TEROPONGNEWS.COM,SORONG – Kematian anggota Brimob Destasemen C Sorong, Brigpol Yohanes Fernando Siahaan hingga kini terus bergulir.
Sebelumnya, Brigpol Yohanes ditemukan meninggal dunia akibat gantung diri, di rumahnya yang berlokasi di Jalan Bambu Kuning KM 12, Kota Sorong, pada 29 agustus 2018 lalu.
Makam Yohanes sempat dibongkar pada 23 Oktober 2018 untuk dilakukan autopsi, karena keluarga korban menduga kematiannya tidak wajar.
Akhirnya pada 23 Agustus 2021, Isteri Yohanes yakni ARP (30) dan paman ARP, AAP (38) ditetapkan sebagai tersangka oleh Polres Sorong Kota.
Hingga kini, kasus tersebut dinyatakan masih P-19, sebab penyidik belum menemukan keterangan saksi tambahan atau saksi kunci yang melihat secara yakin dan sah bahwa ARP dan AAP adalah pelaku pembunuhan.
Di ketahui, saksi tambahan kunci kasus tersebut adalah anak dari Brigpol Yohanes dan ARP yang masih berusia 8 tahun.
Hal itu pun tak luput dari sorotan Ketua Komisi Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait. Arist menjelaskan kasus itu merupakan kasus lex specialis yang artinya berbeda dengan kasus orang dewasa.
Arist membeberkan, anak tersebut saat ini sedang berada di Jakarta dan berada dibawah perlindungan Komnas Perlindungan Anak, lantaran anak tersebut mengalami trauma mendalam pasca kematian ayahnya.
“Anak itu kan jadi saksi sekarang ini, bukan sebagai korban. Anak dimintai keterangan itu bisa dilakukan, bukan saja harus datang ke kota Sorong karena dia dengar sebutan Sorong saja dia terganggu apalagi ketemu keluarga pelaku. Karena kasusnya adalah lex specialis, makanya komnas perlindungan anak akan memfasilitasi pihak penyidik yang diminta oleh Kejaksaan Negeri untuk anak ini dilengkapi sebagai saksi kunci. Saya kira bisa didatangkan ke Jakarta dengan sebuah syarat anak ini harus diperiksa Psikologisnya,”jelas Arist di Sorong, Selasa (26/4/2022).
Dikatakan Arist anak tersebut harus dilindungi oleh Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan hal itu bisa dilakukan sebab kasusnya masuk kategori lex spicialis khusus anak-anak yang dijadikan saksi dalam suatu kasus.
“Jadi tidak masalah anak itu dijadikan saksi dan itu tidak melangggar hukum, sesuai dengan arahan Psikolog yang merekomendasi bahwa anak ini bisa dilakukan pemeriksaan atau tidak, dan anak itu tidak perlu di ambil sumpah. Tapi posisi anak itu harus stabil,”kata Arist.
Jika anak korban belum stabil, kata Arist, anak tersebut tidak boleh diperiksa secara langsung. Namun karena kasusnya lex specialis, keterangan tertulis Psikolog pun bisa digunakan untuk melengkapi permintaan dari kejaksaan.
“Alat buktinya bukan hanya soal kesaksian tetapi kesaksian bisa lewat tertulis,”pungkasnya.