Berita

DPRD Maluku Pastikan Bentuk Pansus Pasar Mardika, Ini Alasannya

×

DPRD Maluku Pastikan Bentuk Pansus Pasar Mardika, Ini Alasannya

Sebarkan artikel ini
Komisi III DPRD Provinsi Maluku, saat melakukan on the spot ke Pasar dan Terminal Mardika, Selasa (28/3/2023). Foto-Ist/TN

TEROPONGNEWS.COM, AMBON – DPRD Provinsi Maluku dalam hal ini Komisi III dipastikan bakal membentuk Panitia Khusus (Pansus) Pasar Mardika.

Pansus ini dibentuk, guna melakukan investigasi lebih lanjut, terkait dengan adanya dugaan pungutan liar (pungli) yang dilakukan baik perorangan, kelompok maupun oknum Aparatur Sipil Negara (ASN) lingkup Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon, yang terlibat dalam aktivitas yang merugikan tersebut.

Keputusan pembentukan Pansus Pasar Mardika ini diambil, pasca Komisi III melakukan on the spot ke Pasar dan Terminal Mardika, Selasa (28/3/2023).

Setelah mendengarkan keluhan maupun aspirasi pedagang, Ketua Komisi III DPRD Provinsi Maluku, Richard Rahakbauw meminta agar pansus segera dibentuk.

“Pembentukan pansus ini, bertujuan untuk menelusuri dugaan pungli yang dilakukan oleh oknum pribadi, maupun ASN, dalam hal ini pegawai lingkup Perindag Kota Ambon,” tegas Rahakbauw kepada wartawan, di Ambon, Kamis (29/3/2023).

Dia menyatakan, tindakan berupa pungli sama sekali tidak dibenarkan, karena menyangkut dengan etika dan moral seseorang. Olehnya itu, pansus harus segera dibentuk, untuk menyikapi hal tersebut, agar publik bisa mengetahuinya.

Bukan saja itu, menurut Rahakbauw, pihaknya juga akan membahas Perjanjian Kerjasama (PKS) PT Bumi Perkasa Timur (BPT) dengan Pemerintah Daerah (Pemda), menyangkut pengelolaan 140 ruko yang terdapat di atas lahan milik pemerintah daerah.

“Kami juga mendesak, Pemerintah Provinsi Maluku dan Pemerintah Kota Ambon bisa mencapai kata sepakat, berkaitan dengan pengelolan terhadap Pasar dan Terminal Mardika,” pinta Rahakbauw.

Dia juga mendorong, PKS dan MoU bisa secepatnya direalisasikan, menyangkut dengan pembagian hasil yang harus dituangkan dalam PKS tersebut. Sehingga jelas pembagian antara pemkot dan pemprov, dalam rangka realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD).

“Sementara keluhan pedagang pada saat on the spot beragam, mulai dari penyewaan lapak yang harganya selangit tanpa disertai tanda bukti, pengancaman tidak mendapat lapak, jika tidak ikut bergabung dengan salah satu asosiasi, pungli dan beragam keluhan,” tandas Rahakbauw.

Sementara itu, ibu Lina, salah satu pedagang di Pasar Apung kepada Komisi III menegaskan, setiap hari dirinya ditagih hampir Rp 15 ribu, oleh oknum yang berpakaian preman. Rp 15 ribu itu untuk membayar uang sampah, karcis dan keamanan.

“Bahkan untuk penyewaan lapak dibanderol dengan harga 35 juta/lapak. Namun ironisnya, tanpa kwitansi sebagai tanda bukti pembayaran,” beber ibu Lina.

Menurutnya, ketika ditagih hanya diberikan nomor lapak, dan Ketua APMA, Alham Valeo yang bertindak sebagai bos penyewa lapak, tidak memberikan bukti kwitansi apapun.