TEROPONGNEWS.COM, SORONG – Dalam ilmu hukum ada yang disebut dengan teori kausalitas. Teori kausalitas ini adalah ajaran tentang sebab akibat.
Dalam perkara 126/Pid.B/2024/PN Son dengan terdakwa Simson Salamuk Alias Ciko Alias Tiko, Nikodemus Y. Wanma Alias Denis dan Jimmy Moris Bonai tersebut sebagaimana diatur dan diancam pidana pengeroyokan Pasal 170 ayat (1) KUHPidana.
Dalam perkara itu ada hal yang masih mengganjal. Disinilah yang membuat kuasa hukum ketiga terdakwa Simson cs, Johan Rendi Rahantoknan, didampingi Areos Borolla dan D. Borolla angkat bicara. Mereka lebih menekankan untuk majelis hakim Pengadilan Negeri Sorong yang mengadili perkara tersebut mengunakan kacamata teori kausalitas.
Menurut Johan Rahantoknan, sidang perkara nomor 126/Pid.B/2024 telah bergulir di PN Sorong dan hari Senin depan sudah masuk agenda tuntutan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Sorong.
Dalam persidangan, kata Johan Rahantoknan, disaat pemeriksaan saksi dan terdakwa terkuak fakta yang menarik dalam persidangan yang terkesan diabaikan oleh penyidik.
“Terjadi penganiayaan dan pengrusakan yang terjadi di KMT PT. Petrogas Basin Ltd bermula dari pemukulan terhadap terdakwa Nikodemus Y. Wanma alias Denis Wanma oleh Oknum Anggota TNI AD yang bertugas melakukan pengamanan di KMT Petrogas Basin, ” ungkap Johan Rahantoknan didampingi D. Borolla kepada wartawan di salah satu kafe yang ada di Kota Sorong, Jumat (2/8/2024).
Tindakan pemukulan terhadap Denis Wanma inilah, Johan Rahantoknan katakan menjadi penyebab terjadinya tindakan lanjutan dari ketiga terdakwa.
“Pada saat persidangan terdakwa Simson mengaku memukul oknum Anggota TNI AD berinisial AP setelah melihat terdakwa Denis Wanma jatuh, karena dipukul duluan oleh oknum Anggota TNI AD. Kami berharap bisa ada keadilan dari Majelis hakim, karena salah satu terdakwa turut menjadi korban, ” ungkap Johan Rahantoknan.
Menariknya, kuasa hukum 3 terdakwa sangat tidak percaya bahwa inisiatif dan niat baik pihak keluarga ketiga terdakwa pasca insiden tak direspon baik oleh pihak perusahan, polisi dan KOREM 181/PVT.
“Pihak keluarga sudah berupaya berkoordinasi untuk menyelesaikan persoalan ini. Bahkan pihak keluarga meminta bantuan dari Kesatuan Masyarakat Adat Suku Byak Papua Barat dan Papua Barat Daya untuk minta bantu buat diselesaikan, sehingga tidak harus sampai di pengadilan, ” kata Johan Rahantoknan.
Dewan adat, kata Johan Rahantoknan, sudah mengirim surat ke pihak Korem untuk minta diselesaikan. Namun sampai sekarang belum kunjung ditindaklanjuti.
“Karena tak kunjung ditanggapi dan terkesan tidak dianggap oleh pihak Korem maupun pihak perusahan, maka pihak keluarga memilih untuk membuat pengaduan ke POMAD, namun sayangnya, laporan itu tak kunjung ditindaklanjuti, ” ucap Johan Rahantoknan.
Persoalan inikan, aku Johan Rahantoknan, berawal dari kebiasaan masyarakat yang tinggal di wilayah ring 1 Perusahan Petrogas Basin. Dimana masyarakat biasa masuk untuk mengambil limbah atau sisa makanan untuk jadi pakan ternak.
Johan Rahantoknan lanjutkan, Simsom dan Denis Wanma masuk ke areal perusahaan untuk mengambil sisa makanan untuk pakan ternak.
“Saat mengambil itu datanglah oknum Anggota TNI AD yang PAM disitu datang menegur untuk mengusir keduanya. Tentu saja terjadilah saling adu mulut dengan Denis, kemudian oknum TNI AD ini memukul Denis. Denis yang terkena pukul langsung jatuh dan keluar darah di hidung. Simson ketika melihat Denis Wanma jatuh langsung memukul pula Oknum TNI AD tersebut, ” kata Johan Rahantoknan.
Sebagai kuasa hukum Simson Cs bermusyawarah dengan pihak keluarga. Dari hasil musyawarah itu, pihak keluarga memutuskan karena pihak perusahaan dan oknum Anggota TNI AD yang melakukan pemukulan terlebih dulu harus dimintai pertanggung jawaban pula.
Seharusnya masalah seperti ini langkah kekeluargaan yang harus diambil, bukan malah sampai diperlakukan seperti kriminal yang berbahaya, sehingga harus dihukum baru puas. Karena pihak perusahan dan Korem seakan bersikap tidak tahu, maka pihak keluarga pun siap menempuh proses hukum.
“Pada saat dipanggil buat dimediasi, mereka datang dengan diantar oleh orang tua secara sukarela, bukan dijemput. Dari situ saja sudah bisa dilihat ada itikad baik, maka seharusnya bisa diselesaikan dengan cara kekeluargaan atau restorasi justice, ” kata Johan Rahantoknan.
Pihak keluarga tambah dia, ingin bisa ada keadilan, sebab kenapa cuma ketiga anak mereka saja, yang harus dihukum? Lantas oknum anggota TNI AD yang bertugas melakukan pengamanan di lokasi perusahan yang berdasarkan fakta persidangan memukul Denis Wanma terlebih dulu tidak diproses hukum.
” Bahkan kami dengan oknum tersebut akan pendidikan. Maka itu kami selaku kuasa hukum minta agar pihak Korem 181/PVT bisa menunda dulu izin pendidikan sampai persoalan hukum diselesaikan, ” Pinta Johan Rahantoknan sembari berharap dua nama yang berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO) kasus pengrusakan turut pula dikejar oleh pihak Kepolisian.
Sementara itu Sekretaris Kesatuan Masyarakat Adat Suku Byak Papua Barat dan Papua Barat Daya Andris M. Mumes menyampaikan telah dihubungi oleh pihak keluarga dari ketiga anak yang sekarang sedang berhadapan dengan hukum.
“Jadi pada saat anak – anak ini ditahan tanggal 6 Itu, pihak keluarga menyampaikan kepada kami lembaga adat untuk minta agar bantu fasilitasi guna dilakukan mediasi buat persoalan bisa diselesaikan secara kekeluargaan, ” ungkap Mumes.
Lembaga adat, sambung Mumes, lalu berupaya melakukan mediasi dengan pihak perusahan, pihak keluarga Samson Cs dengan pihak sekuriti perusahaan dan anggota TNI AD berinisial AP.
“Namun upaya mediasi ini tidak ditanggapi oleh pihak perusahan, sehingga kami dari lembaga adat lalu mengambil langkah untuk mengirim surat tertanggal 25 Juli 2024 kepada Korem. Kami berharap supaya bisa turut serius melihat persoalan ini, sebab ada anggota TNI AD yang ikut memukul salah satu masyarakat yang telah ditahan, ” kata Andris Mumes.
Lembaga Adat aku Andris Mumes sangat sesalkan, karena persoalan ini seharusnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Namun bila semua pihak perusahan dan pihak Korem tak menunjukkan sikap sebagai pengayom dan pelindung masyarakat, maka tentu lembaga adat pun akan bersikap.
“Kami menghargai proses hukum yang diambil oleh aparat penegak hukum, termasuk pula pengacara dari pihak keluarga ketiga anak yang sekarang sementara ditahan dan sedang mengikuti proses hukum. Demikian pula bila kemudian pihak keluarga memilih untuk menuntut agar oknum anggota TNI AD yang memukul duluan salah satu anak kami harus pula dihukum, dan akan menuntut ganti rugi kepada pihak perusahan, karena terkesan lepas tangan atas persoalan ini, ” ucap Andris Mumes.
Ditambahkan UU RI nomor 2 Tahun 2021 tentang perubahan atas UU RI Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua pasal 42 itu berbicara soal perlindungan dan menghargai keberadaan Orang Asli Papua. Untuk itu, tambah Andris Mumes seharusnya langkah pembinaan dan kekeluargaan yang lebih dikedepankan dalam menyelesaikan persoalan secara baik tanpa harus dilakukan penahanan.
“Anak – anak ini punya hubungan baik dengan perusahan. Karena hubungan baik itulah mereka sering datang untuk minta makanan sisa buat makanan ternak. Namun kenapa sampai pihak perusahan seakan lepas tangan dan tidak bisa menyelesaikan persoalan ini dengan baik atau secara kekeluargaan. Itu yang kami sesalkan, ” tandas Andris Mumes.