Lingkungan

Ormas Keagamaan Dapat Karpet Merah, Pengusaha Disabilitas dari PERPEDIN Tak Diberi Izin Operasikan Tambang di Klaten

×

Ormas Keagamaan Dapat Karpet Merah, Pengusaha Disabilitas dari PERPEDIN Tak Diberi Izin Operasikan Tambang di Klaten

Sebarkan artikel ini
Lokasi pertambangan PT Bambs Messir Mukti di Klaten, Jawa Tengah. Foto: istimewa.

TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Pemerintah Joko Widodo (Jokowi) tengah mendapat sorotan setelah menyatakan siap memberi wilayah izin usaha pertambangan khusus (IUPK) bagi ormas keagamaan mengelola konsesi batu bara. Namun, di sisi bersamaan, Perkumpulan Pengusaha Disabilitas Indonesia (PERPEDIN) sudah beberapa tahun ini “dianaktirikan” terkait pengoperasionalan tambang.

Sebagai informasi, PERPEDIN juga merupakan anggota luar biasa dari Kamar Dagang Indonesia (KADIN) Indonesia.

Ketua Umum PERPEDIN, Bambang Susilo mengungkapkan, pihaknya melalui PT Bambs Messir Mukti memang sudah memiliki IUP Ekplorasi pertambangan dari Pemerintah Pusat.

Kendati demikian, sampai saat ini pihaknya tidak diberi izin mengoperasikan tambang mineral dan batuan (pasir) di Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten, Provinsi Jawa Tengah, akibat dari tidak diterbitkannya IUP OP oleh pemerintah.

Ada Peraturan Daerah (Perda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah atau RTRW Kecamatan Kemalang, Klaten yang mengganjalnya. Padahal, Pemerintah Pusat sudah memberi izin, tetapi Pemda malah tidak membuka jalan bagi pengusaha disabilitas. Bamsoes, sapaannya, merasa perlu membuka diskursus terkait hal ini.

“Sementara izin-izin yang masih eksplorasi, belum peningkatan ke operasi produksi itu ada banyak, terkendala di peningkatan izin,” kata Bambang saat diwawancarai Teropongnews di Jakarta, Kamis (27/6/2024).

Bamsoes menilai Pemda setempat justru memberatkan para pelaku usaha yang sudah punya izin resmi terkait pertambangan.

Ia mengurus izin usaha pertambangan sesuai prosedur ke Kementerian Investasi/Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) dan kementerian lainnya, hingga terbit IUP pada 2021 lalu. IUP eksplorasi yang Bamsoes punya lima bulan lagi kedaluwarsa, yang sedang dilakukan proses perpanjangan. Namun, sampai saat ini unit usahanya tidak diizinkan beroperasional oleh pemerintah.

Bambang pun menyinggung Undang-Undang Cipta Kerja khususnya cluster tambang sebetulnya semangatnya sudah bagus. Akan tetapi, tidak sinkron dengan Perpres Nomor 55 tahun 2022, yang menurutnya membuat polemik.

“Sebenarnya kalau tidak terbit Perpres semua klir, karena terbit Perpres di daerah lahir raja-raja kecil lagi. Padahal UU Cipta Kerja sudah bagus mengatur cluster tambang,” ujar dia.

“PERPEDIN berharap pemerintah pusat bisa mengintervensi ini, guna mencari solusi agar pengusaha khususnya dari disabilitas tidak dirugikan,” kata Bamsoes menambahkan.

Kasus ini juga sudah dilaporakan kepada Lembaga Mediasi Sengketa Bisnis KADIN Indonesia.

Klaten marak tambang ilegal

Ketua Bidang ESDM Perpedin Andhika Eky Saputra mengatakan problem mencolok di Klaten saat ini ialah, pihak yang punya IUP legal justru tidak diberi izin menambang. Sementara, para penambang-penambang ilegal malah secara leluasa mengoperasikan kegiatan pertambangan di Klaten. Banyak alat berat dan truk pengangkut material berlalu-lalang di sana.

“Di Klaten, banyak tambang ilegal. Tambang ilegal malah marak dibiarkan. Jadi intinya, orang yang mau bikin izin legal terhambat, malah yang ilegal dibiarkan jalan,” kata Eky saat dihubungi melalui sambungan telepon.

Eky menengarai, permasalahan utama terdapat pada Perda tentang RTRW yang dilahirkan Pemda setempat. Jadi, kemungkinan siapapun yang punya izin resmi sekalipun, bakal dihambat oleh aturan tata ruang tersebut.

“Tapi anehnya, tambang ilegal malah dibiarkan di Klaten. Jadi orang tidak bisa meningkatkan dari izin eksplorasi ke operasi produksi,” ucapnya terheran-heran.

Di sisi bersamaan, ia melihat ada kontradiksi antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah terkait IUP di Klaten. Di mana Pemerintah Pusat telah menerbitkan IUP. Namun, Pemda melalui Perda-nya justru mengatur wilayah Kecamatan Kemalang tidak boleh ditambang. Akan tetapi, pihak ilegal malahan bebas beroperasi. Perpedin merasa ini tidak fair.

“Kenapa dulu pusat dan daerah tidak koordinasi terkait peningkatan izin,” lanjutnya.

“Nah, ketika Pak Bambang sudah terbit (kantongi) IUP eksplorasi, sebulan kemudian Klaten membuat Perda izin RTRW baru, di mana IUP eksplorasi itu bukan tata ruang pertambangan lagi. Jadi, terhambat meningkat ke izin produksi karena izin produksi kan perlu persetujuan kesesuaian tata ruang,” jelasnya.

Eky memprediksi, walaupun pihaknya membuat dokumen teknis seperti studi kelayakan dan lainnya sesuai prosedur, akan tetapi kalau persetujuan tata ruang tidak keluar, maka tidak akan terbit juga IUP produksi.

“Problematikanya di situ. Namun, anehnya tambang ilegal malah marak dibiarkan. Kalau menurut saya, kenapa tidak dilegalkan semua, karena itu kan pemasukan juga buat kabupaten. Apalagi, di situ ada potensi tambang. Ada pajak ke daerah, pajak ke negara, pemasukan intinya. Kalau ilegal masuk ke oknum,” tuturnya.

Eky memastikan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Pemda setempat. Namun, sampai saat ini masih belum menemui titik terang.

“Itu sudah ada (komunikasi), tetapi kabupaten tetap bersikukuh tidak bisa untuk diterbitkan izin tambang. Jadi, terbentur di izin tata ruang di kabupaten karena tidak mengeluarkan persetujuan pemakaian ruang untuk pertambangan. Marak tambang ilegal di Klaten, kami mau bikin izin resmi malah terhambat,” kata Eky memungkasi.