“Kalau bisa di Papua ini jangan hanya di Kabupaten Sorong, tapi di seluruh Papua. Kita tunjukkan supaya orang di Indonesia tengah, sampai di wilayah barat sana, orang tahu bahwa orang Papua ini hebat. Masalah agama ini mereka tidak pilih-pilih untuk hidup rukun,” – Frengki Duwith, Ketua Garda Muda PGGPLiputan ini terselenggara atas dukungan beasiswa Meliput Isu Keberagaman di Tengah Pandemi oleh Serikat Jurnalis Keberagaman (SEJUK) dan Internews.
WAKTU sholat magrib baru saja berlalu. Frengki Duwith bergegas mengeluarkan sepeda motor Yamaha Vixion dari garasi. Di bawah hujan gerimis, ia melaju dari rumahnya di Jl Walet ke rumah H Rofiul Amri di Jl Perkutut.
Selepas magrib adalah waktu yang singkat, namun tepat untuk bertandang ke rumah Ketua Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Kabupaten Sorong. Selepas isya, pejabat di Kantor Kementerian Agama ini biasanya sudah ada kegiatan lain di luar rumah, dan baru pulang ketika malam sudah larut.
Jarak rumah keduanya sejatinya tidak terlalu jauh. Satu jalur, dan hanya di pisahkan Jl Wortel yang melintang sebagai jalan utama di Kelurahan Malasom, Distrik Aimas Kabupaten Sorong, Papua Barat. Tapi air hujan yang turun di malam itu, cukup membuat celana jins dan baju batik Frengki basah.
Cuaca di pertengahan tahun 2019 itu tak menyurutkan tekadnya. Tujuannya hanya satu, secepatnya mendapatkan tandatangan pengantar proposal pembangunan mushola Al Hikmah yang berdiri di lingkungan tempat tinggalnya. Frengki mendapatkan amanat dan tanggungjawab sebagai penggali dana.
Frengki bukanlah seorang muslim. Orang Asli Papua (OAP) ini adalah jemaat yang taat di Gereja Bethel Indonesia (GBI). Setiap minggu pagi, dia membonceng kedua anaknya untuk diajak pergi ibadah ke gereja.
Dengan mushola Al Hikmah, rumah Frengki hanya terpaut satu bangunan rumah milik tetangganya. Sarjana kehutanan Universitas Victory Sorong ini sehari-hari menekuni usaha budidaya jamur tiram. Pekerjaan sebagai sopir mobil rental, sudah lama di tinggalkan.
Warga Jl Walet yang mayoritas muslim, mengenali Frengki sebagai sosok yang mudah bergaul dan suka menolong. Senyumnya selalu mengembang ketika berpapasan dengan para tetangga. Tak heran ketika perayaan Natal tiba, keluarga Frengki tidak pusing dengan kue di meja untuk para tamunya yang berkunjung.
“Kue.. minuman.. saya tidak perlu lagi beli. Tetangga-tetangga muslim yang ada di sini sudah antar ke saya. Bukan hanya ke saya, ke umat Nasrani lain yang ada di sini, juga mendapatkan itu,” kata Frengki.
Imbal baliknya, ia juga akan mengirim minuman dan kue lebaran ketika Hari Raya Idul Fitri tiba. Sebagai umat Nasrani, Frengki memahami dan tidak akan menyuguhkan daging babi atau daging anjing kepada tamunya yang muslim, saat ia merayakan Natal.
“Jadi kalau pas Desember itu, paling saya hanya beli ayam, beli ikan, untuk dimasak dan boleh mereka (warga muslim) makan,” tukasnya.
Tradisi itu sudah terajut sejak beberapa tahun silam, ketika dia dan keluarganya menetap di kampung itu. Saling membantu orang yang berlainan agama, baginya bukanlah sesuatu yang baru.
Sikap toleran dalam keberagaman, sudah dibangun dalam mahligai rumah tangganya. Sebagai pemeluk agama nasrani yang taat, Frengki menikah dengan Widy Astuti, wanita idamannya yang beragama Islam.
Prosesi pernikahannya berlangsung sederhana, dan hanya melibatkan keluarga kedua belah pihak. Dan hingga kini, keduanya masih tetap teguh pada pilihan agamanya masing-masing.
Frengki mengaku tidak bisa memaksa istrinya untuk beralih keyakinan agama mengikuti dirinya, begitu juga sebaliknya.
“Semua itu bagian dari pergumulan, biarlah Tuhan yang menentukan. Tidak tahu nanti, entah saya yang mengalah atau dia yang mengalah. Intinya kita ini hidup harus menjalankan yang baik,” ujarnya.
Sejak mushola Al Hikmah mulai dibangun pada tahun 2017, Frengki sudah aktif terlibat. Bahkan ia mengawali dengan menyumbangkan dua truk batu karang untuk pembuatan pondasi.
Mushola ini dibangun di atas tanah hibah dari Sanapi Rupiah, seorang transmigran yang tinggal di Jl Labu, Kelurahan Malawele, Distrik Aimas, Kabupaten Sorong.
Usai mendapatkan tandatangan Ketua PCNU Kabupaten Sorong, Frengki menemui Sekretaris Umum PCNU, Lurah Malasom serta Kepala Distrik Aimas. Tujuannya sama, mendapatkan legalitas proposal yang akan dibawanya ke Pemda Kabupaten Sorong.
Perjalanan Frengki menemui tokoh-tokoh muslim dengan proposal pembangunan mushola di tangannya itu, sempat menimbulkan pertanyaan. Apakah dia sudah pindah agama, dari Kristen Protestan ke Islam.
“Ah tidak. Agama saya tetap Nasrani. Cuman saya terlibat dalam panitia pembangunan mushola. Kita berbagi tugas ini. Saya yang di seksi pencarian dana,” kata Frengki, menjawab pertanyaan Hery Widya Prasetya, Sekretaris Umum PCNU Kabupaten Sorong, saat itu.
Panitia pembangunan mushola bukan tanpa pertimbangan jika saat itu memberikan amanat kepada Frengki. Sebagai OAP, pemikiran Frengki cukup terbuka dan toleran dalam soal agama. Sifat itu pula yang membuatnya banyak koneksi orang penting di kantor pemerintahan, meski profesinya hanya sebatas sopir mobil rental.
Dalam ingatannya, sudah dua kali dia memasukkan proposal pembangunan mushola Al Hikmah ke Pemda Kabupaten Sorong, dan dua-duanya membuahkan hasil. Pada tahun 2017, dari pengajuan dana sebesar Rp 38 juta, panitia mendapatkan bantuan Rp 50 juta. Kemudian pada tahun 2019, menerima lagi sebesar Rp 35 juta.
“Ketika saya ditelpon untuk pencairan dana, saya hubungi Pak Ustadz Nur Cholis, untuk sama-sama datang mengurus ke kantor keuangan,” kata Frengki.
Ustadz Nurcholis adalah imam di mushola itu, yang sekaligus di dapuk sebagai Ketua Panitia Pembangunan Mushola. Ketika urusan mencairkan duit, Frengki tidak mau sendirian. Alasannya, tandatangan pencairan bukan lagi wewenangnya.
Selain ke Pemda, Frengki juga sukses menembus Anggota DPR RI, Jimmy Demianus Ijie, politisi OAP dari daerah pemilihan Papua Barat. Dari komunikasi keduanya, menghasilkan dana Rp 25 juta, yang digunakan untuk mengebor sumber air mushola.
Tugas Frengki tidak berhenti pada pencarian dan pencairan anggaran. Laporan pertanggungjawaban penggunaan dana pun ia ketik hingga paripurna.
“Saya ketik semua, susun dia punya laporan pertanggungjawaban, nanti saya kasih ke panitia, ada kekurangan dimana? Mungkin saya salah menulis kalimat pembuka, assalamualaikum atau apa, nanti mereka yang koreksi. Pokoknya yang menyangkut istilah-istilah agama Islam, saya serahkan ke panitia,” tukasnya.
Kampung Sadar Kerukunan
KISAH rumah tangga dan kiprah Frengki dalam pembangunan Mushola Al Hikmah, hanyalah potongan kecil potret toleransi beragama yang terbangun di Kabupaten Sorong.
Wilayah berjumlah penduduk 118.985 jiwa (dikutip dari Wikipedia) ini, menjadi penyumbang terbesar atas peringkat pertama indeks Kerukunan Umat Beragama (KUB) yang diraih Provinsi Papua Barat, versi Kementerian Agama RI tahun 2019.
Survei indeks KUB ini dilakukan Pusat Penelitian dan Pengembangan Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan pada Badan Penelitian dan Pengembangan dan Pendidikan dan Pelatihan Kemenag RI, menempatkan Papua Barat pada urutan pertama dengan skor 82,1, mengalahkan Nusa Tenggara Timur (81,1), Provinsi Bali (80,1), Sulawesi Utara (79,9), Maluku (79,4) dan Provinsi Papua (79,0)
Dalam survey yang dilakukan pada 16 Mei-19 Mei 2019 dan 18-24 Juni 2019, jumlah responden yang dilibatkan mencapai 13.600 orang dari 136 kabupaten/kota yang tersebar di 34 provinsi.
Terdapat beberapa faktor penentu indeks yang berisi korelasi hubungan antara pendidikan, pendapatan, dan peran Kementerian Agama terhadap sikap rukun di Indonesia pada 2019.
Metode survei menggunakan penarikan sampel secara acak berjenjang dan margin of error kurang lebih 4,8 persen. Ada 3 hal yang disoroti dalam survei yaitu toleransi, kesetaraan, dan kerja sama di antara umat beragama.
“Saya ingin mengumumkan kepada semua orang, kalau mau bertanya kerukunan beragama, datanglah ke Papua Barat. Belajarlah ke Papua Barat tentang kerukunan beragama,” tandas Jenderal TNI (pur) Fachrul Razi, SIP, SH, MH, Menteri Agama RI kepada jurnalis Teropongnews, Jumat, 4 Juni 2020.
Penegasan itu sebelumnya dia sampaikan saat memberikan Kuliah Umum Kepemimpinan di Kampus IAIN Sorong, Pada kesempatan ini, Fachrul Razi menyitir model kepemimpinan Nabi Muhammad di jazirah arab, yang selalu berlaku adil kepada semua agama, semua suku sehingga tauladan itu dituangkan dalam Piagam Madinah.
“Di Indonesia ini kita beragam. Kalau kita ingin contoh, contohlah Papua Barat ini. Saya setuju dengan pernyataan Pak Wagub (Wagub Papua Barat Mohamad Lakotani,Red), Papua Barat ini sama dengan Indonesia Mini. Dengan berbagai suku bangsa dan agama yang berbeda, tapi kenapa Papua Barat bisa akrab semua. Karena memang pemimpin di sini selalu berlaku adil, dan menunjukkan kepemimpinan yang mengajak semua orang hidup rukun dalam agama yang berbeda,” urai Fachrul Razi.
Fakta itu pula yang berbuah posisi Papua Barat di puncak indek KUB secara nasional tahun 2019. Kata Fachrul Razi, terdapat beberapa faktor penentu indeks, yang berisi korelasi hubungan antara pendidikan, pendapatan, dan peran Kementerian Agama terhadap sikap rukun di Indonesia.
Seperti pada pendidikan keluarga, korelasinya adalah 0.176 dengan skor 81.12, heterogenitas agama (korelasi -0.003, skor 86.45), implementasi kearifan lokal (korelasi 0.228, skor 46.99), pendapatan rumah tangga (korelasi 0.052, skor 2510337.76), serta peran kementerian (korelasi 0.061, skor 7.93).
“Dan saya kira variable itu sudah memenuhi akal sehat kita, untuk menunjukkan rukun atau tidak,” tandasnya.
Selain menjadi kebanggaan, menurut Mohamad Lakotani, sang Wakil Gubernur, prestasi Papua Barat dalam hal KUB itu juga sebuah beban berat yang harus tetap dijaga. Bahkan dengan segala kekuatan, angka indeks harus terdongkrak ketika dilakukan survey KUB di tahun 2020.
Beban itu juga yang dirasakan Johny Kamuru, Bupati Sorong. Apalagi sebagai kabupaten penyumbang terbesar dalam indeks KUB di Papua Barat, wilayah ini ditunjuk sebagai pilot project kampung sadar kerukunan di Papua Barat.
Pada 5 September 2020, Kelurahan Malagusa Distrik Aimas Kabupaten Sorong ditetapkan sebagai Kampung Sadar Kerukunan. Prasasti penanda project ini ditandatangani Bupati Johny Kamuru di Vihara Budha Sasana, Jl Rambutan Aimas Unit 1.
Kepala Pusat Kerukunan Agama Sekjen Kemenag RI, Dr. Nifasri, M.Pd menjadi saksi mata pencanangan ini, bersama Kepala Kantor Wilayah Kemenag Papua Barat dan Kepala Kantor Kemenag Kota dan Kabupaten se-Papua Barat.
“Kerukunan umat beragama adalah harga mati yang tidak bisa ditawar dengan apapun. Saya minta izin untuk disampaikan kepada bapak menteri, di Kabupaten Sorong sangat menghormati kerukunan antar umat beragama,” kata Bupati Johny Kamuru.
Dipilihnya Kelurahan Malagusa sebagai Kampung Sadar Kerukunan,berkaca pada fakta-fakta keberagaman yang ada. Kelurahan Malagusa adalah satu dari 11 kelurahan yang ada di Distrik Aimas, Kabupaten Sorong.
Ketua Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kabupaten Sorong, KH Ahmad Sutejo menyebut, hanya di Malagusa yang terdapat fasilitas tempat ibadah dalam satu wilayah, yang mewakili masing-masing agama.
“Di jalur Bali itu ada Vihara, Masjid, Gereja dan Pura. Jadi kalau kemudian dianggap merepresentasi kerukunan umat beragama di Kabupaten Sorong, itu sudah pas,” kata Sutejo.
Jalur Bali adalah sebutan lain untuk Jl Rambutan di Kelurahan Malagusa. Identitas itu merujuk pada proyek 40 tahun silam, dimana kawasan itu menjadi blok penempatan transmigran asal Bali.
Tidak kurang dari 500 Kepala Keluarga ikut dalam proyek yang dicanangkan pemerintah tahun 1979 ini. Selain dari Bali, juga didatangkan trans lokal yang melibatkan OAP.
“Tapi seingat saya, saat itu belum selesai penempatan sudah pada lari. Mereka tidak krasan,” kata Suprapto, mantan Kepala Unit Pemukiman Transmigrasi yang bertanggungjawab menempatkan warga trans di Kabupaten Sorong.
Meski kondang dengan identitas Jalur Bali, peradaban masyarakat di Jl Rambutan kini lebih heterogen. Seluruh pemeluk agama ada di jalur ini. Bahkan pemeluk agama Budha menjadikan Jalur Bali sebagai pusat peribadatan mereka. Bangunan Vihara yang cukup mentereng, berdiri di ujung timur Jalur Bali.
Jalan Panjang Membangun Toleransi
DIPILIHNYA Kelurahan Malagusa, Distrik Aimas Kabupaten Sorong sebagai Kampung Sadar Kerukunan, menjadi kebanggaan yang terus berlanjut setelah Papua Barat dinobatkan sebagai peraih posisi puncak indeks KUB.
Kampung Sadar Kerukunan yang menjadi program Kementerian Agama RI ini, hanya ada satu di setiap provinsi. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Papua Barat, Drs Sudirman Simanihuruk M.TH menyebut, pencanangan Kampung adar Kerukunan menjadi suatu komitmen masyarakat untuk hidup rukun dan damai.
“Dari kampung ini, saya berharap warganya bisa menularkan pesan-pesan kerukunan itu kepada wilayah lainnya di Distrik Aimas,” kata Sudirman, usai pencanangan Kampung Sadar Kerukunan di Malagusa.
Tapi penobatan itu juga sebagai beban berat yang harus dijaga.Bagi Ahmad Sutejo, Ketua FKUB Kabupaten Sorong, merawat keberagaman umat bukanlah pekerjaan mudah.
Apalagi di Kabupaten Sorong, pernah memiliki kisah kelam dalam hal kebebasan beragama. Kejadiannya sekitar tahun 1990, ketika Kabupaten Sorong belum dimekarkan menjadi beberapa kabupaten.
“Tapi itu masa lalu, ngga usah di ungkit lagi, nanti memicu konflik baru di masyarakat. Yang jelas segala persoalan itu sudah bisa kita redam dan selesaikan, sekarang semuanya hidup rukun dalam keberagaman agama,” kata Ahmad Sutejo.
Sejak awal dibentuknya FKUB Kabupaten Sorong, salah satu program rutin yang dijalankan adalah sosialisasi konsep kerukunan ke tempat-tempat ibadah.
Setiap usai shalat Jumat misalnya. Seluruh anggota FKUB melakukan safari ke masjid-masjid, bertemu dengan para jamaah, menyampaikan pesan kerukunan dan keberagaman. Safari yang sama juga dilakukan Gereja, Vihara dan Pura.
“Harapan kita kedepan, semua kampung bisa seperti Malagusa. Kami akan terus kampanyekan konsep kerukunan beragama saling membantu dalam hal sosial,” sambungnya.
Impian Sutejo sebagai tetua agama ini, seolah satu tarikan nafas dengan yang dilakukan Frengki. Sebagai tokoh pemuda gereja,saat ini Frengki sedang giat menyosialisasikan amanat baru yang dia emban.
Ketua Persekutuan Gereja-Gereja Papua (PGGP) Kabupaten Sorong, Pendeta Daniel Purwono, mendaulat Frengki sebagai Ketua Garda Muda PGGP, organisasi pemuda gereja. Jika di NU, padanan GM PGGP adalah Gerakan Pemuda Ansor atau Kokam jika di Muhammadiyah.
Diantara tugas GM PGGP, membantu pengamanan kegiatan ibadah yang dilakukan umat, baik jemaat gereja sendiri maupun kegiatan dari agama lain. Jika Ansor Banser turut membantu menjaga Gereja ketika umat Nasrani merayakan Natal, GM PGGP akan melakukan hal yang sama ketika umat muslim merayakan Idul fitri.
Terobosan PGGP dengan GM-nya, adalah salah satu upaya merawat keberagaman dalam toleransi beragama di Kabupaten Sorong.
“Kalau bisa di Papua ini jangan hanya di Kabupaten Sorong, tapi di seluruh Papua. Kita tunjukkan supaya orang di Indonesia Tengah, sampai di wilayah Barat sana, orang tahu bahwa orang Papua ini hebat. Masalah agama ini mereka tidak pilih-pilih untuk hidup rukun,” pungkasnya. **