Mencermati Adab Dan Akhlak Dalam Berpolitik

Oleh: Muksin Inai

Ramainya perdebatan politik di ruang publik yang menggunakan perspektif agama, telah menjadi bentuk ephoria politik akhir-akhir ini. Fakta ini sejatinya karena dipengaruhi oleh akhlak dan moral serta etika dalam berpolitik yang tidak terkendali, tergesa-gesa dan terkesan emosional.

Padahal dalam politik praktis yang bertujuan mendongkrak popularitas untuk elektabilitas kandidat, seharusnya dibangun citra positif yang santun dan berkeadaban.

Mungkin karena terlalu semangat dan terdorong untuk menampilkan kebesaran dan kehebatan kandidat yang diusungnya, akhirnya sering terjebak pada metode dan cara-cara berkampanye yang tidak dibenarkan dalam pandangan syariah.

Maka pada kesempatan ini, sebagai keluarga besar, dengan segala kekurangan yang saya miliki, mencoba untuk membuka cakrawala logika kita, atau mencoba mencerahkan peta jalan politik dalam islam yang berbasis akhlakul karimah.

Dalam islam… Seorang muslim yang ingin berjuang untuk menjadi pemimpin politik, entah itu walikota/bupati, gubernur, bahkan presiden sekalipun, baik melalui wadah partai politik atau non partai, tentu dituntut untuk mampu menampilkan citra sebagai sosok muslim sejati, atau bahkan sudah memiliki modal sosial sebagai sosok muslim sejati, yang dipersaksikan oleh jamaah dimana dia hidup dan bermasyarakat.

Modal sosial ini menjadi penting, karena berkaitan dengan citra sosial yang sudah lama terbangun di tengah jamaah, dan akan menjadi isu-isu sosial-politik yang akan berkembang dari pembicaraan satu jamaah ke jamaah lainnya yang sangat mempengaruhi elektabilitas.

Sebab perilaku yang hanya mengambil untung di tengah jamaah atau mengatasnamakan jamaah, padahal dalam persaksian jamaah bahwa fakta sesungguhnya sangat jauh dari apa yang diucapkan, maka efek politiknya bukannya menaikkan citra atau elektabilitas, tetapi malah sebaliknya akan memperburuk citra dan melemahkan elektabilitas di tengah masyarakat.

Maka seberat apapun tantangan dalam kerja-kerja politik, sesulit apapun strategi yang dibangun untuk menarik simpatik masyarakat dalam menaikkan elektabilitas kandidat, seorang muslim, termasuk kandidat yang diusung oleh partai Islam, atau sekalipun dia sebagai tim sukses, namun sebagai pribadi muslim, kita tetap wajib menjaga adab, akhlak, kesantunan sosial dan tata cara yang Islami.

Sebab bersikap santun dan berdakwah dengan cara baik dan bijak adalah sebuah perintah yang tidak bisa ditawar-tawar.

Islam tidak mengenal jargon politik “menghalalkan segala cara untuk meraih kemenangan”. Berpolitk dalam islam adalah bekerja dalam jalan dakwah.

Islam tidak mengajarkan, ketika kita ingin mempromosikan kandidat, dengan cara melakukan pelecehan kepada kandidat lain, menjelekkan atau bahkan mencaci maki dan mengejek. Sebab Allah telah berfirman di dalam Al-Quran yang intinya mewajibkan manusia untuk selalu menggunakan cara yang baik dalam berdakwah.

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik”.(QS. An Nahl:125)

Hadits Nabi SAW: ”
Siapa yang menunjukkan pada kebaikan maka baginya mendapat pahala seperti orang yang melakukan kebaikan tersebut” (HR Muslim).

Menjadi tim sukses merupakan bagian dari amal shaleh dan ibadah, oleh karenanya harus memperhatikan keikhlasan motivasi sehingga apa yang dilakukan bukan hanya berdampak baik pada masalah-masalah keduniaan tetapi juga mendapat keridhaan Allah SWT, dan pahala kebaikan di akhirat.

“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta’atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus”.(QS. Al Bayyinah 5)

Pada saat kampanye dan kerja-kerja politik untuk pemenangan kandidat harus menjauhi faktor-faktor yang merusak keikhlasan, misalnya kultus dan fanatisme pada pribadi apalagi atribut partai tertentu seperti tanda gambar, warna, dll.

Juga harus menghindari arogansi atau kesombongan disebabkan karena banyaknya pengikut atau kelebihan lainnya. Allah SWT. berfirman : “Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan”.(QS. Al Anfal 47)

Berpolitik adalah salah satu metode dakwah yang bisa dimanfaatkan untuk kondisi dan waktu tertentu. Ada kalanya dakwah lewat jalur politik itu tidak efektif bahkan membahayakan. Setiap muslim harus bisa membedakan mana yang merupakan media dan mana yang merupakan kewajiban asasi. Jangan sampai ephoria berpolitik itu melupakan seorang muslim pada kewajiban asasinya yaitu menjadi seorang muslim yang baik, berdakwah dan mengajak kepada agama Allah.

Jangan sampai terjebak pada sebuah kondisi sesaat dan lupa segala-galanya termasuk lupa akan kewajiban-kewajiban utama, maka bagi seorang muslim berpoltik jangan sampai melupakan kewajiban dirinya seperti, lupa akan shalat apalagi meninggalkannya.

Politik itu adalah metode bukan tujuan. Bila Allah memberikan kemenangan maka kemenangan itu diyakini datang dari Allah. Dan bila Allah memberikan ujian, maka tidak ada istilah berputus asa. Sebab tujuan berpolitik dalam Islam bukan semata-mata merebut kekuasaan, tetapi bagaimana manusia bisa mengenal tuhannya.
Wallahu a’lam bissawab