TEROPONGNEWS.COM, BANJARMASIN – Menutup tahun 2022, kondisi perekonomian nasional maupun Kalimantan Selatan (Kalsel) menunjukkan kondisi yang penuh optimisme walaupun tetap waspada.
Hal tersebut telah membuktikan, bahwa kerja keras APBN selama ini telah berhasil menjaga masyarakat dan perekonomian, dalam menghadapi berbagai guncangan dan ketidakpastian.
Kepala Kanwil Dirjen Pembendaharaan (DJPb) Kalsel, Sulaimansyah menyebutkan, selama 2022, pertumbuhan ekonomi Kalsel telah menunjukkan angka yang cukup menggembirakan.
Capaian pertumbuhan ekonomi sampai dengan periode akhir triwulan III 2022 menunjukkan angka pertumbuhan sebesar 5,59 persen (yoy), yang terutama didorong oleh sektor pertambangan dan penggalian, yang sedikit lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 5,72 persen pada periode yang sama.
“Keberhasilan pemulihan ekonomi di Kalsel pada 2022 juga terlihat dari penurunan angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) dari semula 4,95 persen pada Agustus tahun lalu, menjadi 4,74 persen pada bulan Agustus 2022,” kata Sulaimansyah kepada wartawan, di Banjarmasin, Kamis (12/1/2023).
Demikian juga untuk tingkat kemiskinan di Kalsel yang menurun dari semula 208,11 ribu jiwa (4,83 persen) pada Agustus 2021 menjadi 195,70 ribu jiwa (4,49 persen) pada Maret 2022.
Beberapa indikator lain yang menunjukkan keberhasilan capaian pembangunan daerah di Kalsel adalah peningkatan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) selama enam tahun terakhir dengan posisi 2022 sebesar 71,84.
Dari ratio enam tahun berturut-turut, kecenderungan membaik dengan posisi akhir pada 2022 sebesar 0,317 dari tahun sebelumnya sebesar 0, 330.
Demikian juga dengan Indeks Kualitas Lingkungan Hidup (IKLH) yang mengalami kenaikan selama enam tahun berturut-turut dengan posisi terakhir pada 2022 sebesar 71,92 meningkat dari tahun sebelumnya sebesar 71,03.
“Untuk mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang kondusif pada 2023, maka tetap perlu dilakukan koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter. Hal tersebut terutama pada 2023 masih akan menghadapi ketidakpastian perekonomian global, yang dapat berdampak kepada peningkatan inflasi yang berpotensi mengurangi daya beli dan kesejahteraan masyarakat,” ucap Sulaimansyah.
Pada 2023, lanjut dia, tingkat inflasi diperkirakan akan kembali ke sasaran optimal pada 3+1 persen dan 2,5+1 persen pada 2024. Hal ini dapat terwujud melalui sinergi yang erat supaya subsidi energi pemerintah, kenaikan terukur suku bunga Bank Indonesia, stabilitas rupiah, koordinasi TPID dan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP).
Sulaimansyah menyebut, perekonomian regional Kalsel diprediksi masih akan optimis pada 2023, mengingat harga komoditas ekspor batubara akan tetap menguat sebagai sektor penyumbang pertumbuhan ekonomi Kalsel terbesar, walaupun harga sawit akan cenderung menurun.
“Hal tersebut juga disebabkan oleh masih kuatnya kemampuan ekonomi negara tujuan ekspor batubara Kalsel, antara lain China, India, Jepang serta Korea Selatan,” tandas Sulaimansyah.