TEROPONGNEWS.COM, TERNATE – Peneliti Pusat Studi Pariwisata UGM, Wijaya S. Hut. M.Sc., menyatakan, Kabupaten Halmahera Utara memiliki daya tarik wisata yang sangat beragam. Daya tarik wisata tersebut mulai dari gunung api, air terjun, air panas, pantai, pulau-pulau kecil, spot diving, spot mancing, dan jelajah hutan.
Di Kabupaten Halmahera Utara juga dapat ditemukan tempat untuk pengamatan satwa endemik kawasan hutan area Telaga Paca, danau, kuliner, seni-budaya, peninggalan sejarah perang dunia, hingga kerajinan lokal. Hasil analisis Puspar UGM mencatat, sedikitnya terdapat 60 spot yang tersebar di 17 kecamatan.
“Daya tarik wisata alam menempati urutan terbanyak diikuti wisata budaya atau peninggalan sejarah,” ungkapnya dalam keterangan tertulisnya, yang diterima Teropongnews.com, di Ternate, Senin (24/10/2022).
Berpijak atas ketersediaan daya Tarik tersebut, menurut Wijaya, maka pengembangan kepariwisataan Halmahera Utara lebih cocok diarahkan wisata alam bahari, didukung wisata danau dan wisata budaya atau peninggalan sejarah.
Sedikitnya, tiga kawasan strategis yang diunggulkan, yaitu wilayah Galela dan Loloda diarahkan sebagai pengembangan wisata danau dan bahari atau pantai.
Wilayah Tobelo diarahkan sebagai pengembangan wisata bahari dan kuliner, serta wilayah Kao-Malifut yang sangat cocok dikembangkan sebagai wisata budaya atau peninggalan sejarah perang dunia II.
Dukungan sektor wisata di bumi Hibua Lamo juga sudah dilengkapi dengan sarana akomodasi, warung makan, jaringan komunikasi, dan sarana transportasi. Pengelolaan wisata Halmahera Utara kedepan lebih tepat dikembangkan menuju sebagai pariwisata berkualitas.
“Salah satu ciri-cirinya ditandai dengan kesediaan wisatawan yang mau belajar, tinggal lama serta memberikan kemanfaatan langsung kepada masyarakat melalui belanja wisatawan, serta tidak merusak ekosistem,” tuturnya.
Sementara itu, Sekretaris Daerah sekaligus Ketua KAGAMA Halmahera Utara 2022-2026,
Drs. E.J. Papilaya, MTP, mewakili Bupati menyambut baik peran Puspar UGM untuk melakukan review pembangunan kepariwisataan di bumi Hibua Lamo.
Dia menyampaikan dinamika selama 11 tahun silam, sejak Ripparda ini dibuat tentunya perlu disesuaikan dengan kondisi yang saat ini terjadi.
Untuk itu, dia menegaskan diperlukan mapping dan perencanaan ulang menyesuaikan perubahan. Sekda meyakini segala sesuatu yang dijalani akan mengalami perubahan (everything is change), seperti zaman dan teknologi informasi yang terus berubah dan berkembang.
“Demikianlah kita harus mengikuti perubahan itu, seperti perubahan zaman, IT dan seterusnya. Apabila kita tidak mampu menyesuaikan dengan perubahan, maka kita akan ketinggalan,” ucapnya.
Oleh karenanya segala sesuatu yang dikerjakan harus dilakukan dengan menyesuaikan perkembangan zaman. Sebagaimana kondisi saat ini dalam menyikapi perkembangan kini yang telah menuju era 5.0, termasuk di bidang kepariwisataan di Halmahera Utama.
“Pariwisata adalah sebuah entertainment jika dikemas dan ditampilkan dengan baik akan menghasilkan sebuah irama yang indah dan pada akhirnya mampu membahagiakan masyarakat dan wisatawan ketika berada di sebuah destinasi,” katanya.
Tim ahli Pusat Studi Pariwisata UGM, Dr. Destha Titi Raharjana, S.Sos, M.Si menambahkan, jika sektor kepariwisataan diharapkan mampu memberikan multiplier efek positif bagi masyarakat dan daerah.
Sejalan dengan tujuan SDG’s, bagaimana kemudian menjadikan sektor kepariwisataan mampu menjadi salah salah satu leading sektor bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya Halmahera Utara.
“Karena itu, bagaimana upaya banyak pihak mendorong potensi alam, budaya, dan ekonomi kreatif yang dimiliki masyarakat agar dapat memberikan peluang kerja sekaligus meningkatkan pendapatan asli daerah,” tandas Destha.