Mirisnya Dunia Pendidikan di Maluku

Ambon, TN – Perkembangan dunia pendidikan di Provinsi Maluku ternyata masih berada di peringkat ke 32 dari 34 provinsi di Indonesia. Tentunya peringkat ketiga paling buntut ini sangat miris, lantaran Sumber Daya Manusia (SDM) sangat menjanjikan.

Salah satu faktor penyebabnya adalah, selama ini Pemerintah Provinsi Maluku lewat Dinas Pendidikan dan Kebudayaan lebih terfokus untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan, ketimbang melihat kualitas pendidikan itu sendiri.

“Harus diakui, bahwa Disdikbud dulunya lebih terfokus untuk membangun sarana dan prasarana pendidikan. Untuk itu, kami (Disdikbud) mengganti sistemnya, dengan fokus untuk melakukan proses pendataan, dan penataan kebutuhan guru yang ada di Provinsi Maluku,” kata Pelaksana Tugas (PLT) Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Maluku, Inson Sangadji saat rapat kerja dengan Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, di gedung DPRD Maluku, Senin (9/3).

Menurutnya, data yang dimiliki Disdikbud Provinsi Maluku saat ini belum terupdate, sehingga berimbas pada kekurangan tenaga guru di daerah-daerah Tertinggal, Terdepan dan Terluar (3T). Dia mengaku, di daerah-daerah 3T bangunan sekolah tersedia, namun guru tidak memenuhi persyaratan.

“Awalnya itu, para guru ini ditangani oleh kabupaten/kota. Namun pada tahun 2017, dialihkan ke provinsi. Memang di daerah-daerah 3T itu sarana dan prasarananya itu tersedia, namun para gurunya tidak memenuhi persyaratan. Nah, rencananya itu, pada tahun 2020 sarjana keguruan itu akan ditempatkan di daerah-daerah 3T,” kata Sangadji.

Sementara itu, Anggota Komisi IV DPRD Provinsi Maluku, Rostina mengatakan, data guru sangat diperlukan, sehingga perlu secepatnya di-update, agar tidak terjadi kesenjangan dalam hal penempatan guru.

“Saat melakukan agenda pengawasan, kami mendengar banyak keluhan yang disampaikan guru tidak tetap atau kontrak. Salah satu keluhan mereka itu, para guru tidak tetap ini meminta untuk mereka dikembalikan ke kabupaten/kota masing-masing, karena setelah dialihkan ke provinsi, mereka kesulitan untuk mendapatkan hak-haknya. Saya kira, ini harus ada solusi,” tandas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.