TEROPONGNEWS.COM, SORONG – Pers bukan musuh TNI, tapi mitra. Kalau pers dipandang sebagai musuh, maka yang terjadi kehadirannya selalu dinilai sebagai ancaman. Itulah yang ditekankan oleh Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Korwil Maluku-Papua.
Kemerdekaan Pers sebagai salah satu wujud kedaulatan rakyat dan menjadi unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kemerdekaan mengeluarkan pikiran dan pendapat sebagaimana tercantum dalam pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 harus dijamin.
Dimana Pasal 28 UUD 1945 menjamin kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan. Pers, yang meliputi media cetak, media elektronik dan media lainnya merupakan salah satu sarana untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.
Yang terbaru dan baru saja terjadi, Pers seolah – olah diperlakukan sebagai musuh yang harus dijauhkan sejauh mungkin, sehingga suatu peristiwa yang diduga sedang terjadi tidak tercium oleh publik. Padahal justru karena sudah tercium oleh publik, maka Pers datang untuk mencari kebenaran, sehingga tidak menjadi kabar burung yang beredar simpang siur di tengah masyarakat.
Dimana insan pers mendapat kabar ada seorang anggota TNI AL yang bertugas di Sorong, Provinsi Papua Barat Daya diduga tembak diri sendiri. Peristiwa itu terjadi pada Minggu (7/7/2024)
Informasi yang diterima wartawan, oknum tentara yang tembak diri itu bertugas di Satuan Kuwil Lantamal XIV.
Peristiwa ini terjadi sekira pukul 15.00. Korban sempat dilarikan ke RSAL OETOJO Sorong untuk penanganan. Namun pukul 15.30 WIT, korban dinyatakan meninggal dunia.
Sejumlah wartawan berupaya mendapatkan informasi yang sebenarnya dari pimpinan Lantamal XIV pada Selasa (9/7/2024). Namun sebelum mendapat penjelasan resmi dari Markas Lantamal XIV, rombongan wartawan diusir oknum tentara berseragam preman.
Sikap oknum Anggota TNI AL itu tentu saja dinilai sebagai bentuk tindakan arogansi. Kejadian itu terjadi di Jalan Bubara, Kelurahan Klaligi, Kota Sorong, Papua Barat Daya.
Awalnya, para jurnalis di Kota Sorong, tengah melaksanakan tugas peliputan, terkait salah satu oknum anggota TNI-AL meninggal dunia di Markas Lantamal XIV/Sorong, Provinsi Papua Barat Daya, sekitar pukul 10.50 Wit.
Sikap itu tentu saja mendapat kecaman dari Koordinator Wilayah (Korwil) IJTI Maluku-Papua, Chanry Suripatty melalui siaran persnya setelah mendapat laporan dari rekan – rekan Pers yang diusir ketika hendak mengkonfirmasi dugaan ada anggota TNI AL yang meninggal dunia akibat tembak diri sendiri.
“IJTI mengecam keras tindakan oknum TNI-AL yang mengancam dan mengusir jurnalis saat hendak melaksanakan tugas peliputan di Markas Lantamal,” ujar Chanry, melalui siaran pers, Selasa (9/7/2024).
Tak hanya itu, Korwil IJTI Maluku-Papua juga meminta seluruh jurnalis agar harus memboikot seluruh pemberitaan terkait institusi TNI-AL di seluruh Tanah Papua.
“Komandan TNI-AL harus turun usut tuntas tindakan arogansi ini, jangan anggap remeh, harus ada tindakan tegas kepada oknum anggota yang mengusir rekan pers,” katanya.
Dengan tegas Korwil IJTI meminta seluruh jurnalis untuk boikot seluruh pemberitaan TNI-AL di Papua. Sebab kata Chanry, sebagai mitra harusnya anggota TNI-AL memperlakukan jurnalis selayaknya, bukan malah dijadikan musuh.
Menurutnya, hingga kini masih ada indikasi hal yang tidak baik, sehingga sering jurnalis dihalang-halangi saat menjalankan tugas.
“Kalau sudah melakukan pengancaman serta pengusiran maka itu berarti mereka anggap jurnalis ini adalah musuh,” jelasnya.
Harusnya, TNI-AL melawan musuh negara yang mengganggu kedaulatan negara, pers inikan bukan musuh negara.
Kronologi Kejadian
Sebelumnya, para jurnalis di Kota Sorong, tengah melaksanakan tugas peliputan, terkait salah satu oknum anggota TNI-AL meninggal dunia di Markas Lantamal XIV/Sorong, Provinsi Papua Barat Daya.
Sekitar pukul 10.50 WIT, pata jurnalis Sorong itu sempat berhenti menunggu rekannya di Jalan Bubar yang tak jauh dari Markas Lantamal XIV/Sorong, Selasa (9/7/2024).
Selang beberapa menit, seorang petugas dari dalam Markas Lantamal XIV/Sorong tampak menghampiri rombongan jurnalis di Jalan Bubara, sembari menanyakan ihwal maksud jurnalis berhenti di areal tersebut.
Setelah dijawab dari para jurnalis, anggota TNI-AL yang mengenakan seragam lengkap dengan helm putih tersebut kembali ke Pos Markas Lantamal XIV/Sorong.
Tak butuh waktu lama, satu anggota TNI-AL kembali menghampiri para jurnalis sembari melontarkan kata arogansi dan arahkan jari telunjuk ke rombongan jurnalis tersebut.
Oknum anggota TNI-AL tersebut sempat memaksa memeriksa Handphone (Hp) seorang jurnalis, sembari mengeluarkan bahasa bernada ancaman.
Anggota itu juga tampak mengeluarkan nada keras dan mengusir para jurnalis dari Jalan Bubara Kota Sorong. Namun karena tak terima diusir dengan nada besar oleh oknum TNI-AL, para jurnalis pun sempat adu mulut dengan anggota tersebut.
Melihat jumlah personel TNI-AL mulai lebih banyak, oknum anggota tersebut justru meningkatan tensi nada bahasa ke jurnalis, dan menyampaikan ihwal areal Militer.
Tak terima hal tersebut, rombongan jurnalis kembali menyampaikan ihwal kerja pers dilindungi oleh Undang-undang (UU) Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Tensi mulai meningkat, sehingga para jurnalis terpaksa mengalah dan mau geser agak jauh, namun dalam posisi itu oknum anggota tersebut justru keluarkan nada ancaman dimana akan menangkap jurnalis.
“Kalau kamu masih di sini saya akan tangkap kalian di sini,” ucap anggota TNI AL tersebut.
Mendengar hal tersebut, tensi kembali memanas antara pata jurnalis dan oknum TNI-AL, tampak sejumlah anggota sontak menenteng senjata lengkap di dalam pos.
Atas laporan yang diterima tersebut, IJTI Korwil Maluku-Papua menyatakan sikap:
- Tindakan para petugas keamanan mengusir serta dugaan mengintimidasi secara verbal merupakan tindakan merusak citra demokrasi Indonesia khususnya pada perlindungan dan jaminan ruang aman untuk jurnalis dalam menjalankan tugas jurnalistiknya. Bahkan tindakan tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran UU Pers Pasal 18 ayat (1) “Setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
- Mendorong semua pihak menghormati dan memberikan perlindungan hukum terhadap jurnalis yang melaksanakan tugas profesinya berdasarkan ketentuan perundang-undangan. Jurnalis memiliki hak dan mendapatkan perlindungan hukum dalam hal sedang menjalankan fungsi, hak, kewajiban dan perannya yang dijamin Pasal 8 UU Pers. Perlindungan hukum itu dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat;
- Mendesak semua pihak termasuk aparat TNI-AL berhenti menghalang-halangi dan membatasi kerja jurnalis yang berujung menghambat hak publik untuk mendapat informasi.