TEROPONGNEWS.COM, JAYAPURA – Direktur Lembaga Penelitian Pengkajian Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari Yan Cristian Warinusi menilai, Kejaksaan Tinggi Papua (Kejati) melalui Asisten Tindak Pidana Khusus (Asipidsus), terlalu dini atau prematur menyimpulkan kasus dugaan Korupsi dana Covid-19 yang di laporkan LSM dan tenaga kesahatan di Kabupaten Keerom.
Pernyataan itu disampaikan praktisi hukum yang juga pengacara kondang Papua dan Papua Barat tersebut , menanggapi pernyataan yang disampaikan Asisten Tindak Pidana Khusus (Asipidsus) tersebut, terkait laporan dugaan korupsi dana Covid-19 di Kabupaten Keerom yang diduga dikorupsi oleh oknum-oknum tertentu.
Yan Warinusi menyampaikan seharusnya penyidik Kejaksaan Tinggi Papua dalam hal ini Asisten Tindak Pidana Khusus (Asipidsus) melakukan penelitian terhadap laporan dugaan korupsi yang masuk ke Kejati dengan berkas dan bukti –bukti tertulis yang di lampirkan palapor kemudia ada telaah yang di berikan kepada Kejati melalui Asipidsus
“Prinsipnya begini kalau menurut saya kan laporan sudah masuk , kemudian dilakukan penelitian itu prosedur yang benar, siapa yang melakukan penelitian Asipidsus dibawahnya ada jaksa penyidik dia akan meneliti berkas dengan bukti-bukti semua kemudian dikeluarkan telaah kepada kejati melalui Asipidsus, ujar Yan.
“Dari hasil penyelidikan tersebut, jika tidak ditemukan indikasi korupsi maka penyidik tindak pidana khusus harus mencari, atau mengecek ke lapangan dan bertemu dengan semua orang, dalam keterangan asipidsus ini dia baru memeriksa tiga orang terus langsung mengambil kesimpulan bahwa indikasi korupsi tidak ada, jaksa punya tanggung jawab dipundak melekat dua tugas, sebagai penyelidik dan penyidik khusus untuk tipikor undang-undang 31 tahun 99 jadi dia melakukan penyelidikan tidak perlu dia ngomong, maksudnya dia harus dapatkan bukti-bukti yang kuat baru bicara, apa yang dibicarakan oleh Asipidsus ini terlalu prematur terlalu pagi dia bicara “ ujar Yan Warinusi saat di temui di Jayapura kamis ,12 November 2020.
Menurut Pandangan Advokad Senior yang vokal menyuarakan kasus-kasus pelanggaran HAM di tanah Papua tersebut , seharusnya pihak Kejati Papua melalui Asipidsus melakukan penelitian mendalam di lapangan soal kasus dugaan korupsi yang dilaporkan, dimana terbagi dalam beberapa sistem yang masuk dalam dugaan korupsi dana Covid19 yakni mark up:
- Pengadaan APD untuk penanganan Covid-19 di Kabupaten Keerom senilai Rp655.930.000,-.
- Pengadaan Termogen untuk penanganan Covid-19 di Kabupaten Keerom senilai Rp258.500.000,-.
- Pembayaran insentif Tim Gerak Cepat dan Tenaga Kesehatan RSUD dan Ruang Isolasi bulan April ]–Mei tahun 2020 senilai Rp580.000.000,-.
- Penyalah Gunaan Dana Covid-19 yang berasal dari refousing anggaran APBD Pemerintah Daerah Kabupaten Keerom yang tidak sesuai peraturan yang berlaku dan tanpa melalui mekanisme yang jelas senilai Rp30.143.500.000,-
- Pertanggung jawaban fiktif bendahara penggeluarann Dinas Kesehatan Kabupaten Keerom untuk Dana Bantuan Operasional Kesehatan Puskesmas Waris senilai Rp270.064.000,-.
Namun pihak kejaksaan Tinggi melalui Asipidsus dalam keterangan persnya hanya menyebutkan nilainya hanya 7 (tujuh) miliar sebagai laporan pertanggujawaban penggunaan dana Covid-19 di kabupaten sesuai keterangan hasil pemeriksaan tiga orang yang telah dipanggil Penyidik Kejati, yaitu mantan kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Keerom RS, Kepala Dinas Sosial dan Pihak RSUD Kereom.
“Seharusnya dilakukan penyelidikan secara mendalam termasuk ke lapangan lihat langsung dibandingkan dengan laporan itu dengan fakta di lapangan kalau memang itu terkait dengan pembangunan fisik mana bangunannya, kalau terkait dengan gaji karyawan yang tidak dibayar bagaimana temukan tidak di lapangan ada daftar gaji dan segala macam akan di lihat, kalau terkait dengan pembelajaan APD nah itu juga harus dilihat APD nya ada atau tidak sampe ke pihak yang membutuhkan atau tidak kalau tidak sampe kenapa nah itu yang harus dilakukan oleh jaksa-jaksa peneliti termasuk penyelidiknya sesudah itu baru bisa di simpulkan “ jelas Warinusi.(nesta )