TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurijal mengharapkan adanya evaluasi secara menyeluruh di sektor layanan pendidikan nasional. Hal ini menyusul banyaknya masalah yang muncul, mulai dari anggaran tidak terserap hingga kurang meratanya SDM serta fasilitas dan sarana prasarana pendidikan di Indonesia.
Awalnya, Cucun bebicara soal fungsi penganggaran yang telah dilakukan DPR periode 2019-2024 yang baru saja menyelesaikan masa baktinya. Cucun yang pada periode tersebut menjabat sebagai Wakil Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR menilai harus ada evaluasi dari Pemerintah sebagai mitra kerja dalam persoalan anggaran negara.
“Ada beberapa kementerian/lembaga yang ketika meminta persetujuan ke DPR, mereka kemudian jalan sendiri. Karena menggunakan UU yang sudah sedikit diperlebar, pergeseran anggaran,” kata Cucun Ahmad Syamsurijal, kepada wartawan, Jumat (4/10/2024).
Soal sektor pendidikan kemudian menjadi perhatian lebih Cucun. Sebab Banggar Periode 2019-2024 mendapati temuan di mana anggaran pendidikan dari APBN 2023 yang terealisasi hanya Rp 513,38 triliun dari total anggaran sebesar Rp 621,28 triliun.
Artinya ada sekitar Rp 111 triliun anggaran pendidikan yang tidak terserap. Padahal fasilitas dan kesenjangan layanan pendidikan di banyak daerah masih perlu banyak bantuan anggaran.
“Nah pendidikan saja ini tidak terserap karena proses dokumen pendukung juga konsentrasi kita ini 5 tahun kemarin keliatannya kita lost bonus demografi,” sebut Cucun.
“Kita ini tidak memanfaatkan anugerah dari Tuhan, Indonesia diberikan bonus demografi yang cukup luar biasa tapi pendidikannya malah konsepnya nggak jelas ke mana,” lanjut Legislator dari Dapil Jawa Barat II itu.
Berdasarkan mandat konstitusi, sebesar 20% anggaran dari APBN dialokasikan untuk fungsi pendidikan. Namun anggaran yang cukup besar itu disebar ke 20 kementerian/lembaga dan transfer ke daerah.
Sebagian besar anggaran pendidikan dialokasikan bukan untuk Kemendikbudristek saja, melainkan ke daerah melalui skema Transfer ke Daerah (TKD).
Penempatan anggaran pendidikan lainnya masuk melalui pembiayaan termasuk Dana Abadi Pendidikan (termasuk Dana Abadi Pesantren) di bawah wewenang Kementerian Agama. Selanjutnya, dana anggaran juga disebar ke beberapa kementerian atau lembaga yang memiliki program pendidikan.
Cucun mempertanyakan anggaran pendidikan yang begitu besar, namun tidak dipergunakan untuk memberi manfaat sebesar-besarnya bagi masyarakat.
“Uang begitu besar, bukan nggak ada uang lho tapi tidak terserap. Nah ini yang harus dievaluasi ke depan,” tukas Cucun.
Menurut Cucun, anggaran yang tidak terserap itu semestinya bisa digunakan untuk membenahi berbagai masalah atau isu di layanan pendidikan nasional. Contohnya kebutuhan guru yang hingga saat ini belum teratasi.
Cucun menyoroti soal Indonesia darurat guru, di mana sudah banyak yang pensiun namun jumlah penggantinya belum sesuai dengan kebutuhan. Sementara saat ini aturan pengangkatan guru semakin sulit.
“Sekarang darurat guru nih, banyak yang pensiun. Sekarang rekruitmen sesuai dengan UU ASN, bahkan daerah tidak boleh lagi rekrut THL (tenaga harian lepas) atau tenaga guru honorer. Harus mengangkat PPPK, nah ini kan tidak mudah,” jelasnya.
“Sehingga kebutuhan di bawah sangat mendesak. Nah itu diantaranya evaluasi di sektor pendidikan,” lanjut Cucun.
Belum lagi, banyaknya masalah akses dan fasilitas layanan pendidikan yang belum memadai khususnya bagi sekolah-sekolah di daerah. Untuk itu, Cucun mengingatkan agar anggaran Pemerintah yang telah disusun bersama DPR harus direalisasikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
“Bagaimana output dan outcomenya itu bisa betul-betul berdampak pada kesejahteraan rakyat,” tegasnya.
Cucun pun berbicara terkait penggunaan anggaran yang harus sesuai dengan prioritas kebutuhan dari pemerintah itu sendiri. Ia mengingatkan agar pelaksanaan program melihat kekuatan anggaran, dan jangan terlalu dipaksakan.
Lebih lanjut, Cucun mengambil contoh soal pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) yang sebaiknya dapat diselesaikan secara bertahap. Menurutnya, Pemerintah tidak perlu khawatir akan pembangunan IKN yang harus selesai di tahun 2024 ini.
Sebab sudah ada kelonggaran waktu penyelesaian pembangunan IKN hingga 15 tahun ke depan sesuai dengan UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara.
“Misalkan soal kebutuhan mendesak IKN harus segera selesai. Tidak harus demikian, kita sudah kasih longgar sampai 15 tahun ke depan tidak harus selesai sesuai UU,” ujar Cucun.
“Nah di anggarannya kita harus jadi evaluasi ke depan bagaimana kalaupun misalkan mau dilanjutkan ya step by step lah. Kalau kita menggunakan satu prinsip kaidah mana yang lebih penting, pentingin yang prioritas lah,” sambungnya.
Cucun menilai, pemerintah seharusnya lebih mengutamakan kebutuhan lain yang tidak kalah penting, seperti soal layanan pendidikan yang masih banyak PR hingga sektor kesehatan dan lain-lain.
“Harus mengukur penyerapannya akan terserap tidak. Misalkan kita kasih 100 triliun kalau penyerapannya cuma 50 triliun kan itu ya sayang sekali,” ungkap Cucun.
“Ada yang lebih prioritas seperti layanan dasar masyarakat kaya pendidikan, kesehatan. Nah itu lebih prioritas,” tuturnya.