TEROPONGMEES.COM, MERAUKE – Uskup Agung Kesukupan Agung Merauke, Mgr. Petrus Canisius Mandagi, MSC sampaikan hasil kunjungan Kanonik atau kunjungan resminya sebagai uskup ke daerah Distrik Kimam, Kabupaten Merauke, Papua.
Setelah berjumpa dan berdialog kepada masyarakat Kimam di awal Mei 2022, ada banyak masalah serta masukan yang ditemukan di sana. Baik pendidikan, kesehatan, ekonomi, infrastruktur jalan maupun situasi sosial masyarakat yang menurutnya perlu ada perubahaan.
“Kunjungan saya sekaligus memberikan Sakramen Krisma kepada umat Katolik di Kimam sebagai tanda hadirnya Tuhan memberikan kekuatan melalui roh kudus agar hidup di jalan yang benar,” terang Uskup Mandagi kepada wartawan.
Lanjut katanya, keamanan di wilayah Kimam dan Wanam cukup aman, meski belum ada kerjasama antara TNI-Polri sehingga didatangkan Anggota Brimop untuk menekan tindak kiriminakan dan memberikan rasa aman kepada warga.
Hanya saja warga setempat keluhkan pengamanan yang dilakukan Anggota Brimop justru membebani warga dengan membayar setiap bulan sekitar Rp 30.000.000. Menjadi pertanyaan besar mengapa rakyat dibebeankan dengan pungutan semacam itu.
“Ini pertanyaan besar saya. Masyarakat sudah tidak aman, kemudian mereka harus bayar,” ujar Uskup Agung Merauke.
Namun sangat diapresiasibya bahwa hubungan persaudaraan antar umat beragama sangat baik di wilayah itu. Menurutnya, ini sudah nilai plus yang menjadi patokan kedamaian suatu wilayah.
Lebih lanjut disampaikan bahwa, daerah Kimam punya SDA yang cukup tetapi masyarakatnya belum maju, kehidupan mereka madih sangat sederhana. Belum lagi pendidikan tidak berjalan baik, minimnya tenaga kesehatan dan masalah stunting cukup besar diderita rakyat di sana padahal Dana Desa dan ADK cukup besar dikucurkan ke kampung.
Mirisnya lagi, masyarakat Kimam yang semula rajin kerja kebun untuk bercocok tanam, kini menjadi malas setelah ada bantuan langsung tunai (BLT) yang diberikan setiap bulan dari pemerintah.
Untuk itu, menurut Uskup Agung Merauke, pemerintah daerah juga ikut melihat perkembangan atas bantuan yang diberikan agar jangan sampai menciptakan rasa malas kerja karena rakyat dimanjakan dengan bantuan BLT.
Masalah pendidikan sangat hancur, tidak ada aktivitas karena guru tidak di tempat tugas alias lebih nyaman di kota daripada menjalankan tugasnya sebagai pendidik. Patut ditanyakan kompetensi guru yang ditempatkan di wilayah itu, jika komoetensinya masih rendah maka akibatnya akan merusak generasi bangsa.
“Gereja Katolik akan menciptakan guru yang berkualitas dengan mengambil alih sekolah Kolese Pendidikan Guru (KPG) Merauke, agar dari sekolah ini menghasilkan guru yang berkualitas dan tanggungjawab dalam tugasnya,” sambung Uskup Mandagi.
Dikatakan, sejauh ini kurang ada kontrol kepada petugas kesehatan, pendidikan dan aparat pemerintah di kampung, sehingga kebiasaan buruk masih terus berjalan. Ada juga masalah transportasi yang cukup sulit dan keterbatasan biaya menjadi faktor pengahmbat.
Bertolak dari persoalan tersebut, sangat penting untuk daerah Selatan Papua dimekarkan jadi Provinsi Papua Selatan (PPS). Pemekaran dilakukan ada kaitan dengan kemanudiaaan supaya manusia bertumbuh dan berkembang dalam segala bidang, sebab rentang kendalinya terjangkau.
“Orang-orang yang berteriak tidak boleh mekar apakah mereka berjuang untuk Papua ataukah pesanan dari pihak luar. Kita punya hak untuk dapat kue dari NKRI. Pemekaran adalah sarana untuk angkat derajat orang Papua supaya lebih maju dan berkembang. Mari kita belajar kepada Papua Barat yang dimekarkan, mereka sudah mulai berkembang. Papua Selatan memang sangat perlu dimekarkan agar rakyatnya maju dan sejahtera,” tandasnya.