Polda Maluku Dinilai Lecehkan Surat Ombudsman RI

Johanis Hahury, kuasa hukum Ety Rasyid Palar. Foto-Ist/TN

TEROPONGNEWS.COM, AMBON – Subdit 2 Krimum Polda Maluku yang menangani perkara sengketa sisa tanah negara bekas eigendom verpoding dengan nomor 1870 dan 1871, seluas 619 m2 dan 41 m2 yang terletak di jalan Sam Ratulangi, Kelurahan Honipopu, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon dinilai telah melecehkan, dan tidak menghargai surat permintaan dan penjelasan dari lembaga negara Ombudsman RI kantor perwakilan Provinsi Maluku dengan nomor B/0206/LM 12-29/0165.2020/XII/2020 tertanggal 2 Desember 2021, yang telah di kirim ke Kapolda Maluku.

“Sesuai surat permintaan klarifikasi yang di kirim kantor Ombudsman ke Polda Maluku, maka paling lambat 14 hari sejak di terima surat tersebut sebagaimana ketentuan pasal 33 ayat 1 UU nomor 37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI, maka pihak kepolisian harus menindaklanjutinya. Tetapi kenyataan, sudah hampir satu bulan lebih, Polda Maluku tidak menghiraukan dan mentaati UU tersebut,” ungkap Johanis Hahury, kuasa hukum Ety Rasyid Palar kepada wartawan, di Ambon, Selasa (12/1/2021).

Hahury menyatakan, sudah hampir satu bulan lebih surat yang disampaikan Ombudsmen RI kantor Perwakilan Provinsi Maluku ke Polda Maluku, belum mendapat balasan.

Sehingga dia menilai, Subdit 2 Krimum Polda Maluku yang menangani permasalahan ini telah melakukan pelecehan terhadap Ombudsman dalam meminta klarifikasi dan penjelasan.

Menurutnya, Ombudsman RI Perwakilan Provinsi Maluku telah menerima laporan dari kuasa hukum Ety Rasyid Palar atas dugaan mal administrasi yang keberpihakan yang tunjukan oleh Direskrimum Polda Maluku.

Dia menyatakan, Ety Rasyid Palar merupakan pemilik sisa tanah negara bekas eigendom verpoding dengan nomor 1870 dan 1871, seluas 619 m2 dan 41 m2 yang terletak di jalan Sam Ratulangi, Kelurahan Honipopu, Kecamatan Sirimau, Kota Ambon, berdasarkan surat keterangan pemberian hak pakai nomor 60/1967 tanggal 27 September 1967.

“Hendra Satya Tan Palar memperoleh hak tanah tersebut seluas 534 m2 dengan SHM nomor 276 dan tersisa 126 m2, namun diserobot tanpa dasar-dasar hukum oleh Petrus Sayoyo dengan diterbitkan SHM 1020 oleh kantor Pertanahan Kota Ambon, kemudian terakhir atas nama Lenny Christanto. Namun, telah dibatalkan dan dicabut oleh negara melalui putusan Mahkamah Agung lewat PTUN, karena berdiri diatas hak pakai keluarga Palar,” tegasnya.

Herannya, setelah sertifikat hak milik tersebut telah di batalkan dan dicabut oleh negara, tetapi masih digunakan dengan sengaja oleh Lenny Christanto sebagai dasar gugatan di Pengadilan Negeri, dan kemudian Etty Rasyid Palar ditetapkan sebagai tersangka atas pengaduan Lenny Christanto.

“Atas hal tersebut, pelapor telah mengirimkan surat nomor: 036/KH.JLHA/SP.LPH/Pid/VIII/2020, dan telah dilakukan gelar perkara dan berkesimpulan tidak ada perbuatan pidana,” jelas Hahury.

Dengan dipanggilnya Ety Rasyid Palar sebagai tersangka, lanjut Hahury, maka kantor Ombudsman telah menyurati Polda Maluku, untuk meminta penjelasan mengenai dasar hukum penetapan Ety Rasyid Palar sebagai tersangka.

“Dan apakah surat nomor 036/KH.JLHA/SP.LPH/Pid/VIII/2020, yang dikirimkan oleh pelapor dan telah dilakukan gelar perkara tidak dapat dipakai sebagai salah satu penetapan dasar penjelasan,” kata dia.

“Saya minta Pak Kapolda Maluku, untuk segera menegur oknum Subdit 2 Krimum Polda Maluku, karena diduga ada permainan yang dilakukan oknum tersebut,” tandas Hahury.