Berita

Sindir Jokowi, JK: Berutang Gampang, Kita Diwariskan untuk Membayar Utang

×

Sindir Jokowi, JK: Berutang Gampang, Kita Diwariskan untuk Membayar Utang

Sebarkan artikel ini
Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) saat meninjau pembangunan Jalan Tol Ibu Kota Nusantara (IKN) ruas KKT Kariangau – Sp. Tempadung, Kota Balikpapan, Rabu (22/2/2023). (foto: Twitter @jokowi).

TEROPONGNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla (JK) diduga kuat menyindir pemerintah Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang kerap menambah utang luar negeri dengan dalih untuk penambahan investasi di dalam negeri.

1553
Mana Calon Gubernur Papua Barat Daya Pilihan Anda yang Layak?

 www.teropongnews.com sebagai media independen meminta Anda untuk klik siapa calon yang digadang-gadang oleh Anda untuk dipilih dan layak jadi calon Gubernur Papua Barat Daya Periode 2024-2029,  kemudian klik Vote pada bagian paling bawah ini.

“Berutang gampang, tapi yang susah membayar utang, kita diwariskan untuk membayar utang,” kata JK saat berpidato dalam acara Milad ke-21 PKS di Istora Senayan, Jakarta, Minggu (21/5/2023).

Menurut Wapres RI ke-10 dan 12 itu, pahlawan sebenarnya nanti ialah sosok Capres yang berani menyelesaikan persoalan membayar utang luar negeri Indonesia tersebut.

“Yang sebenarnya dia berani untuk tampil menyelesaikan persoalan, itulah harapan kita semua,” ucapnya.

Dia pun mengamini pernyataan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) yang menyentil keras rezim Jokowi ini utang luar negerinya semakin bengkak, cenderung tidak sehat bagi fiskal.

“Mas Agus Harimurti Yudhoyono tadi mengatakan utang besar, iya betul,” katanya.

Bahkan, menurut JK, utang luar negeri RI pada rezim Jokowi ini sudah memecahkan rekor selama NKRI ini ada.

“Setahun bayar bunga dan utang lebih dari 1.000 triliun, terbesar dalam sejarah Indonesia sejak merdeka. Tentu saya juga ada dalam persoalan itu (pernah jadi wapres),” ucapnya.

JK menekankan, apabila persoalan ketidakmerataan pembangunan tidak diselesaikan berkeadilan, maka bukan tidak mungkin terjadi huru-hara kedua pasca-reformasi di Indonesia.

“Satu langkah lagi apabila ini tidak diselesaikan dengan keadilan akan jadi lagi tahun 1998 dan kita tidak ingin itu, kita harus hindari itu dengan pemerataan yang adil,” kata Jusuf Kalla.