TEROPONGNEWS.COM, BANDUNG – Untuk menekan jumlah sampah yang menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA), maka Pemerintah Kota (Pemkot) Bandung kembali mengkaji ulang kebutuhan pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa).
Demikian disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (DLHK) Kota Bandung, Dudy Prayudi kepada wartawan, di Balai Kota Bandung, Kamis (9/3/2023).
“Saat ini kita sedang koordinasi dengan Kemenko Bidang Kemaritiman dan Investasi (Kemenkomarves) dikomandoi oleh Bappelitbang, untuk melihat dari aspek yuridis, hukum, dan aspek lainnya sesuai dengan regulasi yang ada,” ujar Dudy.
Perlu diketahui, Pemkot Bandung sempat berencana membangun PLTSa di kawasan Gedebage, setelah bencana longsor di TPA Leuwigajah. Untuk itu, Pemkot Bandung telah bekerja sama dengan PT. Bandung Raya Indah Lestari (BRIL).
Namun menurut Dudy, dari 2013 hingga sekarang, tentu sudah banyak aturan yang berubah. Oleh karena itu, untuk memastikan hal tersebut, pihaknya tengah berkoordinasi dengan Kemenkomarves.
“PT. BRIL memang sedang melakukan penghitungan ulang. Kajian 2013 harus diupdate, contohnya dari sisi biaya. Kalau tenggat waktu nanti akan dibahas kembali,” katanya.
Ia menuturkan, strategi lain untuk penanganan sampah sambil menunggu keputusan PT. BRIL diantaranya, dengan mengoptimalkan program “Kang Pisman”.
“Kita masih menggunakan TPA Sarimukti, karena Legok Nangka belum bisa digunakan. Kita jalankan dengan Kang Pisman. Sudah tersebar di 180 kawasan bebas sampah. Kalau dari sisi jumlah, memang belum menyesuaikan, setidaknya mengurangi,” ungkapnya.
Berbagai metode lain juga dilakukan, seperti kompos, magotisasi, biodigester, dan RDF. Tahun ini akan dibangun tiga tempat pengolahan sampah terpadu, yang metodenya sama dengan di Cicukang Holis, tapi kapasitasnya lebih besar.
“Di Holis itu bisa olah sampah sampai 10 ton per hari. Kalau tiga lokasi yang nanti dibangun bisa mencapai akumulasi 100 ton sampah per hari,” paparnya.
“Bahkan, tahun depan akan dibangun di tiga lokasi lagi, yakni Pasir Impun, Jelekong, dan Taman Sehati. Dengan upaya tersebut, bisa mengubah tempat penampungan sampah menjadi tempat pengolahan sampah. Sehingga setidaknya bisa mengurangi sampah yang dikirim ke TPA,” jelasnya.
Dudy mengatakan, saat ini ada perusahaan tekstil di Bandung yang sedang bekerja sama dengan Pemkot Bandung untuk menyerap Refuse-Derived Fuel (RDF) ini.
Meski sebenarnya kebutuhannya besar, tapi produksinya saat ini masih kecil. Dari 10 ton sampah yang diolah RDF, hanya menghasilkan 3-4 ton.
“Ini kita melakukan kerja sama dengan pabrik tersebut didampingi oleh BRIN. Karena kami ingin memastikan RDF yang dihasilkan oleh kita ini cocok untuk pabrik tekstil,” tandas dia.