TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Senior Forest Campaigner at Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra menyinggung apabila pembalakan liar pohon merbau di Sorong, Provinsi Papua Barat Daya tidak bisa dihentikan, maka spesies tersebut terancam punah.
Belum lama ini mencuat kabar, ada sejumlah tempat penampungan kayu (TPK) merbau di Sorong diduga tidak memasang plang. Di lokasi tersebut diduga terjadi pengolahan hingga merbau dijadikan balok.
Diduga juga, TPK yang tidak memiliki izin industri itu ajaibnya bisa mendistribusikan kayu merbau hingga ke Surabaya, Jawa Timur.
Syahrul pun sempat menyaksikan sejumlah data video pendek yang dimiliki TeropongNews terkait TPK di Sorong diduga melakukan pengolahan kayu. Dia berkesimpulan bahwa balok-balok kayu yang ada di TPK diolah dari jenis pohon merbau.
Kata Syahrul, pohon merbau memiliki ciri khas berupa kayu keras berwarna agak merah kecokelatan. Kayu tersebut biasa dijadikan properti mebel dan pintu kusen. Maka itu, kayu jenis ini kerap dibidik oleh perusahaan-perusahaan terkait.
“Untuk kepentingan properti. Maka itu perburuan merbau ini masif terjadi di sana, yang memang merbau hanya tersisa di Papua,” kata Syahrul saat diwawancarai TeropongNews di Depok, Jawa Barat, Rabu (3/3/2023).
Kalau kayu merbau terus ditebangi tanpa diimbangi dengan penanaman kembali, maka kelamaan pohon jenis ini bisa punah dari muka bumi.
“Ya kalau merbau ini terus diincar, ditebang, dan bahkan sejauh ini penanaman merbau belum ada yang benar-benar berhasil, ya kelamaan mereka akan punah,” ujarnya kepada TeropongNews.
Dalam catatannya sudah ada beberapa jenis tumbuhan yang terancam punah seperti pohon ramin. Bukti bahwa populasi merbau di Bumi Cenderawasih kian menipis, menurut dia, adalah diameter yang ditebang saat ini sudah tidak melihat batasan minimum.
“Kalau dulu orang mengincar di atas 40 cm untuk diameter merbau-nya, itu sekarang di bawah itu juga diambil. Kalau ilegal logging mereka benar-benar tidak pandang bulu yang ada di sekitar dibabat semua dan itu praktik yang masih terjadi di Papua termasuk di Sorong,” ujarnya.
Dia memastikan bahwa dugaan kejahatan ilegal logging di Sorong ini masuk dalam kategori organized crime atau kejahatan yang terorganisir. Sebab, bisnis ilegal ini melibatkan aktor yang bukan hanya ada di lapangan saja.
“Tetapi juga melibatkan oknum bisa jadi penegak hukum dari pemerintahan terkait kemudian melibatkan cukong, lalu pemodal yang kemudian akan mendanai semua operasi di lapangan,” ucapnya.
Semisal TPK bisa bisa mendistribusikan kayu merbau sampai ke Surabaya, maka disinyalir jangan-jangan TPK milik LO terindikasi bukanlah pelaku tunggal yang bisa bekerja secara independen di lapangan.
Maka itu, Syahrul meminta aparat penegak hukum terkait harus berani menelusuri siapa-siapa saja pihak yang terlibat. Sebab, sekelas TPK saja diduga bisa mendistribusikan kayu sampai dijual ke luar dari wilayah Papua Barat Daya.
“Penegak hukum harus menelusuri siapa-siapa saja yang terlibat di sini baik itu oknum di pemerintahan di penegak hukum siapa dan kemudian siapa yang menjadi cukong mendistribusikan kayu ini,” ujar dia.
Di kabupaten Sorong diduga terjadi aktivitas pengolahan kayu industri ilegal disebut-sebut menjamur di wilayah Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.
Tak hanya itu, Pebisnis LO juga disebut-sebut membeli kayu jenis Merbau hasil olahan masyarakat (pacakan) kemudian diolah berbentuk sarkelan, dan selanjutnya dikirim ke luar Papua, tepatnya ke Surabaya melalui Pelabuhan Laut Sorong. Modus operandinya, LO disebut memakai jasa atau dokumen PT SKS.