ketidakbenaran mengenai perhitungan PBB objek pajak, namun saya menegaskan bahwa kami Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, dalam hal ini BPPRD, sudah memperlakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” kata dia kepada wartawan, di ruang kerjanya, Jumat (12/5/2023).
Dia menegaskan, seiring dengan pelimpahan kewenangan pemungutan PBB dari pusat ke daerah menjadi PBB perdesaan dan perkotaan di tahun 2014, maka sosialisasi terkait pelaksanaannya telah dilakukan kepada wajib pajak.
“Apapun yang terjadi kita telah lakukan sosialisasi. Malahan sejak tahun 2014, namun mungkin ada wajib pajak yang belum mengetahui atau membaca mengenai hal itu,” beber dia.
Terkait tudingan tersebut, Kepala Bidang PBB, Jafar Marasabessy menjelaskan, yang menjadi pokok persoalan adalah, perubahan nilai dan besaran denda yang dikenakan pada dua objek pajak tahun 2021 dan 2022, milik salah satu pengusaha lokal di kota Ambon.
Berdasarkan Perda Nomor 4 Tahun 2013, dasar pengenaan PBB Perdesaan dan Perkotaan adalah Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Sementara, jatuh tempo pembayaran dan penyetoran PBB adalah 6 bulan sejak diterimanya Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT), yang apabila tidak dibayar akan dikenakan sanksi administrasi bunga sebesar 2 persen setiap bulan.
“Apabila wajib pajak tidak dapat melunasi sesuai SPPT, maka dapat mengajukan keberatan, setelah melunasi paling sedikit sejumlah yang disetujui oleh wajib pajak. Namun hal itu sama sekali tidak dilakukan oleh wajib pajak yang bersangkutan,” ungkap dia.
Keberatan dimaksud, lanjut Jafar, dapat diajukan 3 bulan sejak SPPT terbit, sehingga dalam kasus ini sudah kadaluarsa, dan BPPRD seharusya tidak perlu lagi menerima keberatan dari wajib pajak.
“Namun, kami memandang semua pengusaha di Kota Ambon adalah, mitra Pemkot Ambon untuk pembangunan di kota ini, sehingga tetap harus tetap kami layani,” tambahnya.
Dikatakan, apabila tidak ada tidak ada itikad baik oleh wajib pajak dan terindikasi ada upaya menghindari pajak, maka Pemkot Ambon dalam penyelesaiannya akan melibatkan Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon.
“Hal itu karena Pemkot Ambon telah melakukan MoU dengan Kejari di Bidang Hukum Perdata dan TUN, sehingga nantinya akan dicarikan jalan keluar, untuk penyelesaian dengan Kejari,” tandasnya.