TEROPONGNEWS.COM, AMBON – Legislator di DPRD Provinsi Maluku yang berasal dari daerah pemilihan Kabupaten Maluku Tengah memprotes kebijakan Pemerintah Kota (Pemkot) Ambon lewat pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PKM), lantaran dianggap sangat menyulitkan warga yang berada di daerah jazirah.
Anggota DPRD Provinsi Maluku dapil Kabupaten Malteng, Ruslan Hurasan mengatakan, seharusnya sebelum Pemkot Ambon memberlakukan PKM, maka langkah yang harus diambil adalah, membangun koordinasi dan komunikasi dengan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malteng.
“Kami meminta Pemkot Ambon untuk berkoordinasi dengan Pemkab Malteng. Apapun kebijakan ataupun peraturan yang dikeluarkan, harus mempertimbangkan sosial kemasyarakatan, dan phisikologi masyarakat, tentu dengan memberikan kemudahan baik secara administrasi, dengan tetap melakukan penegasan terhadap protokol kesehatan Covid-19,” kata Hurasan kepada wartawan, di gedung DPRD Provinsi Maluku, Rabu (10/6).
Menurutnya, terkait dengan pemberlakuan PKM, maka masyarakat jazirah meminta, agar diberikan kemudahan, dan tetap wajib menggunakan masker, serta tetap akan dilakukan pemeriksaan suhu tubuh, di setiap pos penjagaan.
Dia mengaku, 40 persen aktivitas warga di jazirah ada di Kota Ambon, baik pekerja dan pedagang.
“Bayangkan saja, seorang penjual ikan yang hanya menjual dua loyang (wadah penampungan) ikan, yang modalnya Rp 400 ribu, lalu kemudian dipersulit dengan administrasi rapid test dan sebagainya. Dan ini tentu sangat meresahkan masyarakat. Yang paling penting adalah, supaya ada koordinasi antara Pemkot Ambon dan Pemkab Malteng,” tegas Hurasan.
Hurasan menegaskan, sebelum diberlakukan PKM, seharusnya Pemkot Ambon gencar melakukan sosialisasi terkait dengan Peraturan Wali Kota (Perwali) Nomor 16 Tahun 2020.
Berdasarkan pengamatan pihaknya, lanjut dia, tidak ada koordinasi yang baik antara Pemkot Ambon dan Pemkab Malteng. Buktinya, masyarakat di hari pertama pemberlakuan PKM, masyarakat menjadi kaget dan panik, serta masyarakat diperhadapkan dengan berbagai pengurusan administrasi yang sangat panjang.
“Apalagi yang kedua, dalam setiap pengurusan ada biasa administrasi yang dibebankan kepada masyarakat. Dan setelah kita kroscek ternyata, itu bukan biaya administrasi, tetapi memang itu retribusi. Ada Peraturan Daerah (Perda) Kesehatan Pemkab Malteng, terkait retribusi yang besarannya Rp 5.000 hingga Rp 20.000. Saya kira ini yang perlu diperhatikan. Kalau ada koordinasi yang baik, maka bisa saja semua hal yang bersifat administrasi bisa digratiskan, walaupun ada perda yang mengatur,” tandas Hurasan.