TEROPONGNEWS.COM,SORONG – Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Papua Barat, Barnabas Dowansiba mengatakan bahwa jumlah guru di Papua Barat terus berkurang.
Hal itu disampaikan Barnabas saat mengikuti kegiatan Focus Grup Discussion (FGD) penjaringan pokok-pokok pikiran penyusunan kebijakan pembangunan otonomi khusus (otsus) di bidang pendidikan , kesehatan, bagi orang asli Papua periode 2023-2042 di Vega Hotel Sorong, Jumat (14/10/2022).
“Kekurangan guru itu terjadi karena pemekaran tetap jalan tapi pemerintah tidak pernah juga membuka kesempatan untuk penerimaan pegawai. Akibatnya guru yang tadinya hanya sedikit di satu sekolah, sudah dipecah-pecahkan ke sekolah-sekolah sesuai dengan kampung-kampung yang dimekarkan,”jelas Barnabas.
Dikatakannya, jika terjadi pemekaran di Provinsi, maka secara otomatis kabupaten/kota dan distrik akan bertambah, sehingga sekolah akan dibangun karena mengikuti keadaan masyarakat yang juga semakin bertambah.
“Kalau sudah seperti itu pasti kita akan mengikuti keadaan masyarakat. Di mana masyarakat berkumpul di situlah kita harus membangun sekolah. Makanya kekurangan guru ini terjadi akibat pemekaran,”ucapnya.
Akibat dari kekurangan guru tersebut, kata Barnabas, kualitas belajar mengajar menjadi tidak efektif dan menyebabkan rendahnya prestasi siswa.
“Jadi mohon maaf kalau ada anakyang tidak tahu baca karena guru hanya satu, dua. Belum lagi Pemerintah menghapus Sekolah Pendidikan Guru (SPG) dan banyak guru SPG-SPG yang sudah pensiun, sehingga sekarang guru diisi oleh mereka yang baru lulus S1,”ungkapnya.
Kendati demikian, ia bersyukur bersyukur dengan adanya Peraturan Pemerintah (PP) 106 dan PP 107 di Undang undang Otsus Nomor 2 Tahun 2021 tentang Penerimaan, Pengelolaan, Pengawasan, dan Rencana Induk Percepatan Pembangunan.
“Tapi yang menjadi pertanyaan saya, setelah kita mengeluarkan uang untuk menyekolahkan guru-guru kita yang setara D2 atau D3, apakah ada jaminan untuk pemerintah menjadikan mereka pegawai negeri atau tidak itu juga jadi persoalan. Jangan sampai kita sudah kuliahkan masyarakat kita tapi aturan di pusat tidak mngizinkan sama saja bohong,”tuturnya.
Oleh karena itu, Barnabas berharap lewat FGD yang itu permasalahan tersebut bisa dievaluasi oleh pemerintah daerah.
“Dalam undang-undang otsus itu 30 persen untuk dana pendidikan dan kesehatan. Persoalannya kepala daerah tidak ada yang melaksanakan amanat otsus itu. Selama ini tidak reward dan punishment atau sanksi bagi mereka yang tidak memenuhi aturan pendidikan dan itu selalu diabaikan,”pungkasnya.