TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Badan Pemilihan Aset (BPA) Kejaksaan RI Diusulkan jadi Pusat Otoritas Penyitaan Aset. Hal ini
mengingat banyaknya penanganan kasus korupsi jumbo oleh kejaksaan, termasuk kasus korupsi hasil korupsi tata niaga timah yang merugikan negara Rp 271 Triliun.
Usulan tersebut dilontarkan Ketua Komisi Kejaksaan (Komjak) RI, Prof Pujiyono Suwandi, di Solo, Minggu (19/05/2024). Katanya , hasil korupsi tersebut berpeluang untuk dialihkan dalam bentuk aset usaha lainnya oleh para pelaku. Seperti perkebunan sawit, tambang batubara, bahkan bisa berupa aset di luar negeri.
“Selama ini pelacakan dan penyitaan aset di luar negeri masih memerlukan izin dari Kementerian lain sebagai otoritas sentral yakni Kementerian Hukum dan HAM,” ujarnya.
Dirinya khawatir dengan birokrasi ini membuat pelacakan dan penyitaan aset akan terhambat.
Padahal, saat ini Kejaksaan Agung mempunyai Badan Pemulihan Aset (BPA) sendiri. Menurutnya, Lembaga ini lebih tepat menjadi otoritas sentral. Karena jangan sampai izin penyitaan hari ini diajukan tapi tahun depan izin baru turun.
“Hilanglah itu aset, entah karena dijual atau yang lainnya,” ujarnya.
Untuk itu, dirinya mendorong agar pemindahan kewenangan otoritas sentral dari Kemenkum HAM dipindahkan ke BPA Kejaksaan Agung.
“Ke depan kita dorong kepada Presiden agar memindahkan kewenangan otoritas sentral ini dari kemenkum HAM ke BPA Kejaksaan Agung sebagai central authority (CA) dalam hal pemulihan aset,” tuturnya.
Otoritas itu juga menjadikan Kejaksaan Agung memiliki kewenangan tidak hanya menyita aset hasil korupsi, melainkan juga aset lain yang dihasilkan dari aset yang bersumber dari korupsi.
“Sehingga peluang untuk memulihkan kerugian negara semakin besar karena yang disita bisa sampai beberapa layer,” kata dia.
Di sisi lain, pihaknya memberikan apresiasi terhadap penanganan kasus korupsi yang terjadi pada tata niaga timah.
Kerugian yang dialami pemerintah atas kejahatan ini cukup fantastis, mencapai Rp 271 triliun.
Akademisi UNS ini mengingatkan Tim Satgasus Jampidsus untuk tidak tergoda dan terjebak pada penyitaan aset-set kecil tapi menimbulkan kesan mewah di mata publik, seperti menyita arloji mahal, sepatu, tas mewah dan sejenisnya.
“Bukannya tidak penting, tapi ingat, kerugian negara Rp 271 T, sehingga penting untuk fokus pada aset-aset besar,” pungkasnya. *Kop/berbagai sumber.