Luas Wilayah Perairan Negara Kepulauan Terbesar Dunia

Secara garis besar wilayah perairan (umum dan laut) dikuasai oleh negara, namun dalam proses pemanfaatan sumber daya yang terkandung di dalamnya, negera memberikan hak pengelolaan kepada individu atau kelompok yang memenuhi persyaratan tertentu sesuai dengan aturan yang berlaku.

Indonesia adalah negara kepulauan (archipelago state) terbesar di dunia, memiliki luas total perairan 6,4 juta km2 lebih besar dari luas daratan yang hanya sebesar 1.9 juta km2.

Luas perairan Indonesia itu, terbagi pada 3 batas wilayah yaitu;

1).  Laut teritorial (territorial sea) merupakan laut dengan luas 12 mil diukur dari garis dasar yang menghubungkan titik-titik terluar dari pulau-pulau terluar, termasuk pulau-pulau utama (maindland) yang mempunyai rasio antara daerah air dan daerah daratan, termasuk atoll, dengan luas sebesar 290 ribu km2;

2). Perairan kepulauan (archipelagic waters) merupakan perairan yang dibatasi langsung dengan perairan pedalaman, ada dalam wilayah negara kepulauan (antara pulau-pulau), sering kita kenal dengan sebutan perairan nusantara dan bersinergi dengan perairan pedalaman (internal waters) yang merupakan perairan dengan batas garis dasar teluk, muara, pelabuhan dan garis-garis dasar penutup lekukan pantai, dengan kata lain, perairan pedalaman adalah bagian dari laut yang berada ke arah daratan dari garis dasar kepulauan, kawasan ini memiliki luas 3,1 juta km2; dan

3). Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) dengan luas total 3 juta km2, merupakan bagian laut selebar 200 mil laut diukur dari garis dasar laut teritorial, bukan termasuk wilayah kedaulatan, dititipkan kepada semua negara pantai, negara kepulauan dan negara-negara pulau, sebagai warisan umat manusia (Kemenko Marves, 2021).

Potensi Wisata Bahari Pulau Kecil

Indonesia dengan jumlah pulau sebanyak 17.504, terdiri dari pulau induk (maind land), pulau kecil (small island) dan pulau sangat kecil (tiny island), terhampar menyusuri garis pantai sepanjang 108 ribu kilometer, membentang dari ujung barat Pulau Sumatera (Sabang) sampai di timur Pulau Papua (Merauke).

Tidak semua daratan yang ada di atas permukaan laut dapat disebut sebagai pulau, karena sejatinya pulau adalah area tanah (daratan) yang terbentuk secara alami (bukan hasil reklamasi), dikelilingi oleh air, yang keberadaannya tetap dan selalu berada di atas muka air pada pasang surut tertinggi (tidak boleh tenggelam).

Pulau kecil adalah pulau dengan luas daratan lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 beserta kesatuan ekosistemnya, sedangkan gugusan kepulauan adalah kumpulan pulau-pulau kecil yang secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi, sosial dan budaya, baik secara individual maupun secara sinergis dapat meningkatkan skala ekonomi dari pengelolaan sumberdayanya.

Sebagaimana kebanyakan pulau-pulau kecil di seluruh dunia telah menjadikan pariwisata sebagai salah satu sektor pembangunan untuk meningkatkan perekonomian di negaranya.

Preferensi pulau-pulau kecil sebagai destinasi wisata erat kaitannya dengan faktor keindahan pulau, exoticness, estetika, keragaman habitat alami (terumbu karang, mangrove, lamun dan pantai berpasir), termasuk kesenian, budaya maritim dan kearifan lokal. Dibandingkan dengan industri pariwisata lainnya, industri pariwisata bahari telah berkembang sangat besar dan menjadi salah satu industri terbesar di dunia.

Perkembangan kawasan kepulauan dalam upaya meningkatkan kegiatan wisata  bahari secara optimal dapat menjamin pertumbuhan ekonomi, dengan mempertimbangkan luas kawasan yang sesuai, daya dukung kawasan dan indikator keberlanjutan destinasi wisata bahari.

Beberapa parameter seperti; aksesibiltas kawasan, ketersediaan sarana dan prasarana wisata, wahana wisata bahari yang variatif, ketersediaan air bersih dan jaminan keamanan bagi wisatawan, akan membuka ruang interaksi melalui keterlibatan dan partisipasi masyarakat lokal di sekitar kawasan untuk ikut berperan aktif dalam meningkatkan nilai wisata.

Masyarakat Kepulauan

Berlakukannya UU No 23 Tahun 2014, tentang Pemerintah Daerah untuk mengolah wilayahnya, membawa implikasi semakin besarnya tanggungjawab dan tuntutan dalam mengelola dan mengembangkan seluruh pontensi sumber daya yang dimiliki, untuk itu pembangunan kawasan pesisir dan laut di wilayah kepulauan harus dilakukan melalui tatakelola dan menajemen perencanaan yang baik untuk menjamin keberlanjutan Sumber Daya Alam (SDA) dan peningkatan ekonomi masyarakat lokal.

Mengacu pada data tersebut, tentunya wilayah kepulauan (pesisir dan laut) memiliki keanekaragaman hayati yang tinggi baik dari segi ekosistem, jenis, maupun genetik.

Keanekaragaman tersebut merupakan aset untuk menunjang pembangunan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat lokal.

Pulau kecil di Indonesia ada yang berpenduduk dan tidak berpenduduk, pada pulau kecil yang berpenduduk, biasanya terdapat kelompok orang/komunitas yang tinggal dan melakukan aktifitas ekonomi, sosial dan budaya berkaitan dengan sumber daya wilayah pesisir dan lautan.

Kategori masyarakat kepulauan dapat berupa kelompok atau komunitas (nelayan penangkap, pembudidaya, pedagang ikan dan lainnya) yang hidup bersama-sama mendiami wilayah pesisir membentuk dan memiliki kebudayaan yang khas terkait dengan ketergantungannya memanfaatkan sumber daya pesisir dan laut.

Pada beberapa wilayah kepulauan dan pesisir yang jauh dari aksesisbilitas, kelompok masyarakatnya masih bersifat tertutup dan beberapa dimensi kehidupan jarang diketahui oleh orang luar. Memiliki karakteristik khusus dalam aspek pengetahuan (knowledge), kepercayaan (religion), pranata social (social institutions), kearifan lokal (local wisdom) dan budaya (culture).

Sementara itu dibalik kemarginalannya masyarakat kepulauan tidak mempunyai banyak cara dalam mengatasi masalah yang hadir khususnya dalam memenuhi kebutuhan sosial dan ekonomi.

Salah satu konsep pengembangan wilayah kepulauan ialah melakukan pengelolaan dan pemanfaatan jasa ekosistem (ecosystem services) melalui kegiatan pariwisata bahari.

Namun perlu diperhatikan bahwa kegiatan wisata bahari yang tidak terkendali dan tanpa perencanaan yang baik dapat menyebabkan kerusakan ekosistem dan penurunan sumberdaya alam.

Pengembangan Pariwisata Bahari Secara Berkelanjutan

Pengelolaan dan pengembangan pesisir, laut dan pulau kecil sebagai kawasan wisata bahari harus dilihat sebagai salah satu gerakan untuk “mengubah perilaku” semua pihak, baik masyarakat, pelaku usaha/swasta (pemilik resort/villa dan biro perjalanan) dan pemerintah daerah.

Dalam konteks ini adalah perubahan mindset serta tindakan dari kegiatan yang merusak menjadi kearah yang lebih positif. Ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan yaitu:

1). Pendekatan kesesuaian dan daya dukung kawasan (Area suitability and carrying capacity approach) yaitu, area wisata ditetapkan berdasarkan kesesuaian perairan dan daya dukung kawasan.

Pada wilayah pulau kecil yang tidak berpenduduk, sebaiknya kegiatan wisatawan murni difokuskan untuk melakukan aktivitas berwisata saja, fasilitas tempat tinggal, makan, hiburan dan lainnya dilakukan pada maindland hal ini diharpakan akan terjadi interaksi sosial secara positif antara wisatawan dan masyarakat yang mendiami gugus kepulauan di sekitarnya.

Sedangkan pada kawasan pulau kecil yang berpenduduk kegiatan wisata dapat dilakukan secara terintegrasi di wilayah darat dan laut, namun sebaiknya memperhitungkan tekanan aktivitas wisata dan mempertimbangkan nilai manfaat (benefit value) dari kegiatan wisata melalui distribusi keuntungan secara tepat sehingga tidak terpusat pada satu lokasi tertentu.

Melibatkan masyarakat lokal dalam kegiatan wisata dan menyesuaikan dengan kearifan lokal masyarakat setempat. Pembangunan infrastruktur pendukung ekowisata yang dibangun pada kawasan pesisir dan pulau kecil secara tidak langsung dapat memberikan pengaruh terhadap kerusakan ekosistem pesisir dan laut. Untuk itu, perlu mengintegrasikan aspek ekologi, ekonomi dan sosial budaya masyarakat lokal, sehingga tetap memberikan dampak positif terhadap kelestarian sumberdaya alam dan secara bersamaan mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat kepulauan.

Aktivitas wisata bahari yang dilakukan oleh wisatawan dapat disesuaikan dengan minat masing-masing seperti; snorkeling, diving, tracking mangrove, rekreasi pantai (selfy, berkarang, duduk santai dll) ditempatkan pada lokasi yang sesuai dan mempertimbangkan daya dukung kawasan. Sikap kesadaran wisatawan maupun masyarakat dengan sendirinya akan terbentuk jika konsep wisata bahari ini secara bertahap diimplementasikan dan dijadikan kesepakatan bersama dalam pengelolaan sumberdaya alam. Sesungguhnya perubahan perilaku wisatawan sejalan dengan perubahan paradigma terhadap konservasi keanekaragaman hayati dan standar kawasan lindung, serta kesadaran membayar jasa lingkungan dari nilai suatu sumber daya dalam satu kawasan yang masih alami..

Pendekatan ini berarti bahwa, jika terdapat satu pulau kecil (single small island) dan tidak berpenduduk maka, wisatawannya diatur agar kegiatan menikmati objek wisata bahari hanya pada area pulau tersebut sedangkan penempatan sarana dan prasarana pariwisata (resort/villa, restoran/warung makan dan tempat hiburan) berada di Pulau induk (maindland) yang berpenduduk.

Hal ini akan mendorong konektivitas sosial, alkulturasi budaya dan ekonomi antar setiap komponen dalam masyarakat kepulauan dan wisatawan akan berjalan dengan baik. Konsep ini, pada akhirnya akan menumbuhkan rasa tanggung jawab untuk menjaga ekosistem di sekitar kawasan wisata;

2). Pendekatan pemberdayaan masyarakat (community empowerment approach) yakni, masyarakat kepulauan ditempatkan sebagai subjek untuk mengelola potensi wisata bahari di sekitar wilayahnya, dengan menyesuaikan pada karakter sosial, budaya dan ekonomi di kawasan tersebut. Pendekatan ini perlu dilakukan, karena masyarakat lokal di wilayah kepulauan adalah pihak yang paling memahami kondisi ekologi, ekonomi, sosial dan budaya. Keterlibatan masyarakat lokal sejak awal untuk menghasilkan kesesuaian program dengan menampung aspirasi yang berkembang sesuai kebutuhan serta menjamin komitmen masyarakat secara kolektif sehingga menumbuhkan rasa memiliki yang kuat;

3) Pendekatan ekowisata (ecoturism approach) yakni, bentuk pengelolaan suatu kawasan yang masih alami dengan beragam potensi untuk dijadikan destinasi wisata berdasarkan prinsip pelestarian sumber daya alam dan ekosistem dalam kawasan tersebut, mampu membuka akses jejaring ekonomi, social dan budaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat lokal di sekitar kawasan.

Proses ini dilakukan dengan mengintegrasikan prinsip pengelolaan pada lima dimensi seperti; 1). Lingkungan, bahwa ekowisata sangat berkaitan erat dengan lingkungan, bentang alam, topografi, kehidupan satwa flora dan fauna di wilayah kepulauan yang relatif masih murni (pure) dan belum tercemar; 2). Masyarakat, bahwa ekowisata pada wilayah kepulauan harus memberikan manfaat ekologi, sosial dan ekonomi langsung kepada masyarakat lokal setempat; 3). Pendidikan dan pengalaman, bahwa kegiatan ekowisata pada gugus kepulauan mampu meningkatkan pemahaman akan ekosistem dan interaksi organisme di dalamnya (fungsi edukasi) dan mengembangkan budaya lokal berdasarkan pengalaman yang dimiliki; 4). Keberlanjutan, bahwa ekowisata dapat memberikan kontribusi positif bagi keberlanjutan sumber daya alam di wilayah kepulauan, baik jangka pendek maupun jangka panjang; dan 5). Manajemen, bahwa potensi SDA pada wilayah kepulauan perlu dikelola secara baik dan menjamin sustainable development untuk ekosistem, sosial dan budaya lokal yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat saat ini maupun generasi mendatang.

Peran serta seluruh stakeholder ekowisata bahari turut berimplikasi terhadap perkembangan suatu obejek wisata. Status dan keberadaan kawasan wisata bahari ditetapkan berdasarkan nilai estetika dan kearifan budaya lokal dari objek wisata sehingga mampu menjadi daya tarik bagi wisatawan. Pengembangan ekowisata hakekatnya merupakan interaksi antara proses ekologi, sosial, ekonomi dan industri.

Oleh karena itu unsur-unsur yang terlibat dalam proses tersebut mempunyai fungsi tersendiri yang saling terintegrasi satu sama lain. Peran serta masyarakat di  harapankan mempunyai andil yang sangat besar dalam proses ini. Untuk itu masyarakat di tempatkan pada posisi memiliki, mengolah, merencanakan dan memutuskan sejak tahap awal suatu program yang ingin dicanagkan.

Penulis adalah Dosen Menajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan UM Sorong