Scroll untuk baca artikel
Example 525x600
Example floating
Example floating
Example 728x250
Berita

Greenpeace: Pembalakan Liar Merbau di Sorong Ancam Keanekaragaman Hayati di PBD

×

Greenpeace: Pembalakan Liar Merbau di Sorong Ancam Keanekaragaman Hayati di PBD

Sebarkan artikel ini
Senior Forest Campaigner at Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra. (foto: Erlangga Sebastian/TN).
Example 468x60

TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Senior Forest Campaigner at Greenpeace Indonesia, Syahrul Fitra mengkhawatirkan apabila aksi pembalakan liar terhadap pohon merbau di Sorong terus dilakukan, maka dengan sendirinya akan mengancam biodiversitas atau keanekaragaman hayati baik tumbuhan, hewan, dan ekosistem di Provinsi Papua Barat Daya (PBD).

Belum lama ini mencuat kabar, ada tempat penampungan kayu (TPK) merbau di Sorong diduga milik LO tidak memasang plang. Di lokasi tersebut diduga terjadi pengolahan hingga merbau dijadikan balok. Diduga juga, TPK yang tidak memiliki izin industri itu ajaibnya bisa mengirimkan kayu merbau hingga ke Surabaya, Jawa Timur.

Example 300x600

“Kalau pembalakan liar dilakukan secara terus-menerus itu tentu Papua akan kehilangan hutan secara signifikan,” kata Syahrul saat diwawancarai TeropongNews di Depok, Jawa Barat, Rabu (1/3/2023).

Dalam catatannya, saat ini di wilayah Bumi Cenderawasih masif “bertumbuhan” berbagai industri berbasis lahan seperti perkebunan sawit hingga merambah ke hutan tanaman industri. Di sisi bersamaan, hal tersebut nantinya akan mengonversikan hutan dalam skala yang sangat luas.

“Ditambah lagi dengan kejahatan illegal logging ini, maka itu akan terus terakumulasi,” ucapnya.

Syahrul bilang, ketika deforestasi di Papua Barat Daya semakin meninggi, Greenpeace mengkhawatirkan keanekaragaman hayati di sana akan semakin hilang. Sebab, di lokasi pembalakan liar bahkan di tempat yang ada izin-izin perkebunan sekalipun tidak pernah dilakukan identifikasi ekosistem apa saja yang hidup di sana.

“Apa saja biodiversitas yang ada di situ, jenis tumbuhan atau satwa liar yang ada di sana dan sebagainya. Kalau penebangan dilakukan, itu akan mengancam keberadaan tumbuhan dan satwa liar yang ada di sana,” ucapnya.

Menurut Syahrul, apabila illegal logging ini tidak dihentikan segera, maka imbasnya akan berdampak negatif pada kehidupan masyarakat adat di Papua Barat Daya, khususnya di wilayah Sorong.

“Yang kita tahu di Papua sangat erat dengan keberadaan hutan itu sendiri,” ujarnya.

Selain itu, penggundulan hutan dalam skala besar turut memicu perubahan iklim, seperti naiknya suhu di muka bumi. Wilayah Bumi Cenderawasih dikenal sebagai tempat penyimpanan karbon.

“Dan saat ini dalam kondisi yang krisis. Kondisi iklim kita makin tidak menentu. Kalau memang kehilangan hutan itu terus dibiarkan dalam waktu yang lama, kita tidak dapat bayangkan dampak atau bencana seperti apa yang kita terima akibat pemanasan global yang terjadi,” kata Syahrul.

Syahrul memastikan bahwa kejahatan illegal logging ini masuk dalam kategori organized crime atau kejahatan yang terorganisir. Sebab, bisnis ilegal ini melibatkan aktor yang bukan hanya ada di lapangan saja.

“Tetapi juga melibatkan oknum bisa jadi penegak hukum dari pemerintahan terkait kemudian melibatkan cukong, lalu pemodal yang kemudian akan mendanai semua operasi di lapangan,” ucapnya.

Semisal TPK LO bisa mendistribusikan kayu merbau sampai ke Surabaya, maka disinyalir LO terindikasi bukanlah pelaku tunggal yang bisa bekerja secara independen di lapangan.

Maka itu, Syahrul meminta aparat penegak hukum terkait harus berani menelusuri siapa-siapa saja pihak yang terlibat. Sebab, sekelas TPK saja diduga bisa mendistribusikan kayu sampai dijual ke luar dari wilayah Papua Barat Daya.

“Penegak hukum harus menelusuri siapa-siapa saja yang terlibat di sini baik itu oknum di pemerintahan di penegak hukum siapa dan kemudian siapa yang menjadi cukong mendistribusikan kayu ini,” ujar dia.

Sebelumnya dikhabarkan aktivitas pengolahan kayu industri ilegal disebut-sebut menjamur di wilayah Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya. Salah satunya berlokasi di Jalan Pariwisata, tepatnya di depan Kantor KPUD Kabupaten Sorong. Paling disoroti adalah TPK yang diduga dimiliki oleh LO.

LO juga disebut-sebut membeli kayu jenis Merbau hasil olahan masyarakat (pacakan) kemudian diolah berbentuk sarkelan, dan selanjutnya dikirim ke luar Papua, tepatnya ke Surabaya melalui Pelabuhan Laut Sorong. Padahal, TPK milik LO diduga tidak memiliki izin industri. Modus operasinya, LO disebut memakai jasa atau dokumen PT SKS.

Example 300250
Example 120x600