Scroll untuk baca artikel
Example 525x600
Example floating
Example floating
Example 728x250
BeritaPemerintahan

Bandara Ewer Asmat Sesuatu yang Dianggap Gila dan Tidak Mungkin

×

Bandara Ewer Asmat Sesuatu yang Dianggap Gila dan Tidak Mungkin

Sebarkan artikel ini
Ornamen ukiran khas Asmat di depan Terminal Bandara Ewer Asmat. Foto : TN/EYE
Ornamen ukiran khas Asmat di depan Terminal Bandara Ewer Asmat. Foto : TN/EYE
Example 468x60

TEROPONGNEWS.COM, ASMAT – Sebagian kecil orang, ada yang beranggapan bahwa Kabupaten Asmat di Papua Selatan hanyalah sebuah kampung kecil, sehingga sangat mudah membangunnya.

Namun sio sayang e.. anggapan itu, cuma anggapan murahan khas penjual obat semata. Meskipun untuk menjadi penjual obat pun, bukanlah pekerjaan yang mudah.

Example 300x600

Mendengar nama Elisa Kambu disebut, tentu sudah langsung terbaca. Elisa Kambu adalah bupati 2 periode di Kabupaten Asmat, Provinsi Papua Selatan yang diminta oleh beberapa tokoh masyarakat di Provinsi Papua Barat Daya untuk menjadi gubernur dan mengubah trend kepemimpinan di Papua Barat Daya yang berorientasi memperkaya diri dan hanya untuk menguntungkan kelompok sendiri saja.

Nampak Kantor Bupati Asmat yang akan diresmikan pekan depan. Foto : TN/EYE
Nampak Kantor Bupati Asmat yang akan diresmikan pekan depan. Foto : TN/EYE

Elisa Kambu diminta, karena telah terbukti membawa Kabupaten Asmat perlahan keluar dari keterisolasian dengan Bandar Udara Ewer, Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Perpetua J. Safanpo, Puskesmas moderen di 24 distrik, jalan beton puluhan kilometer, jembatan gantung. Dan setelah menggratiskan pendidikan serta pelayanan kesehatan bagi masyarakat ditutup dengan membangun Istana putih milik rakyat Asmat atau kantor Bupati Asmat.

Membangun di Kabupaten Asmat tentu tidak mudah, karena Kabupaten Asmat tidak memiliki sumber daya alam seperti tambang nikel, atau minyak bumi. Kabupaten ini  murni hanya mengandalkan kucuran dana pusat hasil komunikasi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan daerah semata. Lalu kondisi topografi Kabupaten Asmat berupa rawa – rawa dan akses penghubung antar distrik terpisah oleh sungai dan laut.

Kabupaten Asmat dikutip dari Wikipedia memiliki luas wilayah 31.983,44 km 2 , dan berpenduduk 76.577 jiwa pada Sensus 2010, dan bertumbuh menjadi 88.373 jiwa pada Sensus Sementara 2015, dan 110.105 jiwa pada Sensus 2020, sedangkan perkiraan resmi pada pertengahan tahun 2023 adalah 116.200 jiwa yang terdiri dari 60.099 laki-laki dan 56.101 perempuan.

Kabupaten Asmat memang wilayah pemekaran Kabupaten Merauke tahun 2002. Namun suku Asmat sendiri telah mendunia sejak tahun 1904. Tidak heran bila kapal turis international sekelas kapal pesiar National Geographic Orion lalu ada pula kapal pesiar berbendera Perancis Laperouse menjadikan Asmat sebagai tujuan perjalanan wisatanya.

Dulu begitu di sebutkan Papua, masyarakat dunia internasional langsung menyebut Asmat. Hampir sama dengan, bila kita memperkenalkan Indonesia nama pertama yang muncul adalah Bali.

Elisa Kambu bersama Wakil bupatinya, Thomas E. Safanpo selama 9 tahun telah berhasil membuka Kabupaten Asmat dari Keterisolasian dengan sumber daya alam yang sangat terbatas.

Ketika ditanya oleh Redaksi Teropong News bagaimana Elisa Kambu bisa melakukan semua itu di kabupaten dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekitar 30 juta hanya dari pajak dan retribusi.

“Saya kan mendapat amanat dari rakyat Asmat. Itulah yang menginspirasi saya untuk menjaga amanat yang diberikan. Lalu doa, niat, komitmen dan kerja tim yang baik, komunikasi serta tidak mencari keuntungan pribadi menjadi modalnya, ” ungkap Elisa Kambu.

Prinsip hidup bagi Elisa Kambu yakni terus berbuat bagi banyak orang tanpa memandang suku, dan agama. “Kehadiran ku bukan sekedar hadir saja. Saya ingin meninggalkan sesuatu yang berarti buat saudara – saudara ku di Asmat. Bandara Ewer, Jalan beton, jembatan dan kantor bupati menjadi saksi bisu kehadiran ku di Asmat”.

Penumpang sedang menuju ke Pesawat untuk terbang dari Bandara Ewer Asmat menuju Bandara Moses Kilangin Timika. Foto : TN/EYE
Penumpang sedang menuju ke Pesawat untuk terbang dari Bandara Ewer Asmat menuju Bandara Moses Kilangin Timika. Foto : TN/EYE

Itu yang kelihatan, kata Elisa Kambu, lebih banyak lagi yang tidak kelihatan. “Banyak orang yang sembuh dari sakit. Banyak orang di Asmat yang jadi tentara, dan polisi. Banyak yang sudah jadi sarjana. Itu yang dirasakan pribadi – pribadi”.

Bandar udara Ewer, jalan papan berubah jadi beton, jembatan, rumah sakit, puskesmas, dan telekomunikasi telah menjadi saksi bisu buat sentuhan tangan serta menjadi komitmen Elisa Kambu.

“Itu semua sekaligus untuk meneguhkan komitmen saya, bahwa saya datang dari tempat yang jauh , tapi saya bisa melakukan yang terbaik untuk rakyat dan negeri ini. Sehingga bisa diceritakan oleh orang yang menyaksikan semua ini pada saat ini buat generasi mendatang di Asmat bahwa semua ini terjadi di masa kepemimpinan Elisa Kambu dan Thomas Safanpo, ” tutur Elisa Kambu di Kantor Bupati Asmat sehari sebelum puncak peringatan Dirgahayu Kemerdekaan RI.

Dari semua yang telah dibuat, Elisa Kambu katakan yang paling dinilai gila dan tidak mungkin oleh semua orang yakni Bandar Udara Ewer.

“Banyak orang bilang, ini gila, dan sesuatu yang tidak mungkin. Puji Tuhan karena hari ini masyarakat Asmat sudah bisa menikmati pesawat, ” ucap Elisa Kambu.

Sebagai informasi pembanding, kenapa sampai banyak orang bilang menyelesaikan Bandara Ewer adalah sesuatu yang gila dan hanya kerja kumpul – kumpul uang saja.

Sebab sebagaimana dikutip dari artikel yang diterbitkan Kompas saat pertama Bandara Ewer dibangun tahun 1965, landasan pacu Bandara Ewer masih berupa tanah yang dilapisi dengan papan kayu. Kemudian pada 1970-an sampai dengan 1980-an, landasan pacu tersebut diganti menggunakan tikar baja.

Kondisi inilah yang membuat banyak orang oleh Elisa Kambu menilai pekerjaan gila, karena harus kerja kumpul – kumpul uang berpuluh – puluh tahun. Ibarat membuang garam di laut.

Namun Elisa Kambu tak patah semangat, justru kata kerja gila dan tidak mungkin dijadikan sebagai motivasi.

Maka pada 2014 – 2018 dilakukan pengembangan Bandara Ewer dengan perpanjangan runway oleh Pemda Kabupaten Asmat menjadi 1.650 meter.

Setelah dilakukan rekonstruksi runway tikar baja, konstruksi apron, dan pembangunan gedung terminal.

Selanjutnya pada 2019, Bandara Ewer terus dikembangkan, sehingga akses lebih mudah dan fasilitas lebih lengkap.

Kemudian dilakukan pembangunan gedung terminal dengan arsitektur minimalis bernuansa budaya Asmat lalu dibuat drainase dan tanggul penahan banjir.

“Hari ini pekerjaan yang dulu dibilang gila dan tidak mungkin berubah menjadi masuk akal dan bisa dinikmati oleh banyak orang, ” kata Elisa Kambu.

Dulu untuk merujuk Pasien, Elisa Kambu katakan membutuhkan usaha luar biasa, sebab akses keluar dari Kabupaten Asmat hanya mengunakan transportasi laut berupa kapal putih yang masuk dalam dua minggu sekali atau mengunakan speedboat selama 6 – 8 jam ke Timika. Kalau pun pesawat, ketika air pasang atau hujan pesawat perintis seperti jenis Pilatus Porter dengan kapasitas penumpang hanya 6 – 8 orang.

Dulu kalau hujan, Elisa Kambu sampaikan pesawat tidak bisa landing, karena banjir. Namun sekarang mau hujan atau langit gelap, pesawat jenis ATR bisa landing.

Demikian pula dengan rumah sakit, lanjut Elisa Kambu, dulu orang Asmat selalu beranggapan punya banyak kayu, jadi semua bisa dibangun dengan kayu.

“Setelah kita jalan dan coba, ternyata masih ada ruang. Lalu kita mulai bangun rumah sakit dengan dan puskesmas modern type rawat inap dan rawat jalan hampir semua distrik,” tutur Elisa Kambu.

Lima atau 10 tahun mendatang, Bandara Ewer akan menjadi pusat perputaran ekonomi, sebab sudah bisa ada mobil dari Bandara langsung ke Kantor Bupati.

“Kemudian untuk masyarakat di sekitar Ewer yang terkena dampak pembangunan, pemerintah berikan rumah permanen sederhana yang nyaman buat ditinggali, serta kemudahan untuk membuka usaha. Istilahnya kita ganti untung, bukan ganti ekonomi, ” kata Elisa Kambu.

Dikutip dari laman presidenri.go.id, Bandara Ewer dibangun di atas lahan seluas 49,83 hektare (ha). Pendanaan pembangunan bandara itu berasal dari APBN sebesar Rp287 miliar.

Bandara Ewer memiliki landasan pacu sepanjang 1.650 m x 30 m dengan jenis pesawat yang bisa mendarat berupa jenis ATR 72-500. Bandara itu juga memiliki terminal seluas 488 m2 dengan kapasitas hingga 14.000 penumpang per tahun.

Bandara Ewer ini dulu kerap terendam oleh banjir.Untuk mengatasi itu pemerintah membangun tanggul di sekeliling Bandara Ewer.

Bandara Ewer sendiri terletak di antara sungai dan laut yang memisahkan Kota Agats dan Ewer. Agats sendiri terletak di delta dari Sungai Asewets di daerah dataran rendah pasang surut.

Karena hal ini, pada saat air pasang, air laut dapat naik hingga 5 meter di atas permukaan laut, maka semua bangunan harus dengan konstruksi seperti rumah panggung.

Bandara Ewer melayani tiga rute penerbangan pulang-pergi (PP), yaitu Kamur-Ewer, Timika-Ewer, dan Merauke-Ewer. Dimana sebanyak tiga maskapai melayani penerbangan dari dan ke Bandara Ewer, yakni Wings Air, Trigana Air, dan Smart Aviation.

Jumlah penumpang sendiri terus meningkat setiap tahun dari 12.185 naik menjadi 21.603 penumpang pada 2021, naik lagi mencapai 27.772 penumpang pada 2022.

Example 300250
Example 120x600