Warga Perbatasan RI-PNG Distrik Sota Minta Lockdown Segera Dibuka

Rapat dengar pendapat bahas keluhan warga perbatasan selama lockdown. Foto-Getty/TN.

TEROPONGNEWS.COM, MERAUKE – Anggota DPRD Kabupaten Merauke melakukan rapat dengar pendapat antara masyarakat Sota, Distrik Sota, Badan Perbatasan Daerah Kabupaten Merauke dan pihak Imigrasi.

Rapat dimaksud membahas tentang masalah ekonomi masyarakat perbatasan, akibat penutupan PLBN RI-PNG di Sota dan penutupan pasar, serta jalur pelintas batas tradisional antara kedua negara sejak beberapa bulan ini.

Pasalnya, penutupan PLBN dan jalur lintas batas tradisional membuat roda perekonomian masyarakat setempat menjadi terhambat. Bahkan, untuk kebutuhan makan sehari-hari sulit didapat.

“Kami minta, PLBN Sota dan pasar tradisional dibuka kembali supaya kami berjualan kembali. Hanya itu sumber penghasilan kami,” ujar perwakilan masyarakat adat, Daud Dimar di Ruang Rapat DPRD Merauke, Kamis (15/10/2020).

Ungkapan yang sama disampaikan oleh Kepala Kampung Sota, dan perwakilan lainnya. Pada dasarnya, warga protes dengan penutupan wilayah tersebut dalam waktu yang cukup lama membuat mereka kesulitan mencari makan.

Saat ini di Distrik Sota adalah zona hijau, maka warga menuntut locdown segera dibuka kembali. Belum lagi, ada pinjaman di Bank untuk modal usaha yang harus dikembalikan. Sehingga dalam rapat tersebut pihak warga mengharapkan pemerintah merespon dan segera menindaklanjuti permintaan warga.

Kepala Badan Perbatasan Daerah Kabupaten Merauke, Elias Mite saat menanggapi keluhan warga mengatakan, penutupan PLBN Sota dilakukan semenjak Merauke masuk zona merah Covid-19 sejak Maret lalu.

Kemudian, adanya informasi bahwa salah satu warga Sota terpapar Covid-19 sehingga pemerintah menutup sementara semua aktivitas di Sota. Begitu juga dari pemerintah negara PNG punya aturan melarang adanya lalu lintas antara warga Indonesia dan PNG di wilayah perbatasan kedua negara.

Rapat yang dipimpin Ketua DPRD, Benny Latumahina dan Waket, Dominikus Ulukyanan ini berakhir dengan kesepakatan, bahwa akan dibuka kembali zona penunjang khusus yg ada di bagian depan PLBN, pasar tradisional dan tugu 0 KM.

“Sedangkan pelintas batas tradisional kami akan meminta kesepakatan dengan pemerintah PNG, jika diijinkan dianjurkan 3 kali dibuka dalam seminggu untuk ada aktivitas warga yang punya hubungan kekerabatan dan untuk pemenuhan kebutuhan ekonomi antara kedua warga perbatasan,” tutur Elias.

Untuk zona inti, Elias mengatakan, belum bisa dibuka karena belum ada serahterima dari pemerintah pusat.