Opini

Nation and Character Re-Building: Watak Baru Gerakan Restorasi Indonesia

×

Nation and Character Re-Building: Watak Baru Gerakan Restorasi Indonesia

Sebarkan artikel ini
Prananda Surya Paloh (nasdem.id)

Hampir 60 tahun lalu, Presiden Soekarno dalam pidatonya di Istana Negara menyerukan character building. Bagi Bung Besar, tugas revolusi belum selesai karena masih harus membangun bangsa dari kemerosotan kolonial untuk menjadi bangsa yang berjiwa yang dapat dan mampu menghadapi semua tantangan.

1373
Mana Calon Gubernur Papua Barat Daya Pilihan Anda yang Layak?

 www.teropongnews.com sebagai media independen meminta Anda untuk klik siapa calon yang digadang-gadang oleh Anda untuk dipilih dan layak jadi calon Gubernur Papua Barat Daya Periode 2024-2029,  kemudian klik Vote pada bagian paling bawah ini.


Dalam rangka refleksi 10 tahun Gerakan Perubahan Restorasi Indonesia, agenda perubahan harus senantiasa tersambung dengan spirit founding fathers dan senantiasa tekun belajar atas segala kegagalan dan kemunduran akibat kesalahan kita selama 350 tahun menjadi bangsa terjajah, 32 tahun menjadi bangsa yang terkungkung otoritarianisme, dan 23 tahun mengupayakan reformasi yang tidak pernah tuntas lebih dari cukup untuk menjadikan bangsa ini bangkit membangun kembali bangsa dan karakter bangsanya.


Miopi sejarah
Banyak pemikir(an) menyatakan bahwa abad XXII ialah abad Asia, setidaknya ditunjukkan oleh gerak maju Asia terutama India dan China. Lalu Indonesia yang memiliki demografi ke-4 terbesar dunia idealnya juga mampu menjadi pemain utama di gelanggang utama peradaban dunia.


Pramoedya Ananta Toer dalam novelnya Arus Balik sudah mengingatkan kita tentang berbaliknya arus peradaban dari ‘selatan ke utara’ menjadi dari ‘utara ke selatan’. Kegagalan kita dalam mengelola kekuatan diri akhirnya harus dibayar dengan kemunduran peradaban yang membutuhkan ratusan tahun untuk menebusnya kembali.


Mengapa kita pernah gagal dalam mengelola diri? Karena kita lupa pada jati diri kita sebagai bumiputera. Apa yang dilakukan bangsa Eropa ketika mengalami kebangkitan (renaissance) dari abad kegelapan? Mereka menggali kembali nilai-nilai luhur, keilmuan, dan tradisi yang berkembang di Yunani, Romawi, bahkan Arab.


Gelombang besar akal budi menyapu rata hampir semua daratan Eropa dari abad 11-13 yang ditandai dengan perhatian kembali kesusastraan klasik, berkembangnya kesenian dan kesusastraan baru, serta mulai dibangunnya dasar-dasar ilmu pengetahuan modern dengan lahirnya beberapa universitas, seperti Sorbonne di Prancis, Bologna di Italia, Salamanca di Spanyol.


Bahwa Nusantara yang kita konsepsikan sebagai Indonesia pada masa lampau menyimpan khazanah dan perbendaharaan ilmu yang tidak terbatas. Manuskrip, pupuh, candi, dan prasasti yang diwariskan leluhur Nusantara ialah portal wawasan yang akan menghubungkan generasi bumiputera kontemporer dengan khazanah keilmuan klasik khas Nusantara.


Semakin kuat kita terhubung dengan keluhuran para leluhur semakin luas bentangan panorama masa depan kita. Jika Bung Karno mampu menggali Pancasila dari bumi Nusantara, tugas kita sebagai kaum muda menggali lebih dalam spirit kebangsaan dari perbendaharaan sejarah Nusantara.


Dengan demikian, kita terhindar dari miopi sejarah yang pandangan kesejarahannya sangat pendek hingga menumpulkan visi kita terhadap kejatidirian Indonesia di masa depan. Pada kelanjutannya, Indonesia akan memiliki generasi muda yang melek kecenderungan terbaru dari teknologi mutakhir, tapi tidak tercerabut dari jati dirinya sebagai bumiputera.


Bukankah Restorasi Meiji di Jepang memberi kita pelajaran bahwa para elite politik, birokrasi, pemuda, intelektual, dan masyarakat umum mampu mengombinasikan ideologi Tenno dengan penerapan ilmu pengetahuan dan teknnologi Barat yang bersifat scientific thinking dan scientific knowledge.


Indonesia dalam tantangan zaman

Kebangkitan suatu bangsa selalu diawali dengan perubahan/pergerakan yang merupakan kerja kolosal seluruh elemen bangsa. Apa pun model perubahannya, baik itu reformasi, restorasi, maupun revolusi.


Ketika dunia diguncang pandemi flu spanyol pada 1910, saat bersamaan di belahan bumi Eropa berkecamuk Perang Dunia I yang melahirkan keseimbangan baru dalam tatanan politik global. Pandemi Covid-19 yang masih melanda dunia saat ini bisa menjadi momentum pembangunan kembali kekuatan diri bangsa. Konsep Noto Nagoro yang selama ini dikenal sebagai idiom kepemimpinan nasional bukan semata-mata hanya memimpin penataan pada lapangan politik semata, tetapi juga menata pilar ekonomi, kebudayaan, termasuk sains dan teknologi.


Pola rekrutmen kepemimpinan nasional melalui demokrasi liberal yang berlaku saat ini masih harus diuji efektivitasnya dalam melahirkan model kepemimpinan ideal, yakni model kepemimpinan gusti nyembah kawulo, atau pemimpin yang mengabdi kepada rakyatnya dan memiliki orientasi nilai kemanusiaan yang kuat.


Bagaimanapun, panggung kekuasaan (politik) bukan panggung yang sepi dari kepentingan pragmatis. Oleh sebab itu, kepemimpinan baru, kepemimpinan yang membentuk sejarah, membutuhkan upaya tersendiri untuk dapat mencapai panggung kekuasaan tersebut dan kemudian menjadikan kekuasaan yang ada sebagai sarana untuk mengubah nasib rakyat, mengubah sejarah, dan membangun sebuah peradaban baru.


Epilog

Gerakan Restorasi secara esensi adalah gerakan perubahan. Tidak hanya perubahan lahiriah, tapi juga batiniah. Tidak hanya materiel, tapi juga spiritual. Metode perubahannya pun dituntut ilmiah, saintifik, dan bersifat problem solver.


Gerakan Restorasi bukanlah gerakan yang gegap gempita di wilayah ritus dan perayaan semata, apalagi senyap di wilayah kebudayaan dan spiritual. Gerakan Restorasi harus mampu menjadi penyambung dua kutub waktu, waktu lampau dan masa depan.

Perjuangannya diinisiasi pada masa kini, dengan mengelola kekuatan diri secara tepat. Sebagai sebuah gerakan yang bersifat kolektif, gerakan Restorasi juga harus visioner, menujum arah zaman, dan menjadi suluh bagi gerak maju bangsa. Dengan begitu, bangsa ini bukan lagi ‘bangsa kuli, dan bukan kuli di antara bangsa-bangsa’.


Cukup sudah bagi penjajahan, cukup sudah bagi otoritarianisme, cukup sudah miopi sejarah dan miopi masa depan. Selamat datang Indonesia baru sebagai resultan dari pembangunan kembali karakter dan bangsa. (Sumber: nasdem.id)