TEROPONGNEWS.COM,SORONG – Direktur LBH Gerimis, Yoseph Titirloloby mendesak Kejaksaan Negeri Sorong serius dalam menuntaskan kasus dugaan penyelewengan anggaran Alat Tulis Kantor (ATK) senilai Rp. 8 Milyar pada BPKAD kota Sorong tahun anggaran 2017.
Yoseph meminta agar tim penyidik bersikap tegas untuk mencegah isu atau wacana terkait kasus itu semakin liar.
“Jadi kita dukung kejaksaan agar proses hukum ini tetap jalan. Mengenai statement Kuasa hukum Pemkot Sorong yang mengatakan bahwa pihak Pemkot sudah mengembalikan uang Rp. 2 Milyar dan memiliki alat bukti itu kan persepsi mereka. Tapi di kejaksaan kan punya tim penyidikan dan ada metode penyelidikan sendiri, kenapa kita harus berasumsi bahwa dengan dikembalikannya uang Rp 2 milyar itu terus tidak diperiksa, “ujar Yoseph kepada teropongnews.com, Jumat (19/3/2021).
Yoseph yang juga merupakan Kuasa hukum dari Petrus Nauw, mantan anggota DPRD kota Sorong yang ikut menjadi saksi pada kasus itu menyebutkan bahwa sekalipun kerugian negara itu harus dikembalikan, namun proses hukum harus tetap berjalan.
“Hal itu ditegaskan dalam undang-undang nomor 31 tahun 1999, tentang pemberantasan tindak pidana korupsi yang menyatakan bahwa pengembalian kerugian keuangan negara, atau perekonomian negara tidak menghapuskan dipidananya pelaku karena korupsi, sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2 dan pasal 3 Undang-undang pemberantasan tindak pidana korupsi. Artinya silahkan uang dikembalikan, tapi itu tidak menghapus tindak pidananya, proses hukum tetap jalan, “jelas Yoseph.
Yoseph mengungkapkan, bahawa kliennya yang merupakan mantan anggota DPRD kota Sorong Bagian Anggaran (Banggar) periode 2014-2019 mengakui jika anggaran itu tidak dibahas, dan membenarkan ada kerugian negara Rp. 8 milyar.
Dia juga menyayangkan ketidakhadiran walikota Sorong, Drs. Ec.Lambert Jitmau, M. M, pada pemanggilan yang dilakukan kejaksaan negeri Sorong, dengan alasan sedang berdinas di luar kota.
“Kami mendukung penjadwalan kedua oleh pihak kejaksaan. Memangnya dia siapa, dia manusia biasa, dia harus tunduk pada hukum, jangan dia seenaknya tidak hadir. Dia sebagai pejabat harus menghormati dan memberi contoh bahwa dia menghormati proses hukum. Silahkan mengeluarkan bukti-buktinya nanti disana,”ucap Yoseph.
Menurut Yoseph, kasus korupsi tidak sama dengan rasis, karena tidak memandang memandang suku, ras, agama dan golongan dan siapapun yang menyebabkan kerugian negara harus diproses hukum.
“Kami juga mendukung kepala BPKAD Hanok Talla harus jujur dan terbuka, kalau beliau tidak buka-bukaan resikonya sangat jelas. Jangan sampai beliau ditumbalkan dalam kasus ini, ” tambah Yoseph.
Yoseph mengaku tidak sependapat dengan Kuasa hukumnya Pemkot Sorong, yang menyebutkan bahwa kewenangan pimpinan daerah itu hanya terkait kebijakan. Sedangkan masalah teknis jalannya instansi itu sangat dipahami oleh instansi bersangkutan.
“Soal yang dikatakan oleh Kuasa hukumnya bahwa kewenangannya pimpinan daerah itu hanya terkait kebijakan sedangkan masalah teknis jabatan instansi yang bersangkutan itu salah. Soal kebijakan dia kan yang control setiap SKPD-SKPD bukan soal kebijakan. Dia tahu itu anggaran yang keluar cuma 4 orang yang tahu yakni sekwan, BPKAD, ketua DPRD dan walikota sendiri apalagi disampaikan oleh mantan sekda bahwa dia tidak tahu berarti 4 orang ini yang tahu,”ungkapnya.
Apalagi, kata Yoseph, kasus yang baru muncul ke permukaan baru Rp. 8 milyar, belum Rp 200 milyar pinjaman Pemkot terhadap Bank Papua.
“Belum lagi dugaan korupsi lainnya, apalagi anggaran COVID-19 senilai Rp. 44 Milyar ini kita tidak tahu sampai mana. Makanya APBD itu diumumkan supaya publik itu melihat, biar masyarakat tahu diperuntukkan apa saja APBD ini, namun selama ini kan terkesan sembunyi-sembunyi,”pungkas Yoseph.