“Pemantauan persidangan tindak pidana Pemilu dan Pilkada menjadi Program Prioritas Nasional yang dilaksanakan KY. KY berinisiatif melakukan pemantauan 74 perkara tindak pidana Pemilu 2024 di 23 provinsi. Ada 156 orang hakim dari 52 pengadilan negeri yang dipantau selama persidangan. Dengan adanya pemantauan ini, hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara tindak pidana Pemilu ini dapat menjalankan tugas dengan baik sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan menjaga perilakunya berdasarkan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim,” kata Anggota KY yang juga Ketua Bidang Pengawasan Hakim dan Investigasi KY Joko Sasmito, di Jakarta, Rabu (6/11/2024).
Pemantauan persidangan, lanjut Joko, merupakan upaya memastikan agar hakim mengimplementasikan Undang-Undang No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor 1 Tahun 2018 tentang Tata Cara Penyelesaian Tindak Pidana Pemilihan dan Pemilihan Umum, dan Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH).
KY melakukan pemantauan persidangan tindak pidana Pemilu di 52 pengadilan negeri di 23 provinsi, yaitu Nusa Tenggara Barat (7) , Aceh (7), Nusa Tenggara Timur (6), Papua (6), Sulawesi Utara(5), Sulawesi Selatan (5), Riau (4), Lampung (4), Sumatera Utara (4), Jawa Tengah (4), Jawa Timur (3), Kalimantan Utara (3), Sumatera Barat (3), Gorontalo (2), Kalimantan Tengah (2) , Papua Barat (2), Sulawesi Barat (1), Sulawesi Tenggara (1) , Kalimantan Selatan (1), Jawa Barat (1), dan DKI Jakarta (1), Kepulauan Riau (1) dan Maluku Utara (1).
Adapun klasifikasi jenis tindak pidana pemilu telah diatur dalam Pasal 488 s.d. Pasal 554 UU No. 7 Tahun 2017, seperti politik uang, melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu peserta pemilu dalam masa kampanye, memberikan suara lebih dari satu kali, melakukan pelanggaran larangan kampanye, menggagalkan pemungutan suara, dan lainnya.
Pemantauan persidangan merupakan langkah preventif untuk memastikan hakim bersikap independen dan imparsial dalam memutus perkara pemilu, tanpa adanya intervensi dari pihak mana pun untuk menilai penerapan hukum acara dalam persidangan, penerapan dan penegakan KEPPH, serta kondisi dan layanan pengadilan.
Joko Sasmito mengungkap, para hakim telah menerapkan hukum acara berdasarkan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), kecuali ditentukan lain dalam UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Misal, hakim membuka sidang dan menyatakan sidang terbuka untuk umum. Selain itu, apakah hakim telah mengedepankan praduga tak bersalah.
“Dengan adanya pemantauan persidangan, maka salah satunya tujuannya dapat mencegah hakim melakukan pelanggaran KEPPH. Artinya, upaya KY dikatakan berhasil karena tidak ditemukan pelanggaran etik oleh hakim saat bersidang,” lanjut Joko.
Sementara temuan situasi dan kondisi pengadilan, ungkap Joko, KY mengamati apakah tersedia informasi agenda sidang dan jadwal sidang, susunan majelis hakim, termasuk dukungan dan fasilitas pengadilan, termasuk adanya jaminan keamanan bagi hakim saat bersidang.