TEROPONGNEWS.COM, MERAUKE – Asisten Deputi Pengelolaan Batas Negara Wilayah Laut dan Udara RI melaksanakan rapat koordinasi pengelolaan perbatasan pasca penembakan nelayan WNI di perairan PNG awal tahun 2022. Rakor tersebut melibatkan semua unsur terkait dari Pemkab Merauke, Customs, Imigration, Quarantine, Security (CIQS) dan TNI, Polri.
Seperti diketahui, masalah pelanggaran di perbatasan perairan RI-PNG sudah berulang terjadi hingga korban jiwa dalam insiden penembakan. Selain itu, para nelayan Merauke kerap ditangkap dan menjalani proses hukum di PNG karena tidak memiliki kelengkapan dokumen berlayar dan melampaui batas perairan negara. Namun belum memberikan efek jera bagi nelayan lainnya untuk tidak melakukan hal yang sama.
Untuk itu, terdapat dua poin yang dibahas guna memecahkan persoalan tersebut, yakni terkait bagaimana peningkatan ketahanan keamanan wilayah perbatasan negara dan peningkatan pembangunan ekonomi masyarakat wilayah perbatasan RI-PNG baik di darat maupun di laut.
“Yang diusulkan adalah perlu dibangun Pos Lintas Batas Terpadu yang terdiri dari Customs, Imigration, Quarantine, Security untuk wilayah Torasi yang berbatasan dengan wilayah PNG. Tindak lanjutnya, nanti kita bawa ke forum yang lebih tinggi lagi,” terang Asdep Pengelolaan Batas Negara Wilayah Laut dan Udara, Pada Deputi Bidang Pengelolaan Batas Wilayah Negara Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) Siti Metriana Akuan, Selasa (8/11/2022) di Swiss-belhotel Merauke.
Wakil Bupati Merauke, H. Riduwan mengatakan penyelesaian masalah antar negara ini sudah lama dinantikan Pemkab Merauke, dan butuh sebuah komitmen agar persoalan yang sama tidak mengulang. Pihak terkait sudah melakukan sosialisasi kepada nelayan dan masyarakat pesisir dalam kaitannya dengan ketentuan batas negara yang harus dipatuhi.
Lebih menyedihkan, terjadi perbedaan perilaku yang cukup jauh ketika terjadi pelanggaran di perbatasan RI-PNG. Warga PNG diperlakukan dengan lebih manusiawi ketika masuk ke wilayah Indonesia, tetapi WNI diperlakukan secara sadis ketika menyebrang ke PNG.
“Kita minta keadilan supaya nelayan atau warga kita juga diperlakukan lebih manusiawi,” demikian pinta Wabup Merauke. Kesempatan yang sama diusulkan juga agar dibuatkan semacam agreement (persetujuan) antar negara RI-PNG menyangkut dengan kemanan di perbatasan. Mengingat, kesepakatan yang dibuat sejak 1984 antara keduanya untuk membangun PLBN, baru ditindaklanjuti oleh negara RI sedangkan PNG belum ada bangunan Pos Lintas Batas Negara.
Kepala Badan Pengelolaan Perbatasan Kabupaten Merauke, Rekianus Samkakai mengatakan Pemerintah pusat perlu memperhatikan dukungan sarana dan prasarana tapal batas. Salah satunya kapal patroli terpadu dan peningkatan keamanan kedua negara. Sebab, petugas sudah bekerja cukup maksimal namun kondisi perairan sangat luas tidak sebanding dengan sarana dan SDM yang tersedia.