TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian dilaporkan oleh tiga organisai masyarakat ke Ombudsman terkait pelantikan penjabat gubernur. Tito diduga telah melakukan penyimpangan administrasi dalam penentuan penjabat gubernur disejumlah provinsi.
Menurut Kepala Divisi Hukum KonyraS, Andi Muhammad Rizaldi, Mendagri Tito Karnavian dilaporkan oleh Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Indonesia Corruption Watch (ICW) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), pada Jumat (3/6/2022).
“Oleh karena menabrak berbagai peraturan perundangan dan prinsip demokrasi yang merupakan perbuatan melanggar hukum, maka kami melaporkan Mendagri ke Ombudsman Republik Indonesia. Atas dasar tersebut, kami meminta Ombudsman RI sesuai tugas dan wewenangnya untuk menerima, memeriksa laporan, dan/atau pengaduan secara transparan dan akuntabel, serta menyatakan maladministrasi tindakan Mendagri dalam menentukan Penjabat Kepala Daerah,” kata Andi dilansir detiknews.
Mendagri dalam proses penentuan penjabat kepala daerah dianggap tidak transparan, akuntabel, dan partisipatif. Bentuk maladministrasi yang diduga dilakukan Tito Karnavian berupa penyimpangan prosedur serta pengabaian kewajiban hukum.
Berikut adalah deretan penjabat gubernur yang menyebabkan nama Mendagri Tito Karnavian dilaporkan ke Ombudsman RI ;
- Al Muktabar (Sekda Banten) sebagai Pj Gubernur Banten
- Ridwan Djamaluddin (Dirjen Minerba Kemen ESDM) sebagai Pj Gubernur Kepulauan Bangka Belitung
- Akmal Malik (Dirjen Otda Kemendagri) sebagai Pj Gubernur Sulawesi Barat
- Hamka Hendra Noer (Staf Ahli Bid Budaya Sportivitas Kemenpora) sebagai Pj Gubernur Gorontalo
- Komjen (Purn) Paulus Waterpauw (Deputi Bid Pengelolaan Potensi Kawasan Perbatasan Kemendagri) sebagai Pj Gubernur Papua Barat.
Dalam laporannya ketiga organisasi tersebut Mendagri diduga tidak transparan dan akuntabel dan dalam penempatan TNI-Polri sebagai penjabat kepala daerah telah menerabas berbagai peraturan perundangan, seperti UU TNI, UU Polri, UU ASN, UU Pemilihan Kepala Daerah, hingga dua Putusan Mahkamah Konstitusi.