TEROPONGNEWS.COM, SORONG – Semakin tak lagi dikenal oleh publik semakin dicari oleh Javara Indonesia dan Seniman Pangan Indonesia.
Sebab produk makanan tradisional Indonesia telah diakui oleh dunia international. Contohnya, siapa sangka produk hasil olahan suku Moi sangat digemari oleh Restoran ternama yang ada di Perancis. Karena produk ini, tidak ada di negara manapun di dunia.
Warga Sorong sendiri mungkin tak pernah dengar, nama produk itu garam nipah. Produk ini, buatan dari Sorong yang sangat digemari di Prancis.
“Saya sebenarnya punya pekerjaan paling romantis dan paling enak, karena pekerjaan saya adalah mengangkat budaya pangan terlupakan Indonesia. Semakin dilupakan, semakin kita munculkan lagi dan kita membuat itu menjadi sesuatu yang seksi dan menarik gitu, ” ucap Helianti Hilman pada acara Kurasi produk UMKM untuk ditempatkan di Nusantara Galeri dan Ikon Papua, Kamis (23/5/2024) di Rylich Panorama Hotel Sorong.
Selaku Founding Javara Indonesia, Helianti mengaku senang sekali, karena justru di ujung timur Indonesia ini ada kolaborasi yang luar biasa, karena tidak mungkin kita bisa melakukan itu tanpa kerja sama.
Harapan yang Halianti bagikan pada kesempatan ini berkumpul bersama lebih dari 60 pelaku UMKM mengatakan bahwa tidak ada yang tidak mungkin.
” Dulu waktu kami berdiri pertama kali semua orang mengatakan tidak mungkin produk dari pelosok dan desa di Indonesia dengan skala kecil bisa masuk ke pasar internasional. Kami ubah itu semuanya, kami sekarang bermitra dengan 10.000 petani, nelayan, ukm dari aceh sampai papua dan kami masuk ke lebih dari 30 negara di 5 benua,” kata Helianti.
Yang menarik, lanjut Helianti, bukan ekspor yang gede-gede amat lah tapi yang menarik adalah produk yang Javara Indonesia jual kan ada yang bahkan orang Indonesia sendiri nggak pernah dengar.
“Dari suku Moi ada salah satu produk dan ini bukan ilmu saya bapak ibu. Ini adalah ilmunya orang suku di pulau Papua membuat garam dari tanaman nipah ini. Garam nipah ini dapat penghargaan di Perancis tahun 2018. Garam nipah ini di seluruh dunia nggak ada. Dan yang lebih hebatnya lagi garam ini sodiumnya hanya 20 persen. Jadi sangat aman buat orang yang tekanan darah tinggi ini, ” ungkap Helianti.
Garam nipah ini, Helianti katakan dijualnya ke restoran-restoran mahal yang ada di perancis dan dikirimnya pakai pesawat. Restoran besar di Prancis itu, mereka cuma mau nyobong.
“Jadi garam nipah hanya ditaruh di meja, karena seluruh dunia memang gak ada, maka sebagian restoran mereka juga mau nyombong kan bahwa mereka menggunakan bahan yang tidak ada di seluruh dunia, ” tutur Helianti.
Contoh lain ini , tambah Helianti, dirinya baru kembali dari Warimax di Teluk Mayalibit Raja Ampat dengan produk kepiting asap.
“Waktu kami survei pertama kali enam bulan yang lalu. Waktu itu tanggal 3 desember saya masih ingat kami datang ke sana, kemudian kepiting besar-besar tapi sasaran kami satu kalau mau berdagang kepiting tolong jagalah hutan bakau, karena kalau hutan bakaunya rusak tentu kepitingnya pun akan punah. Jadi kalau kita mau berkelanjutan maka harus dijaga, jadi kepiting yang kecil-kecil jangan diambil, ” ucap Helianti.
Masyarakat di Warimak mengolah kepiting dengan cara diasap dengan mengunakan kayu bakar merah. Namun cara pengasapannya tidak sehat.
“Cara pengasapan yang sehat untuk kepiting, jarak api dengan kepiting yang diasap haruslah berjarak 1 meter. Kalau kurang dari itu, justru bisa mengakibatkan kanker. Kami lantas membantu membuat tungku pengasapan yang berjarak 1 meter, ” aku Helianti.
Tidak hanya itu saja, lokasi warga yang melakukan pengasapan kepiting itu, Helianti katakan pihaknya bangun pondok atau tempat duduk.
Logikanya, ketika anda makan ikan kakap di rumah makan seharga Rp 500.000. Nah kami mengajak anda untuk makan ikan yang sama dengan olahan yang sama, sambil langsung anda ikut tangkap dan pilih ikan sendiri dan makan ikan pula. Jadi konsepnya kita komersilkan.
Untuk kepiting asap ini, ke depan, aku Helianti, pihaknya bantu lakukan pengemasan sehingga menarik dengan tajuk Wisata Tangkap dan Nikmati langsung Kepiting Asap di Kampung Warimak.
“Kita ingin wisatawan bisa lihat cara menangkap kepiting, lalu diasapin, sambil mereka nikmati langsung di tempatnya. Tentu akan bernilai ekonomis dan meningkatkan pendapatan masyarakat, ” tuturnya.