TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) mengungkapkan saat ini kayu jenis merbau merupakan sasaran empuk bagi penebang ilegal di Sorong, Papua Barat, karena memiliki nilai jual yang tinggi dipasaran.
Berdasarkan penelusuran tim TeropongNews, di tengah perkebunan terdapat tempat penampungan kayu (TPK) yang tak memiliki atap berlokasi di Sorong, Papua Barat Daya.
Parahnya, pemilik hanya menggunakan seng putih sebagai menutup setiap sudut bangunan untuk menutupi kedoknya gar tak terendus aparat dan masyarakat sekitar.
Selanjutnya, merbau yang telah dikumpulkan para “cukong” ini pun akan di jual secara diam-diam menuju luar Papua melaui jalur laut.
Menanggapi hal itu, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Papua, Maikel Primus Peuki, menyebut metode yang digunakan pelaku dalam membeli merbau ialah dengan masuk langsung ke hutan di wilayah Sorong dengan harga Rp100 ribu per satu pohon.
“Biasanya membeli langsung dari hutan seharga Rp100 ribu perpohon, bisa juga kurang dari itu,” ucapnya saat dihubungi TeropongNews, diberitakan Selasa (7/3/2023).
Maikel menjelaskan dengan harga tersebut, para cukong mampu meraup keuntungan mencapai puluhan jutaan rupiah, jika merbau di jual per kubik dengan harga Rp 5-7 juta baik didalam maupun di luar Papua.
“Harga kayu perkubik di Papua bagian kota bisa Rp5-7 juta. Mungkin di luar Papua dan luar Indonesia bisa diatas,” paparnya.
Tak hanya itu, untuk memenuhi kantong pribadi, para pelaku rela mendapatkan merbau incarannya dengan membeli langsung kepala dusun dan masyarakat adat walau dibeli dengan harga yang lebih mahal.
Maikel menilai tindakan tersebut telah melanggar hukum dan mencederai Tanah Cenderawasih ini, karena menebang hutan secara rakus untuk masa depan anak cucunya.
“Mereka membeli langsung kepada tuan dusun atau dalam bahasa papua ‘Ondoafi’ kepala suku tertentu, dengan harga Rp200 500 ribu,” tandasnya.
Sebelumnya dikhabarkan adanya aktivitas pengolahan kayu ilegal disebut-sebut menjamur di wilayah Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya. Yang diduga dimiliki LO.
LO juga disebut-sebut membeli kayu jenis Merbau hasil olahan masyarakat (pacakan) yang kemudian diolah dalam bentuk sarkelan, dan selanjutnya dikirim ke luar Papua, tepatnya di Surabaya, melaui pelabuhan laut Sorong. Padahal, TPK milik LO diduga tidak memiliki izin industri. Modus operasinya LO diduga memakai jasa atau dokumen PT SKS.