TEROPONGNEWS.COM, SORONG- Aktivitas tambang galian C, PT.Bagus Jaya Abadi (PT.BJA) yang mengeruk material tanah di kawasan wisata Tanjung Kasuari kota Sorong Papua Barat dinilai meresahkan masyarakat, khususnya masyarakat pemilik tempat wisata di lokasi tersebut.
Pasalnya dampak dari aktivitas tambang itu diduga telah merusak lingkungan di kawasan objek wisata. Tentunya terjadi perubahan warna pada air laut di lokasi tempat rekreasi itu.
Merasa dirugikan dengan adanya masalah tersebut, pemilik 7 tempat rekreasi di lokasi objek wisata Tanjung Kasuari mengambil langkah hukum dengan menggandeng LBH Perhimpunan Bantuan Hukum Keadilan dan Perdamaian (PBHKP) melaporkan PT. BJA ke Polres Sorong Kota pada Kamis (18/2/2021).
Mewakili pemilik 7 tempat rekreasi di Tanjung Kasuari, pemilik taman rekreasi pantai London II, Salma Warfandu, menuturkan rasa prihatinnya terhadap dampak besar yang dialaminya bersama pemilih tempat wisata lainnya.
Dimana, kondisi pantai dan air laut yang dulunya menjadi primadona, tempat dimana masyarakat kota Sorong melepaskan kepenatan, kini telah berbalik 160 derajat.
Air laut telah tercemar, berubah warna dari hijau kebiru-biruan menjadi keruh kecoklatan, kondisi pantai yang dulunya berpasir kini telah dipenuhi batu kerikil, ditambah lumpur menumpuk didasar air laut, membuat hati resah teriris, terutama masyarakat dan pemilik tempat rekreasi.
“Kondisi pantai sangat berbeda dari sebelumnya. Dahulu menarik dan menyejukkan. Namun kini pasir pantai telah berubah warna dan dipenuhi batu-batu kerikil. Air laut yang dulunya jernih, sekarang sudah kelihatan coklat. Ini sudah terjadi sejak adanya pengerukan tanah atau galian C yang tidak jauh dari pantai itu,” ujar Salma Warfandu, sambil berharap pihak perusahan bisa menyadari hal itu.
Menurut Warfandu, dampak yang dirasakan pihaknya dari limbah galian C, milik PT.BJA itu, membuat pantai tempat rekreasi di Tanjung Kasuari, sudah jarang dikunjungi masyarakat Sorong. Pendapatan yang dahulunya sehari bisa mencapai satu juta rupiah, kini sudah sulit untuk meraup pendapatan sebesar itu.
“Kalau dibandingkan dengan sekarang, dulunya kami satu hari saja bisa dapat sekitar satu juta rupiah. Sekarang mau dapat seratus ribu saja, itu susahnya minta ampun. Orang sudah kurang kunjungi tempat wisata di sini. Penyebabnya adalah galian C itu,” tandas Warfandu.
Pimpinan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PBHKP Sorong, Loury da Costa, S.H, membenarkan jika pihaknya telah diberikan kuasa dari masyarakat terdampak pencemaran lingkungan tersebut, untuk memberikan bantuan hukum.
Menurut Loury, pihaknya telah melayangkan laporan tersebut ke unit Tipiter Polres Sorong Kota. Dikatakan, ada dugaan kuat, aktivitas tambang galian C dari PT.BJA itu telah masuk dalam kawasan hutan produksi terbatas.
“Terkait persoalan tersebut, kami tim kuasa hukum bersama masyarakat telah melayangkan laporan itu ke bagian Tipiter Polres Sorong Kota. Dan diduga kuat kalau aktivitas tambang galian C milik perusahaan tersebut telah masuk dalam hutan produksi terbatas,” ujar Loury da Costa.
Loury menyebutkan, akibat dari aktivitas penambangan itu, masyarakat pun menjadi korban. Khususnya masyarakat yang mencari nafkah terutama dari sektor pariwisata, sehingga pendapatan perhari turun drastis.
Menurutnya tim kuasa hukum mendorong kasus tersebut dalam beberapa undang-undang. “Tentunya kami mendorong kasus tersebut dalam beberapa undang-undang, yang pertama, undang-undang wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, undang-undang kehutanan, terkait tata ruang,” terangnya.
“Tata ruang itu kan kita tau bahwa di wilayah tersebut, merupakan wilayah potensi wisata, tapi kok ada aktivitas galian C di situ,” jelas da Costa.
Dikatakannya, informasi yang diperolehnya, bahwa di lokasi tersebut rencananya akan dibangun pelabuhan di kawasan itu. “Informasi yang kami peroleh juga, rencananya lokasi tersebut akan dibangun pelabuhan untuk mengangkut material tanah dari lokasi galian C itu dan sebagainya, dan informasi yang kami dapat, rencana pembangunan dermaga itu, izinnya belum mempunyai komitmen,” tandasnya.
Wali kota Sorong, melalui kepala dinas Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) kota Sorong, Julian Kelly Kambu, saat dikonfirmasi mengatakan, PT.BJA telah mengantongi izin lingkungan, hal itu dibuktikan dengan dikeluarkannya izin UKL/UPL oleh pemerintah kota Sorong.
Hanya saja kata Kelly Kambu, kebanyakan perusahaan di kota Sorong hanya mau mengurus izinnya saat mau melakukan usahanya, namun selanjutnya perushaan-perusahaan tersebut mengabaikan kewajiban mereka untuk melapor setiap enam bulan sekali kepada pemerintah kota Sorong dalam hal ini Dinas PPLH.
Kambu mengatakan, perusahaan tambang galian C wajib membuat laporan setiap enam bulan kepada pemerintah daerah setempat melalui dinas Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, itu diatur dalam Peraturan Pemerintah nomor 27 tahun 2021 tentang izin lingkungan kemudian dimuat dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup nomor 26 tahun 2018 tentang perizinan lingkungan secara online telah terintegrasi.
Julian Kelly Kambu mengakui, adanya kasus pencemaran lingkungan yang terjadi di kawasan wisata Tanjung Kasuari. Meskipun pengaduan masyarakat langsung ke Lembaga Bantuan Hukum, namun kewajiban pemerintah daerah melalui dinas PPLH kota Sorong, setelah mengetahui dari pemberitaan media, langsung menindaklanjuti hal tersebut, untuk melakukan verifikasi terkait kasus tersebut.
“Apa yang disampaikan oleh warga itu benar. Sejauh inikan warga membual laporan langsung ke Lembaga bantuan hukum, sehingga kami mengetahuinya lewat pemberitaan media. Meski demikian pemerintah daerah juga mempunyai kewajiban untuk menindaklanjutinya dan melakukan verifikasi terhadap perusahan tambang galian C tersebut,” ujar Kelly Kambu.
Menurutnya, sebagai instansi teheknis, dirinya telah melakukan tinjauan di lapangan untuk melakukan verifikasi, dan ternyata apa yang disampaikan itu benar.
“Hari Kamis kemarin kita tinjau lapangan dan kita lakukan verifikasi, ternyata apa yang disampaikan masyarakat itu benar, dan kami temukan beberapa hal, yang pertama dokumen laporan selama dua tahun terakhir tidak pernah dilakukan, sehingga hal itu menjadi dasar untuk kita menindaklanjutinya dan mengevaluasi, apakah bentuk-bentuk dokumen yang tertuang itu, dilakukan oleh perusahaan atau kah tidak. Yang kedua, temuan Bronjong yang menahan batu atau Talud untuk menahan ombak dari laut terpecah diterjang gelombang, sehingga batu di dalam Bronjong itu meluber keluar mengikuti arah arus laut sepanjang pantai yang dijadikan objek wisata, selain itu juga ada temuan endapan dan ban mobil bekas di dasar laut tempat rekreasi masyarakat di objek wisata Tanjung Kasuari itu,” terang Juan Kelly Kambu.
Terkait dengan persoalan tersebut, kata kepala dinas PPLH kota Sorong itu bahwa pemerintah kota Sorong mengancam akan mencabut izin usaha dan izin lingkungan jika pihak perusahaan tidak bersedia untuk membersihkan dan melakukan normalisasi laut yang dipenuhi endapan, batu kerikil dan ban-ban bekas di lokasi tersebut.
Menurut Kelly Kambu, yang sangat berbahaya juga, adalah temuan saluran limbah B3 seperti oli bekas yang tidak dikelola dengan baik termasuk kolam endapan yang tidak sesuai dengan dokumen izin lingkungan.
Dikatakannya, pemerintah kota Sorong melalui dinas PPLH, telah memanggil pihak perusahaan berdasarkan berita acara verifikasi temuan sejumlah kasus pencemaran lingkungan yang diduga dilakukan oleh perusahaan galian C yang berlokasi di Tanjung Kasuari.
Dari hasil verifikasi tersebut, pemerintah kota Sorong minta agar perusahaan PT.BJA membersihkan semua batu kerikil yang berserakan di sepanjang pesisir pantai, perusahaan juga diminta untuk membersihkan endapan yang mengendap di dasar laut, membersihkan ban-ban bekas, wajib membuat Bronjong sesuai standar, memperbaiki saluran drainase, serta disarankan juga menggunakan plastik geotekstil agar endapan tidak meluber.
“Sesuai permintaan pemerintah daerah lewat berita acara verifikasi kasus tersebut, jika tidak diindahkan, maka tidak menutup kemungkinan pemerintah akan mengambil tindakan tegas untuk mencabut izin lingkungannya. Kalau izin lingkungannya dicabut, maka dengan sendirinya izin usahanya tidak bisa digunakan. Karena izin lingkungan dikeluarkan sebagai syarat untuk mendapatkan izin usaha,” tegas Kambu.
Ia pun berharap, lewat hasil temuan yang diperolehnya saat melakukan verifikasi di lapangan dan berita acara yang sudah diserahkan kepada pihak PT.BJA, maka secepatnya ada upaya untuk melakukan pembersihan material yang mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan di lokasi wisata Tanjung Kasuari kota Sorong.
Sampai berita ini ditayangkan, pihak perusahaan PT. Bagus Jaya Abadi belum berhasil dihubungi.